AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Pemerintah Filipina telah mengonfirmasi pertanyaan media bahwa Manila sedang dalam proses membatalkan kontrak pengadaan 16 helikopter Mi-17 dengan Rusia.
Alasan yang disampaikan oleh Manila atas pembatalan ini adalah karena adanya perubahan prioritas sehubungan dengan peristiwa dunia.
Hal itu dikatakan oleh Juru Bicara Departemen Pertahanan Nasional Filipina Arsenio Andolong dalam pernyataan yang dikutip oleh kantor berita nasional Filipina, PNA.
Dikatakan bahwa pemerintah Filipina saat ini sedang melakukan pemutusan kontrak dengan Sovtechnoexport Rusia untuk 16 helikopter Mi-17.
Filipina semasa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte menandatangani pembelian 16 Mi-17 senilai 229 juta USD (sumber lain menyebut 322,3 juta USD) pada November 2021.
Seiring telah lengsernya pemerintahan Duterte, pemerintah baru Filipina yang dipimpin Presiden Ferdinand Marcos Jr. (biasa dipanggil Bongbong) pun merevisi keputusan kontrak akuisisi helikopter tersebut.
“Kami siap untuk memulai dialog diplomatik dengan pihak Rusia mengenai hal-hal yang timbul dari pembatalan proyek,” kata Andolong.
Dia menambahkan, Manila juga sedang dalam upaya untuk mengambil uang muka 48,2 juta USD yang telah dibayarkan pada bulan Januari 2022.
Pada Maret 2022 semasa Duterte masih berkuasa, Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menyatakan bahwa pengadaan helikopter akan terus berlanjut meskipun adanya invasi Rusia terhadap Ukraina dan ancaman undang-undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi Act (CAATSA).
Filipina membutuhkan helikopter Mi-17 sebagai helikopter angkut berat untuk kebutuhan pengangkutan personel dan bantuan penanganan bencana alam. Mi-17 memiliki kabin yang luas serta adanya pintu belakang (ramp door).
Mi-17 dinilai sangat cocok dengan kebutuhan Filipina. Namun pemerintahan baru telah menentukan kebijakan lain dari pendahulunya.
-Poetra-