AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Boeing akan menyediakan sistem pelatihan pesawat patroli maritim P-8A Poseidon untuk Angkatan Udara Selandia Baru melalui kontrak senilai 109,15 juta dolar AS (USD).
Sistem pelatihan tesebut mencakup satu Operational Flight Trainer (OFT) dengan satu OFT Brief/Debrief Station (BDS), satu Weapons Tactics Trainers (WTT) dengan satu WTT BDS, satu one 10-seat flight management systems trainer electronic classroom berkapasitas 10 kursi, satu mission systems desktop trainer electronic classroom berkapasitas 10 kursi, satu pusat dukungan sistem pelatihan, satu stasiun generasi skenario, satu unit pelatih pemeliharaan virtual, satu kabinet dukungan pemeliharaan, dan satu maintenance electronic classroom berkapasitas 10 kursi.
Selain itu ada tambahan dukungan perangkat lunak, buku dan publikasi, kontrak, logistik, asistensi manajemen teknik untuk pengembangan, produksi, pengujian dan pengiriman di dalam negeri, serta instalasi dan inspeksi sistem pelatihan.
Baca Juga: Perkuat Sektor Keamanan Maritim, Australia Sudah Terima 8 P-8 Poseidon
Poseidon membeli empat unit P-8A Poseidon buatan Boeing dengan pendanaan dari Angkatan Laut Amerika Serikat (USN).
Empat P-8A untuk menggantikan armada P-3K2 Orion
Pada Maret 2020, Boeing dan USN menandatangani pengadaan 18 pesawat P-8A di mana empat di antaranya untuk Selandia Baru.
Pengiriman pesawat pertama P-8A ke Selandia Baru diharapkan dapat dilaksanakan pada 2022 dan selesai seluruhnya pada 2024.
Pesawat akan digunakan oleh Royal New Zealand Air Force untuk menggantikan peran P-3K2 Orion buatan Lockheed yang telah digunakan sejak 1960-an.
Dalam rangka penyiapan pengoperasian armada Poseidon, pada Desember tahun lalu pemerintah Selandia Baru telah memulai pekerjaan infrastruktur di Pangkalan RNZAF Ohakea.
Baca Juga: Selandia Baru beli 5 C-130J plus simulator senilai 1 miliar dolar AS
Infrastruktur disiapkan untuk perumahan kru, perbaikan jalan, fasilias simulator pemeliharaan, pusat operasi, hanggar, pergudangan, pembuatan apron, perbaikan landasan pacu dan lainnya.
Total biaya dari kedua fase tersebut mencapai 135 juta USD. Pengerjaan infrastruktur diharapkan selesai pada awal 2022 jelang kedatangan armada pertama.
Roni Sontani
daripada bingang bingung mau mboyong alutsista uwak Sam utk menyeimbangkan neraca dagang plus waiver CAATSA mbok ya iki wae bungkus, ambil tiga biji kasi Skad 5…wong ya kalo tuk maintenance 737 series jelas AU n GMF paling ya dah khatam (daripada bingung milih teen series hehehe) jangan lupa torpedo n harpun juga diboyong supaya ada taringnya (kalo si pesawat jadi dibeli lho)
kalo tuk burung petarung jelas Rafale wae, toh paklik Macron dah mau ngasi state credit lunak tuk RI, Rafale itu satu2nya delta wing fighter yg bebas komponen US lho, jadi resiko embargo nol persen gan..