ANGKASAREVIEW.COM – Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna, S.E., M.M., mengatakan, pesawat tempur taktis Hawk 100/200 TNI AU dalam beberapa tahun ke depan sudah harus mendapat pengganti.
Pesawat Hawk 100/200 buatan BAE Systems mengisi jajaran TNI AU mulai tahun 1995 sehingga akan berusia 25 tahun pada 2020 atau 30 tahun pada 2025.
KSAU mengungkapkan hal itu menjawab pertanyaan wartawan saat melakukan kunjungan kerja ke Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, Kamis (29/3/2018).
“Ke depan, secara bertahap pesawat Hawk akan kita ganti dengan pesawat yang baru yakni pesawat generasi 4,5 (empat setengah),” ujarnya.
Ia menjelaskan, penggantian pesawat Hawk 100/200 ini akan dilaksanakan mulai tahun 2020.
Saat dikonfirmasi, KSAU ke-22 alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) 1986 ini membenarkan. TNI AU bahkan mengusulkan pengganti Hawk 100/200 adalah yang paling canggih.
“Sesuai Rencana Strategis dan MEF IV kita akan remajakan secara bertahap (pesawat Hawk 100/200) mulai Renstra ke IV (2020-2024),” ujar KSAU kepada Angkasa Review, Sabtu (31/3).
“Penggantinya direncanakan pesawat tempur generasi 4,5 atau di atasnya. Proses pengusulan (pengajuan) dan lain-lain saat ini sedang berjalan,” tambah Marsekal Yuyu.
KSAU tidak menyebut pesawat apa saja yang menjadi kandidat. Ia hanya menegaskan bahwa kriterianya adalah pesawat tempur generasi empat setengah atau di atasnya.
Bila kita telusuri, istilah pesawat generasi 4,5 selama ini menjadi “label” bagi proyek KF-X/IF-X yang tengah dikembangkan oleh Korea Selatan dan Indonesia. Pesawat berkarakter stealth (siluman) ini berada pada tingkatan di atas F-16 dan di bawah F-35. Belum ada berita lanjutan mengenai kelangsungan proyek bersama ini.
Namun sejatinya, pengistilahan generasi pesawat tempur datang dari Amerika Serikat yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain. Yang membedakan generasi 4,5 dan 5 dari generasi 4 yang banyak digunakan saat ini, sesungguhnya lebih terletak pada kemampuan radar, sistem elektronika canggih, dan persenjataan yang digunakan.
Rusia misalnya, memberi cap generasi 4++ bagi Su-35S atau Su-30SM yang merupakan kelanjutan dari pengembangan basis keluarga Su-27 Flanker. Sementara Swedia tidak memberikan cap generasi bagi pesawat tempur terbarunya Gripen E walau sudah dilengkapi radar AESA dan rudal jarak jauh.
Sejumlah pesawat tempur generasi keempat pun kini ramai-ramai ditingkatkan kemampuan radar dan persenjataannya sehingga dapat saja dikategorikan sebagai pesawat generasi 4,5 atau 4++. Ceruk pasar pesawat tempur dunia saat ini misalnya, ramai diperebutkan oleh Eurofighter Typhoon, Dassault Rafale, F-15E Strike Eagle, F-16 Viper, F/A-18E/F Super Hornet, Su-30 varian terbaru, Su-35, maupun Gripen E atau MiG-35 selain tentunya F-35 yang mulai dibanggakan oleh negara-negara penggunanya. Ada pula pilihan lain seperti JF-17 Thunder buatan China-Pakistan yang kini juga akan di-upgrade menggunakan radar AESA.
Sementara untuk generasi kelima, selain F-35A/B/C Lightning II, masih ada FC-31 (J-31) Gyrfalcon dari China dan Su-57 dari Rusia. Adapun J-20 Black Eagle yang dikatakan China setara F-22 Raptor, belum direncanakan untuk dijual ke negara lain.
Kita tunggu, pesawat apa nanti yang akan menjadi pilihan pengganti Hawk 100/200. Bisa meneruskan tipe yang sudah dimiliki TNI AU atau membeli tipe yang baru sesuai kebutuhan.
Semua tergantung kepada sejumlah pertimbangan yang akan diputuskan oleh Kementerian Pertahanan, baik menyangkut aspek teknis maupun politis. Lebih dari itu, faktor penganggaran juga berpengaruh karena akan melibatkan persetujuan lintas kementerian, parlemen, dan juga Bappenas. (RON)