ANGKASAREVIEW.COM – Tak ketinggalan dengan kemajuan rancang bangun pesawat sayap tetap (fixed wing) baik jet tempur maupun pesawat angkut, secara signifikan pengembangan wahana sayap putar alias helikopter buatan industri dalam negeri China juga melaju dengan kencang.
Selain heli serang WZ-10 dan WZ-19, muncul juga heli angkut medium-berat Z-18 yang sebanding dengan AW-101 dan semuanya telah resmi bergabung dengan Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA). Kini giliran heli angkut medium serbaguna terbaru mereka, Z-20 yang konon katanya sekelas dengan UH-60 Black Hawk dikabarkan telah diperintahkan untuk berdinas meski dalam jumlah terbatas.
Meski telah tesedia Z-18, militer China masih membutuhkan heli yang lebih kecil untuk digunakan dalam operasi pengangkutan, penyebaran dan penyerbuan jarak pendek yang gesit serta tangkas. Spesifikasi yang diidamkan termasuk bisa ditempatkan di atas semua kapal perang milik Angkatan Laut (PLA Navy), lantaran Z-18 hanya terbatas pada kapal perusak dan kapal induk saja.
Foto terkini yang beredar di dunia maya soal Z-20, helikopter berkelir gelap ini telah mengenakan lencana Angkatan Udara (PLA Air Force). Heli bernomer ekor 635 dan 636 terlihat sedang menjalani uji kemampuan terbang pada ketinggian tinggi di Provinsi Gansu di akhir tahun 2017 silam.
Baca Juga:
Terbang Perdana, Bell V-280 Valor Siap Jadi Pengganti Black Hawk
Ini Dia, Heli Serbu Baru H160M Pengganti SA342 Gazzelle
Z-20 (Zhi-20) dibangun oleh pabrik helikopter Harbin (HAIG). Pengembangan proyek helikopter kelas 10 ton ini mulai disiarkan tahun 2006, di mana sebuah model skala kecil dari Z-20 diperlihatkan pada ajang Zhuhai Airshow tahun itu. Z-20 sendiri baru melakukan penerbangan perdananya tanggal 23 Desember 2013.
Suka tak suka, diakui atau tidak, Z-20 yang dijuluki “Black Hawk China”, bahkan disebut dengan julukan ejekan ‘CopyHawk’. Namun perlu diketahui, pengembangan helikopter ini dilakukan dengan cara rekayasa balik (reverse engineering) dari heli Sikorsky S-70C (varian sipil UH-60) yang dibeli China tahun 1984 sebanyak 24 unit dan digunakan oleh Angkatan Udara (PLAAF).
Meski sepintas penampakannya sama, namun perbedaan yang bisa dilihat mata antara Z-20 dengan UH-60 yakni penggunaan 5 bilah rotor utama pada Z-20 sedang UH-60 hanya 4. Lalu batang ekor Z-20 yang sedikit lebih ramping dan roda belakang yang digeser ke ujung bawah sirip ekor.
Tak sekedar menjiplak, China juga menyematkan teknologi aviasi terkini yang telah dikuasainya pada Z-20. Helikopter ini telah disematkan sistem kontrol penerbangan FBW (flight-by-wire) juga sistem navigasi berbasis satelit BeiDou (Big Dipper) yang dipasang di atas tulang ekor dekat rotor belakang.
Dahsyatnya, dibekali mesin turboshaft buatan lokal yang menjadi dapur pacu WZ-10, mesin tersebut mampu menghasilkan daya sekitar 2.145 shp. Artinya, tenaga helikopter ini jauh lebih kuat dari mesin terbaru milik UH-60, yakni GE T700-701D yang hanya mampu memberi daya sebesar 2.011 shp.
Meski ini belum ada pembuktian nyata, kemampuan Z-20 digadang setara dengan UH-60 karena mampu mengangkut 12-15 pasukan atau muatan hingga 4 ton internal dan 1 ton eksternal.
Sementara Z-20 segera diproduksi masal, sang Black Hawk ‘Asli’ kini sedang disiapkan penggantinya dalam program Future Vertical Lift-Medium. Program tersebut telah memilih dua finalis, yakni Bell V-280 Valor dan Sikorsky SB-1 Defiant. Bagi heli pemenang program ini, tentunya ia akan menggantikan seluruh armada Black Hawk Angkatan Darat AS secara bertahap. (Rangga Baswara)