AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Walau F-35B memiliki kemampuan lepas landas secara vertikal, cara ini jarang digunakan pada saat F-35B ini akan terbang.
Sebab, pada saat mau melaksanakan misi, pesawat mengangkut bahan bakar dan muatan penuh (full).
Sehingga, dibutuhkan tenaga yang sangat besar pula untuk mengangkatnya ke udara.
Cara ini tidak efisien bila dilakukan pada keadaan normal karena akan boros akibat memerlukan thrust yang sangat besar.
Maka dari itu, saat lepas landas dari kapal induk F-35B lebih memilih menggunakan cara kedua. Yaitu short take off atau lepas landas dengan jarak yang pendek.
Ketika melakukan cara ini, mesin F-35B akan ditekuk miring ke bawah dan penutup kipas pengangkat (lift fan) yang terletak di belakang kokpit dibuka.
Selain mendapatkan gaya angkat dari mesin dan kipas, gaya angkat pesawat juga dihasilkan dari sayap pesawat.
Pada saat sudah melewati ujung landasan dan pesawat terangkat, mesin akan ditekuk lagi hingga vertikal agar pesawat lebih terangkat.
Dengan cara tersebut tenaga yang dibutuhkan untuk lepas landas pun jauh lebih kecil dibanding harus melakukan lepas landas secara vertikal sejak dari awal.
Penggunaan landasan model ski-jump seperti di kapal induk Angkatan Laut Inggris HMS Queen Elizabeth, lebih membantu proses lepas landas F-35B secara lebih efisien.
Sementara untuk pendaratan, F-35B akan menggunakan cara mendarat secara vertikal.
Hal ini mengingat beban muatan pesawat telah berkurang dan dengan cara ini pesawat ‘lebih mudah’ dan lebih aman saat melakukan pendaratan di kapal induk.
Secara umum F-35B dirancang sebagai pesawat STOVL (short take-off and vertical landing).
Pesawat ini juga dirancang dapat melakukan lepas landas dan mendarat secara konvensional di landasan yang panjang.
-RNS-