AIRSPACE REVIEW – Sejauh ini orang mengasosiasikan F-15E Strike Eagle sebagai platfom pesawat untuk menjalankan fungsi serangan udara ke permukaan. Tidak salah memang karena McDonnell Douglas (kemudian hari melebur ke Boeing) pada awal rancangannya di akhir tahun 1970-an menitikberatkan jet ini untuk peran penyerangan (strike).
Namun sejatinya, pesawat ini memiliki kemampuan multiperan sebagai multirole strike fighter atau sering disebut sebagai fighter-bomber.
Strike Eagle pun telah membuktikan kepiawannya ketika dikerahkan Angkatan Udara AS (USAF) dalam berbagai medan perang, seperti operasi militer di Irak, Afghanistan, Suriah, dan Libia, dan seterusnya.
Selama operasi militer tersebut, F-15E Strike Eagle menjalankan tugas mulai dari patroli udara, memberikan dukungan jarak dekat untuk pasukan koalisi, hingga serangan mendalam terhadap sasaran bernilai tinggi dan memberikan dukungan udara jarak dekat untuk pasukan koalisi.
Sedikit mengulas mengenai awal kelahiran F-15E, hal ini tidak bisa dipisahkan dari sang induknya yakni F-15 Eagle. F-15C/D dirancang untuk melaksanakan peran pertempuran udara ke udara. Namun karena kemudian ada kebutuhan untuk mencari pengganti pesawat F-4 Phantom yang juga rancangan McDonnell Douglas, maka F-15 pun dikembangkan lagi ke varian F-15E Strike Eagle dengan kemampuan untuk serangan ke permukaan sebagaimana halnya F-4.
Kelebihan lain dari F-15E adalah kemampuan untuk peran interdiksi untuk mengimbangi kebutuhan akan pengganti jet tempur General Dynamics F-111. Tidak meleset, konsep yang diajukan oleh McDonnell Douglas pada tahun 1978 untuk platform serangan masa depan ini mendapat sambutan hangat dari USAFP.
Pada tahun 1979, McDonnell Douglas dan Hughes memulai kolaborasi erat dalam pengembangan kemampuan udara ke permukaan F-15E Strike Eagle.
Untuk pengembangan F-15E ini McDonnell Douglas memodifikasi prototipe TF-15A sebagai demonstran. Pesawat yang dikenal dengan nama Advanced Fighter Capability Demonstrator ini pertama kali terbang pada 8 Juli 1980.
Pesawat ini sebelumnya digunakan untuk menguji tangki bahan bakar konformal (CFT) yang dinamai FAST (Fuel and Sensor, Tactical) Pack. FAST kemudian dilengkapi dengan Pave Tack untuk penunjuk laser yang berguna dalam pengiriman bom berpemandu secara independen. Dari situlah kemudian varian F-15E dilahirkan dan kemudian menjadi produk yang sukses.
Atas kecemerlangannya di medan peperangan, F-15E pun diminati oleh banyak negara sekutu AS. Tidak hanya digunakan oleh USAF, pesawat ini diekspor untuk digunakan oleh Angkatan Udara Israel, Korea Selatan, Singapura, Arab Saudi, dan Qatar.
Seperti telah disinggung, F-15 dan turunannya merupakan pesawat yang sukses. Jet tempur ini telah meraih lebih dari 100 kemenangan tanpa kekalahan. Kapabilitasnya yang unggul telah menjadikan pesawat ini sebagai salah satu pesawat favorit yang diincar oleh banyak negara.
Seorang pilot USAF dengan pengalaman 3.000 jam terbang di pesawat F-15E dan telah mendapatkan beragam penghargaan di medan tempur, yaitu Letkol (Purn) Daren “Shotgun” Sorenson, berbicara dengan The War Zone (TWZ) mengenai kapabilitas F-15E.
Ia mengatakan bahwa Strike Eagle memiliki kemampuan yang kuat saat menjalankan peran pertempuran udara ke udara, sesuatu yang tidak banyak diketahui orang.
Sorenson pernah memimpin formasi F-15E untuk memberikan dukungan udara jarak dekat kepada pasukan koalisi yang disergap di distrik pegunungan terpencil di Afganistan.
Dengan risiko pribadi yang besar, Sorenson dan kawanan wing-nya berhasil menghancurkan pasukan musuh dan kompleks gua yang digunakan sebagai basis operasi regional.
Sorenson dan timnya berhasil menyelamatkan nyawa sekitar 50 tentara pasukan koalisi. Ia pun menerima Distinguished Flying Cross pada 2 Maret 2012.
Itu adalah salah satu peran F-15E Strike Eagle saat menjalankan misi tempur udara ke darat. Lalu bagaimana perannya dalam pertempuran udara ke udara?
“Ketika saya mulai menerbangkan F-15E, Anda pasti dapat mengetahui bahwa itu memang fokusnya dan banyak awak pesawat tempur yang awalnya dilatih untuk pertempuran udara ke darat,” ujarnya.
Sorenson mengatakan, penugasan pertamanya sebagai penerbang tempur adalah di Inggris. Saat itu banyak personel F-111 dan F-4 ditugaskan di sana, namun semuanya punya latar belakang mayoritas sebagai penerbang tempur untuk misi udara ke darat. Hal ini memberikan pengaruh besar pada cara mereka berlatih, taktik, dan fokus.
“Yang penting bukanlah apa yang bisa atau tidak bisa dilakukan oleh jet tersebut, melainkan apa yang diinginkan Angkatan Udara, dan bagaimana mereka ingin kita berlatih. Sebagian besar waktu kita – mungkin 80 persen dihabiskan hanya untuk melatih berbagai peran udara ke darat. Itu memang sudah lazimm,” kata dia.
Namun, lanjutnya, apa yang terjadi adalah fakta bahwa fokus tersebut mulai berpindah dan misi juga semakin berkembang.
“Kami mulai melakukan banyak rotasi ke zona larangan terbang (di Irak). Peran kami di zona larangan terbang adalah udara ke udara, yaitu pertahanan udara ke udara, DCA,” jelasnya.
Dalam kondisi seperti itu, USAF akan menurunkan unit F-15C sehingga para penerbang tempur dengan kemampuan serangan udara ke darat dapat beristirahat.
Tetapi pada saat yang sama ketika misi untuk pengawasan udara sangat dibutuhkan, para penerbang pun harus berlatih untuk pertempuran udara ke udara.
“Ketika kami akan melakukan spin-up, sebelum pengerahan, kami akan tiba-tiba mulai melakukan hal itu, mungkin setidaknya dengan perbandingan 50:50 dengan pelatihan udara ke darat,” kata dia.
“Pada saat itulah saya pikir orang-orang mulai merasa lebih nyaman dengan hal itu. Orang-orang yang berada di tingkat kepemimpinan menengah mulai menyadari akan kebutuhan dengan kemampuan pesawat yang multiperan sepenuhnya.”
Dibandingkan dengan F-15C yang dioptimalkan secara khusus untuk pertempuran udara ke udara, F-15E memiliki radar saat itu AN/APG-70 yang sangat mengagumkan dan mampu melakukan pencegatan udara ke udara, termasuk penargetan jarak jauh dengan memanfaatkan rudal AIM-120 AMRAAM. Semua hal tersebut hampir setara dengan kemampuan model C.
“Saat kami keluar dan berlatih serta melakukan misi udara ke udara, orang-orang menyadari bahwa tidak masalah jenis F-15 apa yang digunakan. Tidak masalah sampai Anda memasuki pertarungan BFM (manuver dasar) pasca-penggabungan, maka jelas model C memiliki keunggulan. Bobotnya lebih ringan, hambatannya lebih sedikit, dan belokannya sangat baik. Anda pasti akan melihat keuntungan pasca-merger. Tetapi tahukah Anda, seberapa besar kemungkinan pertarungan semacam itu?”
Ketika F-15E mulai menjalankan misi pertahanan udara yang lebih khusus, para komandan mulai menyadari bahwa dengan jumlah pelatihan yang tepat, para penerbang jet F-15E dapat sepenuhnya terjun dan memenuhi CAP (patroli udara tempur) yang dapat dilakukan oleh F-15C.
“Dan begitulah cara mereka mulai memanfaatkan kami. Baik anjing yang mengejar ekornya atau tidak, misi itulah yang mulai mendorong pelatihan kami. Dan kemudian itu mulai berkembang dari sana,” tambah Sorenson.
“Setelah itu kami mulai memasukkan lebih banyak pilot tipe udara ke udara ke dalam jet ini. Kami mulai mendapatkan orang-orang yang berpindah dari model C ke model E. Itu luar biasa karena mereka membawa semua pengalaman itu ke dalam komunitas. Instruktur dan bahkan mereka yang lulus dari Sekolah Senjata akan datang dan benar-benar mampu mengembangkan skadron dan seluruh wing, seluruh komunitas, hingga tingkat keterampilan yang lebih tinggi, karena mereka membawa semua pengetahuan itu. Akhirnya kami sampai pada titik di mana Anda dapat ‘plug and play’,” jelas dia.
Taktik tersebut terus berkembang hingga disempurnakan dalam latihan kekuatan besar seperti Red Flag. F-15E terbang dengan seluruh paket yang dibutuhkan untuk menjalankan misinya. Kinerja mereka lebih didasarkan pada pelatihan individu awak pesawat dan seberapa siap mereka untuk misi tersebut.
“Tentu saja, ada misi udara-ke-udara dan udara-ke-darat yang terpisah, namun Anda tidak selalu melakukan salah satu atau yang lain, bukan? Sejauh mana Anda dapat berayun dari satu ke yang lain di F-15E, berjuang sesuai keinginan Anda?” tanya Sorenson.
Ia mengibaratkan F-15E sebagai sebuah iPhone. “Anda dapat mengambil layar datalink — kami menyebutnya SIT — dan Anda dapat mengubah cakupannya. Anda dapat memperbesar, memperkecil, membandingkan informasi lainnya, Anda dapat memfilter dan menggabungkan data masuk dan keluar, sehingga Anda dapat mengubah apa yang ditampilkan untuk membantu Anda dalam pertarungan udara-ke-udara. Dan ada cara untuk membuatnya menunjukkan gambaran holistik 360 derajat kepada Anda,” jelasnya.
Pendek kata, tandas Sorenson, F-15E adalah pesawat tempur yang komplit. Pesawat ini memikiki kapabilitas untuk penyerangan terhadap sasaran di permukaan, interdiksi, maupun pertempuran udara ke udara. (RNS)