AIRSPACE REVIEW – Pertempuran antara Ukraina dan Rusia masih terjadi di Kursk walau intensitasnya mulai menurun dibandingkan periode awal ketika Ukraina masuk menyerang wilayah Rusia tersebut pada 6 Agustus lalu.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, pasukannya tidak memiliki rencana untuk segera untuk meninggalkan Oblast Kursk Rusia. Dikatakan bahwa pasukan Ukraina telah menguasai sekitar 500 persegi wilayah itu.
Lebih jauh Zelensky menyatakan bahwa serangan terhadap Kursk dilakukan oleh Ukraina sebagai alat tawar-menawar dengan Rusia.
“Operasi kami ditujukan untuk memulihkan integritas teritorial kami,” kata Zelensky dalam wawancara tatap muka dengan NBC.
Ia menandaskan bahwa serangan ke Kursk bukan untuk merebut wilayah itu, melainkan untuk menguasainya sebelum digunakan Rusia sebagai daerah penyangga pasukan.
“Kami menangkap pasukan Rusia untuk menggantikan mereka dengan pasukan Ukraina. Sikap yang sama berlaku untuk wilayah tersebut. Kami tidak membutuhkan tanah mereka,” ujarnya.
Zelensky mengatakan langkah tersebut didorong oleh laporan intelijen Ukraina bahwa Rusia ingin mendirikan zona penyangga di sepanjang perbatasan.
“Kami harus melakukan operasi militer sehingga zona penyangga dibuat bukan oleh mereka, tetapi oleh kami,” tandasnya.
Yang cukup mengejutkan, Zelensky rupanya tidak memberi tahu Amerika Serikat terlebih dahulu sebelum melakukan serangan ke Kursk.
“Tidak, kami tidak memberi tahu siapa pun. Dan ini bukan masalah ketidakpercayaan,” jelas Zelensky.
Ia menambahkan bahwa serangan balik Kyiv pada musim panas lalu gagal karena karena terlalu banyak pembicaraan, sehingga pasukan Rusia mengetahui dan memiliki kesempatan untuk bersiap-siap.
“Kali ini, bahkan badan intelijen Ukraina tidak mengetahuinya,” kata Presiden Ukraina.
Zelensku sengaja mengunci semaksimal mungkin rencananya untuk menyerang Kursk. “Saya pikir itu salah satu alasan mengapa operasi itu berhasil,” pungkasnya. (RNS)