ANGKASAREVIEW.COM – Sejak era pesawat komersial Concorde diberhentikan dari layanan penerbangan sipil oleh Air France dan British Airways pada 23 Oktober 2003, dunia seakan kehilangan satu teknologi yang bisa mengantarkan penumpang lebih cepat dari satu tempat ke tempat lainnya.
Ada kesan teknologi menjadi mundur karena layanan penerbangan komersial supersonik sejatinya telah dilaksanakan mulai era 1970-an. Concorde mengudara pedana pada 2 Maret 1969 (artinya teknologi yang digunakan merupakan teknologi 1960-an) dan melayani penerbangan komersial sejak 21 Januari 1976.
Dihitung sejak Concorde mengudara, setengah abad berlalu praktis dunia belum berhasil menciptakan lagi pesawat komersial berkecepatan supersonik. Concorde mampu melaju hingga kecepatan maksimal Mach 2,04 atau 2.180 km/jam pada ketinggian jelajahnya dan membawa penumpang dengan konfigurasi kapasitas 92-128 orang.
Layanan Concorde bertahan selama 27 tahun. Pesawat bersayap delta dan berdesain droop-nose ini adalah salah satu dari dua pesawat komersial berkecepatan supersonik di samping “sang kembaran” Tupolev Tu-144 dari Uni Soviet yang hanya digunakan selama dua tahun saja pada 1977-1978.
Concorde yang bermakna harmoni atau persatuan, dipensiunkan menyusul tragedi tanggal 25 Juli 2000 ketika Air France Flight 4590 nomor registrasi F-BTSC jatuh di Gonesse, Perancis. Pesawat yang baru lepas landas dari Bandara Charles de Gaulle, Paris dengan tujuan Bandara Internasional John F. Kennedy, New York itu terbakar di udara dan jatuh. Dalam kecelakaan ini 100 penumpang dan sembilan awak Concorde plus empat orang di darat, total 113 orang tewas.
Lalu, sekarang apa. Setelah Concorde dimuseumkan, manusia kembali berpikir untuk bisa terbang lebih cepat, lebih nyaman, dan lebih ramah lingkungan. Concorde dengan empat mesin Rolls-Royce/Snecma Olympus 593 Mk 610 afterburning turbojet, di satu sisi memang mendapatkan restriksi operasional karena kebisingan suara mesinnya.
Tidak mau larut dalam stagnasi dan seolah layanan penerbangan komersial supersonik telah sampai pada akhir riwayatnya, kini sejumlah ilmuwan dan insinyur kembali berupaya menghadirkan pesawat terbang layanan komersial berkecepatan supersonik.
Perusahaan Boom yang berbasis Denver, Colorado, Amerika Serikat sedang mendesain pesawat jet komersial berkapasitas 55 kursi dan berkecepatan terbang Mach 2,2 (2.335 km/jam) atau lebih dari dua kali kecepatan suara. Dibandingkan dengan Concorde, kecepatan terbang model pesawat yang diberi kode XB-1 ini lebih tinggi walau masih berada dalam kisaran Mach 2.
Yang membedakan, adalah karena pesawat didesain berbahan komposit serat karbon baru serta mesin turbofan yang tenang dan efisien. Dengan rancangan ini, diharapkan biaya operasional dan tingkat kebisingan pesawat dapat ditekan.
Boom telah mendapatkan dukungan dari Ctrip.com International, raksasa perjalanan online berbasis Shanghai, China. Ctrip berniat menginvestasikan dukungan dana walau nominalnya tidak disebutkan. Ctrip berharap dengan adanya penerbangan supersonik, para pelancong makin banyak datang maupun melakukan perjalanan ke luar negeri dari China.
“Sebagai toko perjalanan satu atap, kami berinvestasi untuk perjalanan masa depan. Kami ingin pengguna kami mendapatkan pengalaman perjalanan futuristik,” ungkap Ctrip dalam layanan surat elektronik sebagaimana dikutip SCMP.
Pasar terbesar
China dikondisikan sebagai salah satu pasar terbesar di dunia untuk perjalanan udara supersonik. Boom dan Ctrip berencana mengeksplorasi penerbangan supersonik ke seluruh dunia, utamanya antara China dan Amerika Serikat.
Boom berkeyanikan sama dengan Ctrip, penerbangan supercepat memberikan alternatif lebih kepada para penumpang yang tidak mau berlama-lama membuang waktu di pesawat. Sejauh apapun jarak tempuh, dengan penerbangan ini menjadi terasa dekat.
“Ketika kita terbang dua kali lebih cepat, dunia menjadi dua kali lebih kecil. Hal ini akan mengubah wilayah yang jauh menjadi tetangga yang dekat,” kata Blake Scholl, pendiri dan kepala eksekutif Boom.
Didirikan pada tahun 2014, Boom didukung oleh sejumlah perusahaan modal ventura termasuk 8VC, Lightbank, dan Y Combinator. Start-up ini telah menerima pre-order 20 pesawat dari Japan Airlines, Desember tahun lalu. Demikian juga Virgin Group menunjukkan minat dengan rencana ikut memesan pesawat.
Boom akan berjuang mewujudkan imajinasi publik seperti halnya Elon Musk yang melontarkan ide membuat layanan penerbangan roket hipersonik komersial. Musk berimajinasi, dengan pesawat rekaannya, New York dan Shanghai dapat dihubungkan dengan hanya 39 menit penerbangan saja.
“Terbang ke sebagian besar tempat di Bumi dalam waktu kurang dari 30 menit atau terbang ke mana saja di Bumi ini hanya dalam waktu paling lama 60 menit sudah sampai,” kata Musk di akun instagram pada 29 September 2017.
Musk juga menandaskan bahwa biaya per kursi untuk layanan penerbangan hipersonik tidak boleh lebih mahal dari biaya tiket ekonomi tarif penuh penerbangan komersial saat ini.
Semua orang tentunya boleh mengkhayal dan membuat cerita fiksi. Dan berawal dari fiksi itu pula seringkali kemudian terlahir/mewujud teknologi baru dari apa yang dipikirkan orang dengan imajinasi-imajinasi liarnya.
Sebuah tim peneliti China pun telah datang dengan desain baru untuk pesawat yang akan melakukan perjalanan dengan kecepatan hipersonik, bukan lagi supersonik. Berarti, pesawat akan melaju pada kecepatan lebih dari 6.000 km/jam (3.700 mph), lebih cepat dari lima kali kecepatan suara. Memang, semua itu masih dalam tataran teori dan model kecil pesawat untuk uji terowongan angin.
Ctrip melihat peluang yang sangat besar pada bisnis penerbangan supersonik/hipersonik komersial, baik untuk penerbangan ke luar negeri maupu penerbangan menuju China dengan membawa lebih banyak wisatawan asing.
Tahun lalu, Ctrip dan China Tourism Academy melaporkan, sebanyak 130 juta wisatawan China melakukan perjalanan ke luar negeri dengan menghabiskan 115 miliar dolar AS pada tahun lalu. Angka yang cukup besar dan bisa dikelola tentunya.
RONI SONTANI