Mengukur politik luar negeri Kim Jong-un: Tidak mau memicu perang, namun tidak akan pernah menghindarinya

Kim Jong-unKCNA/REUTERS

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menegaskan kembali bahwa Pyongyang tidak menginginkan perang namun pada saat yang sama juga tidak mempunyai niat untuk menghindari dari perang.

Pernyataan yang disampaikannya di depan Majelis Rakyat Tertinggi pada hari Selasa, menegaskan bahwa putra dari Kim Jong-il dan cucu dari Kim Il-sung ini akan meneruskan prinsip Korea Utara yang tidak gentar menghadapi musuh.

“Tidak ada alasan untuk memilih perang, dan oleh karena itu tidak ada niat untuk berperang secara sepihak. Namun begitu (bila) perang menjadi kenyataan, kami tidak akan pernah berusaha menghindarinya,” tandas pemimpin berusia 42 tahun itu.

Beberapa waktu lalu, ketika ia mengunjungi fasilitas produksi rudal balistik negaranya, Kim yang membawa putrinya, juga menyatakan bahwa Pyongyang mengembangkan rudal-rudal balistik untuk mempertahankan negara dan menyerang musuh bila berniat menghancurkan Korea Utara.

Diakuinya bahwa perang akan menghancurkan entitas Republik Korea dan mengakhiri keberadaannya.

“Jika terjadi perang di Semenanjung Korea, Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) akan menghukum musuh dengan tegas dengan mengerahkan seluruh kekuatan militer termasuk senjata nuklir,” dia memperingatkan.

Tahun lalu Kim melakukan kunjungan ke Rusia dalam rangka meningkatkan hubungan bilateral kedua negara. Pejabat pemerintah DPRK mengatakan, kunjungan bersejarah Kim pada September lalu dan KTT Korea-Rusia, merupakan momen yang sangat penting untuk menciptakan tonggak baru dalam perjuangan melawan ancaman militer dan provokasi kekuatan imperialis.

Kim Jong-un mengunjungi Rusia pada 12-17 September 2023. Pada 13 September, ia melakukan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Pelabuhan Luar Angkasa Vostochny. Pemimpin Korea Utara juga mengunjungi Pabrik Penerbangan Gagarin di Komsomolsk-on-Amur, Bandara Knevichi, dan melihat kapal fregat Marsekal Shaposhnikov.

Ia juga menghadiri balet ‘Putri Tidur’ di Panggung Primorsky Teater Mariinsky dan mengunjungi Universitas Federal Timur Jauh, akuarium, dan pabrik Grup Arnika yang berspesialisasi dalam produksi bahan pakan ternak.

Kantor Berita Rusia TASS pada selasa ini mengutip Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui yang menyebut kunjungan pemimpin Korea Utara ke Rusia sangat penting untuk meningkatkan hubungan kedua negara ke tingkat baru untuk melawan provokasi yang mengatasnamakan kekuatan eksternal.

Choe datang ke Moskow pada 14 Januari 2024 atas undangan dari Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.

Sebelumnya, Lavrov datang ke Pyongyang pada Oktober 2023 untuk menghadiri peringatan 75 tahun terjalinnya hubungan diplomatik antara Rusia dan Korea Utara. Dalam lawatannya tersebut Lavrov diterima oleh Kim Jong-un.

Saat ini rencana reunifikasi tampak semakin menjauh untuk digapai oleh kedua negara. Korea Selatan dan Korea Utara berencana membatalkan upayanya untuk menyatukan kembali Semenanjung Korea karena. Pyongyang beralasan, kentalnya kolusi Seoul dengan kekuatan asing menjadi salah satu kendala yang sulit dikompromikan.

Kim Jong -un dalam pertemuan pleno partai berkuasa di Pyongyang pada akhir tahun pekan lalu menandaskan perubahan kebijakan yang menentukan terhadap Korea Selatan.

Kim mengatakan Pyongyang akan membatalkan upayanya untuk menyatukan kembali Semenanjung Korea setelah Perang Korea tahun 1950-1953 karena gencarnya latihan militer dan sanksi ekonomi oleh AS dan Korea Selatan.

“Tidaklah pantas bagi… (Korea Utara) untuk membahas masalah reunifikasi dengan klan asing, yang tidak lebih dari antek kolonial (Amerika Serikat),” lapor Kantor Berita Pusat Korea Utara KCNA.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan, lembaga pemerintah yang bertugas mendorong dialog antar-Korea dan reunifikasi semenanjung, mengecam keras pernyataan Kim.

“Seoul akan terus menekan secara besar-besaran ancaman Korea Utara dengan AS dan mengupayakan normalisasi hubungan antar-Korea,” kata kementerian tersebut seperti diberitakan Stars and Stripes.

“Fokus Korea Utara mungkin adalah menunjukkan kemampuan senjata maksimumnya, khususnya kemampuan nuklir, sebelum pemilihan presiden AS mendatang,” kata peneliti senior Institut Unifikasi Nasional Korea yang berbasis di Seoul, Hong Min.

Korea Utara mungkin percaya bahwa senjata nuklirnya dapat menjadi alat diplomasi yang kuatdan bahwa upaya reunifikasi atau hubungan diplomatik dengan Korea Selatan mungkin hanya akan menjadi beban, lanjut dia.

Selama rapat pleno Komite Sentral Partai Pekerja Korea, Kim juga mengatakan rezimnya akan meluncurkan tiga satelit mata-mata militer ke orbit dan mempercepat rencana senjata nuklirnya.

Dua dari tiga upaya peluncuran satelit Korea Utara pada tahun 2023 berakhir dengan kegagalan. Pyongyang juga menembakkan 24 rudal balistik di mana lima di antaranya memiliki jangkauan antarbenua.

Dalam pidato Tahun Baru yang disiarkan televisi pada hari Senin, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berjanji untuk meningkatkan pertahanan negaranya dengan bantuan AS untuk melawan Korea Utara. Aset militer AS telah melakukan beberapa unjuk kekuatan besar di Korea Selatan tahun lalu.

AS pada bulan Juli 2023 mengirimkan kapal selam rudal balistik kelas Ohio, USS Kentucky (SSBN-737). Kapal milik Angkatan Laut AS ini melakukan kunjungan pelabuhan ke Busan menandai kunjungan pertama kapal selam rudal balistik berkemampuan nuklir AS ke Korea Selatan dalam 42 tahun terakhir.

Tiga bulan kemudian, sebuah pesawat pembom B-52 Stratofortress Angkatan Udara AS yang memiliki kemampuan membawa senjata nuklir, mendarat di Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam tiga dekade terakhir.

Pada bulan Oktober 2023, Korea Selatan melakukan latihan militer besar-besaran “Vigilant Storm” dengan Jepang dan Amerika Serikat. Latihan ini melibatkan 240 pesawat tempur dan melakukan simulasi serangan massal terhadap sasaran di utara.

Merespons latihan tesebut, Korea Utara kemudian mengerahkan sedikitnya 180 pesawat tempur pada awal November dalam operasi di dekat Zona Demiliterisasi. Korea Utara juga tak berhenti melakukan uji peluncuran rudal balistik yang membuat khawatir Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat.

Yang terbaru, pada 14 Januari Pyongyang melakukan peluncuran rudal pertamanya tahun 2024 dengan menembakkan rudal balistik berbahan bakar padat jarak pendek KN-23 ke arah Laut Timur. Peluncuran yang dilaksanakan dari suatu daerah di dekat Pyongyang itu mengantarkan rudal KN-23 mencapai jarak 1.000 km sebelum jatuh ke laut antara Korea Utara dan Jepang di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang.

Peluncuran rudal tersebut menandai dimulainya pengujian senjata baru yang diharapkan mampu menyerang pangkalan militer AS di Pasifik Barat, termasuk Guam.

Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan mengutuk peluncuran rudal tersebut dan mengatakan hal itu sebagai tindakan provokatif yang nyata.

JCS menyoroti komitmen militer untuk memantau secara dekat aktivitas Korea Utara. Pernyataan tersebut menekankan pemeliharaan kemampuan dan kesiapan untuk merespons dengan tegas setiap provokasi.

Melihat konstelasi politik dan ketegangan yang terus meningkat antara Korea Utara dengan Korea Selatan, Jepang, dan AS di Semenanjung Korea, menyiratkan bahwa upaya perdamaian antara pihak-pihak yang berseteru sejak lama masih jauh untuk direalisasikan.

Korea Utara tidak akan menyulut perang secara sepihak namun tidak akan menghindar bila terjadi perang. Kata-kata yang diucapkan Kim Jong-un ini mungkin saja memberikan penafsiran bahwa Korea Utara sejatinya juga ingin damai. Namun bisa juga ditafsirkan bahwa Pyongyang memang siap berperang.

Si vis pacem, para bellum, peribahasa Latin mengatakan jika mendambakan perdamaian, maka bersiaplah untuk berperang.

-RNS-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *