AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Sekawanan jet tempur F-22 Raptor telah merapat ke Guam. Pesawat-pesawat siluman dari Skadron Tempur ke-94, Wing Tempur ke-1, Angkatan Udara AS (USAF) itu mendarat di Pangkalan Angkatan Udara Andersen.
USAF menerangkan, ada sebuah misi yang diemban oleh kelompok pesawat yang hanya dimiliki oleh AS itu.
Keterangan menyebutkan, mereka akan berlatih dengan kekuatan sekutu di wilayah Pasifik Barat.
USAF menuliskan, F-22 merupakan komponen penting dari Gugus Tugas Serangan Global. Pesawat tempur taktis ini dirancang untuk menguasai pertempuran udara dengan cepat pada jarak jauh dan mengalahkan segala ancaman yang mencoba menghalangi kekuatan militer AS. Dikatakan, F-22 tidak dapat ditandingi oleh pesawat tempur mana pun yang telah dibuat saat ini.
F-22 lahir dari kompetisi Advanced Tactical Fighter untuk USAF
F-22 Raptor merupakan pesawat tempur kursi tunggal generasi kelima yang dibuat khusus oleh Lockheed Martin untuk USAF.
Pesawat ini lahir dari program Advanced Tactical Fighter (ATF) yang menggelar kompetisi rancangan untuk menghasilkan pesawat tempur superioritas udara yang juga memiliki kemampuan serangan darat, peperangan elektronik, dan intelijen sinyal.
Lockheed Martin sebagai kontraktor utama membangun sebagian besar badan pesawat dan sistem persenjataan F-22 serta melakukan perakitan akhirnya.
Dalam membuat pesawat ini, Lockheed yang kala itu berkolaborasi dengan General Dynamics dan Boeing saat mengajukan prototipe YF-22, membagi pekerjaan kepada Boeing. Yaitu, untuk membuat bagian sayap, badan pesawat bagian belakang, integrasi avionik, dan sistem pelatihan. Sementara General Dynamics melebur ke dalam Lockheed Martin.
F-22 tidak bisa dijual ke negara lain berdasarkan Undang-Undang AS
Belakangan ramai diberitakan bahwa Israel menghendaki F-22 Raptor sebagai kompensasi dari akan dijualnya 50 F-35A kepada Uni Emirat Arab oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Permintaan itu pun tampaknya telah disetujui, walaupun sebenarnya ini adalah tindakan yang melanggar Undang Undang AS yang telah disahkan oleh Kongres.
Menurut hukum Federal AS, F-22 tidak dapat diekspor ke negara mana pun karena teknologi yang ada pada pesawat ini sangat rahasia dan dilindungi. AS mencegah sedemikian rupa agar rahasia-rahasia teknologi yang dikembangkan pada F-22 tidak terbongkar oleh negara lain, khususnya China dan Rusia.
Sementara untuk F-16, F-15, dan F-35, Washington tetap melakukan penjualan walaupun dengan persyaratan ketat yang harus dipenuhi serta jumlah pesawat yang ditentukan oleh Washington berdasarkan pertimbangan geo-politik dan kesetimbangan kekuatan militer kawasan.
Tidak semua negara bisa mendapatkan pesawat-pesawat tempur buatan AS, khususnya F-15 dan F-35 yang sangat dibatasi negara penggunanya.
Australia dan Jepang merupakan dua negara yang telah mengajukan pembelian F-22, namun ditolak mentah-mentah oleh Washington.
Pelarangan penjualan F-22 telah disahkan pada September 2006 atau setahun setelah pesawat ini digunakan oleh USAF.
F-22 terus disempurnakan
Pesawat F-22 kelompok pertama yang digunakan oleh USAF tahun 2005 adalah F-22 Block 20. Pesawat ini kemudian mendapatkan peningkatan dari avionik sehingga memungkinan pesawat dapat membawa Joint Direct Attack Munitions (JDAM).
Sertifikasi untuk radar AN/APG-77 (V) 1 yang ditingkatkan selesai diintegrasikan di F-22 pada Maret 2007. Mulai produksi Lot 5, seluruh F-22 Block 20 telah dilengkapi dengan radar yang menggabungkan mode udara-ke-darat ini.
Pengembangan pesawat pada Block 30 dan seterusnya, memberikan peningkatan kemampuan serangan darat melalui pemetaan radar aperture sintetis dan pencarian arah pemancar radio, serangan elektronik, dan integrasi bom diameter kecil (SDB).
Integrasi pada Block 20 mulai diuji tahun 2009 dan pesawat upgrade pertama dikirimkan ke USAF pada 2011.
F-22 pernah mengalami masalah terkait kekurangan oksigen. Masalah ini kemudian diselesaikan dengan penambahan sistem oksigen cadangan otomatis (ABOS) dan sistem pendukung kehidupan sejak tahun 2012.
Baca Juga: Dipimpin kelompok F-22, USAF lakukan ‘Moose Walk’ di Alaska
Pengembangan berikutnya adalah Block 35/40. Proses peningkatan dilaksanakan pada dua bagian, yaitu sistem peperangan elektronik, komunikasi dan identifikasi, serta peningkatan geolokasi dan sistem manajemen penyimpanan baru yang dapat mengintegrasikan rudal AIM-9X dan AIM-120D.
Untuk mengaktifkan komunikasi dua arah dengan platform lain, F-22 dilengkapi dengan Battlefield Airborne Communications Node (BACN) sebagai perantaranya.
Pada 2019, F-22 menjalani peningkatan lagi untuk kemampuan kriptografi dan stabilitas avionik.
Modernisasi lainnya yang dilakukan pada 2020, adalah pengintegrasian sistem yang lebih modern, yaitu radio Multifunctional Information Distribution System-Joint (MIDS-J) untuk menggantikan Link-16.
Peningkatan lainnya, berfokus pada sistem arsitektur terbuka untuk pengembangan perangkat lunak yang gesit dan terus berkembang cepat di masa mendatang.
F-22 akan digunakan hingga pesawat generasi keenam telah siap menggantikannya
Pada tahun 2024, dijadwalkan peningkatan paruh baya (MLU) F-22 akan dimulai. Program ini mencakup peningkatan sensor dan antena baru, penyegaran perangkat keras, peningkatan kokpit, dan tampilan yang dipasang di helm serta sistem isyarat.
Baca Juga: Tujuh pembom Tu-142MK Rusia dibayang-bayangi F-22 dan F-16
Peningkatan lain yang sedang dikembangkan, adalah fungsionalitas IRST untuk AN/AAR-56 Missile Launch Detector (MLD) dan lapisan siluman yang lebih tahan lama seperti yang digunakan oleh F-35.
F-22 baru digunakan dalam operaionalnya di USAF selama 15 tahun. Paling tidak, masih ada masa penggunaan minimal hingga 2035 sebelum pesawat-pesawat tempur generasi keenam mulai bermunculan.
AS sendiri sudah menyiapkan pengganti F-22, walau hingga saat ini masih dirahasiakan.
Roni Sontani