Menolak untuk menjual F-35 ke Thailand, AS menawarkan F-16 Viper, tapi Bangkok lebih condong untuk memilih Gripen dari Swedia

Gripen E and F-16 Block 70_ Airspace ReviewSaab, LM

AIRSPACE REVIEW – Amerika Serikat menolak untuk menjual jet tempur generasi kelima F-35 ke Thailand dan kemudian menawari Negeri Gajah Putih tersebut dengan varian F-16 tercanggih yakni F-16 Viper (Blok 70).

AS beralasan, Thailand belum siap untuk mengoperasikan jet tempur siluman F-35. Di samping itu, bisa jadi ada hal lain yang turut dipertimbangkan.

Washington memang tidak semena-mena menjual F-35 karena kerahasiaan teknologinya yang tinggi. Hal ini terbukti ketika rencana penjualan 50 unit F-35 ke Uni Emirat Arab akhir tahun 2020 kemudian dibatalkan.

Ada beberapa faktor yang antara lain mendorong hal itu. Pertama kesepakatan penjualan 50 F-35 ke UEA digenjot oleh Presiden Trump di akhir masa pemerintahannya, lalu secara tiba-tiba dibatalkan oleh lawan politiknya yaitu Presiden Joe Biden sesaat setelah dikukuhkan jadi Presiden AS yang baru.

Dua faktor lainnya adalah ketidaksetujuan Israel yang keberatan bila AS menjual F-35 ke UEA dan kedekatan UEA dengan China yang dapat menyebabkan teknologi F-35 bocor ke Negeri Panda. Pasalnya, hubungan militer UEA dengan China terendus semakin menguat oleh Washington.

Dengan makin eratnya hubungan militer kedua negara itu, dikhawatirkan UEA suatu saat akan memberikan rahasia teknologi F-35 yang menjadi benteng pertahanan AS kepada China.

Demikian halnya ketika AS membatalkan penjualan F-35 ke Turkiye karena Ankara membeli sistem pertahanan udara S-400 yang diklaim sangat membahayakan keberadaan F-35. Washington bahkan mengeluarkan Turkiye dari Program F-35, padahal Negeri Kebab berencana untuk membeli 100 unit F-35.

Kembali ke masalah penawaran F-16 Viper ke Thailand, AS mengatakan bahwa pesawat ini paling sesuai untuk Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF) dalam menjaga kedaulatan wilayah udaranya. F-16V dilengkapi dengan teknologi radar mutakhir dan sistem persenjataan yang mumpuni.

Walau demikian, Panglima RTAF Marsekal Udara Phanphakdee Pattanakul baru-baru ini memberi saran kepada Menteri Pertahanan Sutin Klungsang dan Perdana Menteri Srettha Thavisin untuk membeli jet tempur Gripen E/F dari Saab Swedia.

Pekan lalu Pattanakul bersama para perwira tinggi lainnya menyampaikan rencana anggaran mereka untuk tahun fiskal mendatang yang dimulai pada tanggal 1 Oktober kepada komite parlemen.

Dalam sesi tersebut Pattanakul memberikan Menteri Sutin Klungsang perbandingan rinci antara Gripen Swedia dan F-16 Block 70 Amerika.

RTAF mempertimbangkan pro dan kontra dari masing-masing pesawat, menekankan jenis dukungan yang diharapkan dari Saab dan Lockheed Martin berdasarkan keputusan akhir mereka.

Mengacu pada pemberitaan Bangkok Post, RTAF telah memutuskan untuk memilih Gripen E/F daripada F-16 Viper. Gripen baru nantinya akan menggantikan selusin F-16 lama yang dioperasikan RTAF.

Selanjutnya Menteri Pertahanan Thailand berencana memberi pengarahan kepada Perdana Menteri Thailand Sreeta Tavisin mengenai keputusan akhir tersebut.

Sebelumnya RTAF telah memasukkan pembelian selusin pesawat tempur baru ke dalam rencana kertas putihnya mulai awal tahun 2020. Akuisisi ini diperkirakan akan dilakukan dalam dua tahap yang masing-masing terdiri dari enam pesawat. Pengadaan tahap pertama diproyeksikan antara tahun 2028 dan 2031 dilanjutkan dengan pengadaan tahap kedua pada 2030 hingga 2033.

Bagi RTAF, mengoperasikan F-16 Viper maupun Gripen E/F sebenarnya merupakan kelanjutan dari seri lama kedua pesawat tersebut yang telah dimiliki sehingga tidak terlalu asing lagi. Pemilihan salah satu pesawat sebagai pemenang tender, lebih ke perhitungan berbagai variabel yang mereka putuskan.

RTAF fokus untuk menemukan jet tempur yang memberikan keseimbangan yang tepat antara kualitas dan biaya, mengingat anggaran mereka yang terbatas. Mereka memilih pesawat yang dapat memenuhi kebutuhan tanpa mengorbankan kinerja.

Bulgarian Military menulis, salah satu pertimbangan utama dalam perencanaan anggaran untuk tahun fiskal 2025 adalah Link-16, sistem tautan data taktis yang mengintegrasikan perangkat keras militer di berbagai angkatan bersenjata di seluruh dunia.

Saat ini RTAF mengoperasikan F-16 dari pangkalan yang berbeda, namun jet tersebut tidak memiliki sistem Link-16 dan transfer teknologi terkait. Tanpa dukungan dari AS untuk suku cadang dan pemeliharaan, F-16 tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan misinya.

Dari situ muncul sinyalemen bahwa meskipun RTAF memiliki F-16, mereka tidak memiliki kepemilikan sebenarnya karena semuanya berada di bawah kendali AS.

Memanfaatkan sistem tautan memerlukan otorisasi dan kata sandi AS. Namun, menurut Sutin, AS telah membuat proposal baru, termasuk pinjaman seluruh proyek dan transfer teknologi, untuk lebih mendukung rencana RTAF.

Apakah RTAF akan kembali ke tawaran F-16 Viper dari AS atau tetap memilih Gripen E/F? Penandatanganan kontrak akuisisi akan menjawab hal itu. (RNS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *