AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Pesatnya perkembangan dan penggunaan drone di Indonesia, dan bahkan di dunia, telah membuat regulator penerbangan di berbagai negara menyusun ketentuan-ketentuan penerbangan drone agar tidak mengganggu dan membahayakan penerbangan pada umumnya.
Di Indonesia aturan itu antara lain telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 37 Tahun 2020 tentang “Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia”.
Banyak pasal-pasal yang harus diketahui publik, terutama oleh para pengguna drone, agar tidak salah kaprah dalam menerbangkan drone. Aturan-aturan tersebut dapat diunduh di dalam jaringan, antara lain dari laman Kementerian Perhubungan.
Ketidaktahuan dan pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut, selain dapat membahayakan penerbangan, juga pelaku terancam sanksi pidana dan sanksi administratif.
Pengenaan sanksi dilaksanakan berdasarkan hasil pengawasan sesuai dengan kondisi terhadap mereka yang melanggar wilayah kedaulatan dan keamanan udara, mengancam keselamatan dan keamanan penerbangan, memiliki dampak ancaman terhadap pusat pemerintah, pusat ekonomi, objek vital nasional dan keselamatan negara, tidak memiliki persetujuan, dan beroperasi tidak sesuai dengan persetujuan yang diberikan.
Paban II/Puanpotdirga (Kemampuan Potensi Dirgantara) Spotdirga TNI AU, Kolonel Pnb Agung “Sharky” Sasongkojati, dalam kegiatan bertema “Cinta Dirgantara” di Pusat Pendidikan Kedirgantaraan Gerakan Pramuka (Pusdirga) Cibubur, Jakarta Timur pada Sabtu, 8 Agustus 2020 menjelaskan hal itu kepada komunitas milenial pecinta kedirgantaraan.
Kegiatan “Cinta Dirgantara” diselenggarakan oleh Puspotdirga TNI AU dengan menyuguhkan beberapa kegiatan, antara lain penerbangan aerobatik oleh Marsyda (Purn) Eris Herryanto, joy flight menggunakan pesawat trike oleh Puspotdirga, pameran pesawat statik, pameran drone, pameran aeromodeling, kegiatan fotografi, sosialisasi tentang keselamatan penerbangan, dan lainnya.
Sharky mengatakan mengatakan, drone tidak bebas terbang tanpa mengantongi izin terbang di ruang udara yang dikendalikan (controllable airspace), baik berupa izin terbang komersial maupun izin terbang rekreasional.
“Untuk izin komersial melalui Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan. Semetnara untuk izin penerbangan rekreasional dibantu oleh TNI AU melalui FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) sebagai regulator olahraga dirgantara nasional,” ujar mantan Sesdispotdirga ini.
Ia menambahkan, ada sanksi pidana dan administratif yg cukup berat bagi penerbangan drone tanpa izin, kecuali terbang non survei pemetaan di ruang udara yang tidak dikendalikan (uncontrollable airspace) atau di ruang udara G dengan ketinggian dibawah 120 m (400 ft).
“Jika mau terbang di controllable airspace maka penerbang drone sebaiknya minta izin dan telah lulus sertifikasi remote pilot agar paham aturan regulasi penerbangan demi keselamatan dan keamanan,” tegasnya.
TNI AU mencatat, saat ini di Indonesia terdapat 300-an komunitas/klub drone. Sebanyak 1.800 orang telah lulus dan mendapatkan lisensi remote pilot dari FASI.
“Untuk drone rekreasional sendiri saat ini terdapat lebih dari 20.000 unit yang dioperasikan di Indonesia,” tambah Kolonel Agung yang selalu memantau dan memberikan pengarahan kepada para remote pilot yang akan melakukan penerbangan menggunakan drone melalui grup whatsapp (WA).
Para remote pilot berikut tim yang akan melakukan penerbangan pun menyampaikan laporan sebelum dan sesudah penerbangan agar semua terpantau.
Roni Sontani