AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Dua anggota Senat AS dari Partai Demokrat berharap Washington menunda potensi penjualan jet tempur F-35 Lightning II kepada Uni Emirat Arab.
Hal itu mengacu kepada Rancangan Undang-Undang (RUU) keamanan ekspor F-35 tahun 2020 yang diperkenalkan pada 20 Oktober.
Mengacu kepada RUU tersebut, penjualan F-35 kepada Abu Dhabi dimungkinkan untuk diblokir bila pemerintah AS gagal memenuhi kriteria tertentu.
Jika diadopsi, kata kedua anggota Senas AS seperti diberitakan Defense News, “Secure F-35 Exports Act of 2020” dapat berdampak luas pada penjualan jet tempur buatan Lockheed Martin di masa depan ke negara-negara lain di Timur Tengah.
Dijelaskan, RUU tersebut akan meminta Gedung Putih untuk memberikan laporan yang merinci risiko-risiko teknis dari dilaksanakannya penjualan F-35 ke negara mana pun yang bukan anggota NATO atau bukan sekutu AS seperti Jepang, Korea Selatan, Israel, Australia, atau Selandia Baru.
Dalam hal penjualan F-35 ke negara-negara di Timur Tengah, Gedung Putih juga harus menyatakan beberapa hal yang menjelaskan bahwa hal itu tidak akan merusak kesepakatan dengan Israel di mana AS tidak akan mereduksi kualitatif militer Israel.
Disebutkan juga bahwa pelanggan F-35 telah memenuhi kriteria tertentu terkait hak asasi manusia dan tidak punya catatan telah mentransfer senjata AS ke kelompok teroris, milisi, atau musuh lain dari Amerika Serikat atau Israel.
Para senator penulis undang-undang tersebut, yaitu Senator New Jersey Bob Menendez dan Senator California Dianne Feinstein, berpendapat bahwa Presiden Donald Trump telah mempercepat penjualan F-35 ke UEA tanpa memberikan Kongres, Departemen Luar Negeri, dan Pentagon memiliki cukup waktu untuk meninjau apakah kesepakatan itu akan membahayakan Israel atau tidak.
Dikatakan membahayakan Israel, karena AS akan memberikan teknologi yang setara kepada tetangga Israel.
Presiden juga harus menyatakan bahwa pelanggan Timur Tengah belum memperoleh teknologi asing yang dapat membahayakan F-35, terutama peralatan dari Rusia atau China.
Hal ini untuk mencegah situasi yang mirip dengan dikeluarkannya Turki dari Program F-35 setelah Ankara membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia.
AS, kata kedua Senator, harus memastikan mitra terpentingnya di Timur Tengah yaitu Israel, untuk mempertahankan keunggulan militer kualitatif mereka atas semua musuh potensial.
Tidak dijelaskan, apakah RUU ini nantinya juga akan berlaku bagi penjualan empat F-35B yang persetujuannya telah dilaksanakan pada awal tahun ini.
Kemudian masih ada Swiss dan Finlandia yang juga mempertimbangkan untuk membeli F-35 dan negara-negara non-NATO lainnya jika RUU itu disahkan.
Sementara itu disinyalir, pemerintah AS mempercepat penjualan F-35 ke Eropa dan kawasan Asia-Pasifik untuk menghindari rintangan birokrasi yang ditimbulkan oleh RUU baru ini.
Yang jelas, RUU ini akan menciptakan hambatan yang lebih sulit untuk pembelian F-35 oleh pelanggan Timur Tengah.
Di sisi yang lain, pasar persenjataan Timur Tengah kini muncul dan sebagian besar belum dimanfaatkan untuk penjualan F-35.
UEA telah berkeinginan untuk memiliki F-35 sejak 2009. Pada Dubai Air Show 2017, UEA menyatakan secara resmi minatnya untuk membeli 24 unit F-35A. Namun saat itu belum mendapat tanggapan lanjutan dari Washington.
Keinginan UEA untuk membeli F-35A muncul kembali seiring normalisasi hubungannya dengan Israel yang difasilitasi oleh pemerintahan Presiden Donald Trump tahun ini.
Roni Sontani