ANGKASAREVIEW.COM – Tujuh tahun setelah penerbangan perdana pesawat tiltrotor V-22 Osprey pesanan Marinir AS, Bell dan Boeing kembali bersepakat bermitra untuk mengembangkan versi sipil pesawat dengan teknologi sejenis pada tahun 1996. Namun kemitraan ini hanya berumur dua tahun. Maret 1998 Boeing menarik diri dari proyek tersebut.
Tak lama berselang, September 1998 Bell memperoleh rekanan baru yakni Agusta dari Italia. Keduanya segera membentuk usaha patungan bernama Bell Agusta Aerospace Company (BAAC) untuk mengembangkan dan memroduksi BA609 (Bell Agusta). Pesawat ini merupakan pesawat hibrida yang mampu mendarat secara vertikal seperti helikopter dan memiliki jangkauan serta kecepatan lebih jauh dari helikopter konvensional.
Bila V-22 Osprey adalah pemain tunggal pesawat tiltrotor yang memasok kebutuhan militer, maka BA609 disiapkan untuk mengisi pasar pesawat sipil komersial sebagai angkutan penumpang, transpor VIP, SAR, dan medivac serta pasar utamanya adalah mengincar operator minyak dan gas lepas pantai.
Pengembangan BA609 sendiri banyak menyerap pengalaman Bell yang diperoleh dari tiltrotor sebelumnya, yakni pesawat eksperimental XV-15 yang sukses mengudara pertama pada Mei 1977. Diyakini, pengembangan pesawat ini akan berjalan lancar tidak seperti V-22 Osprey yang banyak kendala.
Namun faktanya berbalik 180 derajat, meski BA609 telah sukses terbang perdana 6 Maret 2003, tapi program pengembangannya terasa lamban terkait minimnya dana. Tambah lagi di tahun 2008 Bell memperkirakan pesawat very light jet dan heli berbadan besar seperti Sikorsky S-92 telah mengurangi potensi pasar untuk tiltrotor.
Bell tidak puas dengan prospek komersial BA609 dan ingin menghabiskan sumber daya untuk program lainnya, seperti pengembangan helikopter JMR-FVL Angkatan Darat AS. Keputusan Bell sempat membuat Agusta gusar. Namun akhirnya, pada 21 September 2009 CEO Agusta, Giuseppe Orsi, mengatakan bahwa induk perusahaannya yakni Finmeccanica (sekarang Leonardo) tetap ingin melanjutkan proyek tersebut dengan membeli program ini dari Bell Helicopter.
Di tengah perhelatan Paris Air Show 2011, AgustaWestland (bergabung sejak tahun 2000) menyatakan kepemilikan penuh atas program BA609 dengan mengganti nama pesawat menjadi AW609. Bell Helicopter akan tetap dilibatkan, berkontribusi untuk desain komponen dan sertifikasi.
Fasilitas pengembangan dan produksi pesawat hibrida AW609 akan dilakukan di Philadelphia, Amerika Serikat karena 35% dari pasar untuk tiltrotor ini datang dari negeri Paman Sam. Meski begitu, jalur perakitan akhir kedua juga dipertimbangkan untuk dibangun di Italia.
SPESIFIKASI AgustaWestland AW609
Awak: 1 atau 2. Penumpang: 6-9 orang. Panjang: 13,4 m. Tinggi : 4,6 m. Rentang sayap: 10 m. Lebar: 18,3 m (rotors turning). MTOW: 7.620 kg. Mesin: 2 x Pratt & Whitney Canada PT6C-67A turboshaft. Daya: 1.940 shp each. Kecepatan maksimum: 543 km/jam. Kecepatan jelajah: 482 km/jam. Jarak jangkau: 1.389 km (normal fuel), 2.000 km (dengan tanki eksternal). Ketinggian terbang maksimum: 7.620 m (25.000 kaki).
Tahun 2011 AugustaWestland memulai pembangunan prototipe ketiga. Pengerjaan selesai pada Februari 2015. Penerbangan pertama kemudian dilaksanakan pada musim panas tahun itu juga. Pada prototipe ketiga ini disiapkan untuk peningkatan kemampuan jelajahnya dengan pengembangan tangki bahan bakar eksternal.
Dua prototipe sebelumnya, hingga Maret 2015 telah mengumpulkan 1.200 jam terbang (sekira 2.000 jam diperlukan untuk sertifikasi). Hasil akumulasi data penerbangan ini digunakan juga untuk mengembangkan simulatornya. Hasil tes maksimal yang diperoleh mencatatkan kemampuan AW609 dengan MTOW seberat 8.165 kg, kecepatan maksimum 543 km/jam, dan terbang di ketinggian 9.100 meter.
Tanpa pesaing
Pembaca Angkasa Review, salah satu nilai jual utama AW609 adalah kemampuannya mendarat di mana saja yang tak bisa dilakukan oleh pesawat sayap tetap konvensional. Cukup di heliport atau bandara sangat kecil dengan fasilitas minim sekalipun. Pesawat ini juga memiliki dua kali kecepatan dan jangkauan dibanding helikopter yang ada saat ini.
AW609 didukung sepasang mesin turboshaft Pratt & Whitney Canada PT6C-67A yang masing-masing menggerakkan proprotor berbilah tiga. Kedua mesin terpasang di ujung sayap yang bisa diposisikan pada berbagai sudut. Dalam mode helikopter, proprotor diposisikan antara sudut 75-95 derajat dan sudut 87 derajat untuk melayang secara vertikal. Dalam mode pesawat, proprotor diputar ke depan dan terkunci pada posisi sudut nol derajat, berputar pada RPM 84 persen.
Perangkat lunak kontrol penerbangan digunakan untuk menangani banyak kompleksitas transisi antara mode helikopter dan pesawat. Tersedia sistem otomatis untuk membimbing pilot dengan sudut kemiringan yang benar dan pengaturan kecepatan terbang diudara. AW609 juga dilengkapi sistem kontrol penerbangan triple-redundant digital fly-by-wire, head-up display, dan full authority digital engine controls (FADEC).
Bila V-22 harus ditangani dua pilot, maka kokpit AW609 telah dirancang agar dapat diterbangkan oleh pilot tunggal saja. Begitu juga dengan kabin V-22 Osprey yang unpressurized, maka kabin AW609 bertekanan udara yang akan memberikan kenyaman kepada penumpangnya untuk bepergian hingga jarak 1.390 km dalam penerbangan selama tiga jam.
Sebagai pesawat hibrida AW609 disertifikasi sesuai dengan aturan helikopter dan juga aturan pesawat sayap tetap. Sertifikasi dari badan penerbangan Eropa EASA diperoleh AW609 pada 2016 dan menyusul dari FAA Amerika Serikat tahun 2017. Direncanakan pesawat versi produksi akan mulai diserahkan kepada pemesannya pada 2018 ini.
Hingga Maret 2015 pihak AgustaWestland telah membukukan pesanan sebanyak 60 unit. Pesanan yang cukup signifikan datang dari perusahaan asal Inggris, Bristow Helicopters, yang mengorder 10 unit untuk digunakan sebagai angkutan lepas pantai.
Diberitakan pula varian VIP dipesan oleh miliarder ternama, pengusaha dan politisi Michael Bloomberg asal AS. Ia menempati posisi sebagai pemesan teratas dari daftar pembeli yang telah menempatkan depositnya.
Hingga saat ini AW609 adalah satu-satunya pesawat sipil yang mengadopsi teknologi tiltrotor yang tersedia di pasaran. Dengan tidak adanya pesaing sejenis di kelasnya membuat AgustaWestland yakin AW609 bisa meraup pasar setidaknya 700 unit dalam kurun 20 tahun ke depan. Tentunya, ini sebuah nilai yang cukup menggiurkan.
Rangga Baswara Sawiyya