AIRSPACE REVIEW (angkasareview.com) – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjawab teka-teki apakah Turki akan melanjutkan pembelian sistem pertahanan udara (sishanud) S-400 Triumf dari Rusia atau tidak sebagaimana diultimatum oleh Amerika Serikat (AS).
Dalam pidato di ibu kota Ankara, Erdogan menegaskan bahwa kesepakatan untuk membeli S-400 dari Rusia telah ditutup. Maksudnya?
“Saya tidak mengatakan bahwa Turki membeli sistem S-400. Saya mengatakan bahwa Turki telah membeli persenjataan itu dan hal ini merupakan kesepakan yang sudah selesai,” ujar orang nomor satu di negeri dua benua tersebut. Pernyataan Erdogan disiarkan oleh NTV dan ditulis TASS pada Kamis (13/6/2019).
Erdogan juga menandaskan, pihaknya tidak membutuhkan persetujuan siapapun (negara lain) dalam hal memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan industri pertahanan dalam negeri Turki.
“Apakah kami tidak meminta Amerika Serikat untuk menjual sistem pertahanan kepada kami (tertulis US)? Kami melakukannya, tetapi mereka katakan ‘tidak’. Kami diberi tahu bahwa Kongres AS tidak akan membiarkan hal ini terjadi,” lanjutnya.
Hal lain yang kemudian ditegaskan juga oleh Erdogan dalam pidatonya itu, adalah bahwa pembelian S-400 dalam upaya membuka kerja sama produksi bersama sistem persenjataan andal ini.
“Kami menandatangani kontrak ini bukan hanya karena harganya bagus, tetapi juga untuk peluang produksi bersama. Saya harap kami akan segera memulainya,” ucap Erdogan.
Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk Turki Alexey Yerkhov pada hari Rabu di Moskow menyatakan, Rusia akan menghormati semua komitmennya berdasarkan kesepakatan.
“Rusia telah memikul kewajiban tertentu kepada Rebuplik Turki dan Rusia secara fair akan memenuhi kewajiban itu. Untuk itu, upaya bersama para ahli dari negara kita akan diperlukan,” ujarnya.
Sergei Chemezov yang mengepalai korporasi perusahaan negara Rusia Rostec memperkirakan pasokan sistem S-400 akan dimulai dalam dua bulan ini.
Di pihak yang lain, AS telah berulang kali memperingatkan Turki atas keputusan membeli sishanud S-400 Triumf dari Rusia. Namun Ankara sedikit pun tidak mengindahkannya. AS kemudian memberlakukan sanksi berupa penghentian suku cadang bagi F-35A yang dibeli Turki yang kini digunakan untuk melatih 42 pilot AU turki di Luke AFB dan Eglin AFB.
Tidak hanya itu, paling lambat per 31 Juli 2019 AS akan mengusir seluruh pilot AU Turki dari kedua pangkalan udara di AS tempat mereka berlatih dan tidak memperkenankan mereka untuk memasuki kembali kedua pangkalan militer tersebut.
AS juga akan memblokir pengiriman siswa pilot F-35A gelombang berikutnya yang akan dikirim oleh Turki ke Negeri Paman Sam terkait pembelian F-35A.
Turki telah berkomitmen untuk membeli 100 F-35A dan akan mengakuisisi sedikitnya 30 jet siluman ini hingga tahun 2024. Saat ini empat unit F-35A telah diterima Turki dan dua unit lagi masih menunggu untuk proses serah terima.
Sementara itu, Lockheed Martin selaku produsen jet F-35 berharap, kerja sama dengan Turki dalam kemitraan Program F-35 dapat diteruskan. Turki menjadi mitra ketujuh di luar AS dalam program ini.
Bila dihentikan, kata Lockheed Martin, maka hal itu dapat mengganggu rantai pasokan (supply chain) komponen produksi F-35. Lockheed Martin pun harus segera mencari penyuplai baru komponen-komponen F-35 yang sangat dibutuhkan. Bila tidak segera tertangani, hal ini akan berakibat buruk mengganggu produksi dan jadwal pengiriman F-35 kepada para pemesan.
Meski demikian, Lockheed Martin menyerahkan keputusan terbaik kepada pemerintah dan Kongres AS.
Presiden Turki merasa kesal terhadap langkah yang diambil AS. Ia menandaskan, Ankara tidak hanya membeli F-35 melainkan juga merupakan mitra produksi pesawat ini.
“Kami tidak hanya membeli jet F-35, kami juga mitra dalam produksi mereka,” ucap Erdogan dalam tayangan yang disiarkan Haber Turk TV.
Untuk diketahui, dalam program kemitraan produksi F-35 ini Turki telah menginvestasikan uang muka sebesar 1,25 miliar dolar AS (The Drive, 7/6/2019).
Presiden Erdogan berharap, penyelesaian masalah S-400 dapat dituntaskan dalam rencana pertemuannya dengan Presiden AS Donald Trump di Jepang pada akhir bulan ini.
“Trump dan saya akan berada di Jepang akhir bulan ini, dan saya berharap bahwa kita akan memiliki kesempatan untuk bertemu dan membahas masalah ini. Tetapi, dimungkinkan juga untuk membahasnya melelui telepon sebelum kunjungan ke Jepang,” jabar Erdogan dikutip TASS.
Turki membeli S-400 Triumf dari Rusia senilai 2,5 miliar dolar AS melalu kontrak yang ditandatangani pada September 2017.
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar saat itu menyatakan, operasionalisasi sistem S-400 oleh Turki akan dimulai pada Oktober 2019.
Turki kemudian meminta pengiriman S-400 dapat dipercepat dan kini ramai diperbincangkan bahwa Rusia menyanggupi pengiriman sishanud ini pada bulan depan.
Sebelumnya, Turki juga telah mengirimkan para personel pengawak S-400 untuk berlatih di Rusia. Kedua hal ini pula yang menyulut keluarnya ancaman pengusiran 42 pilot AU Turki dari AS bila Turki tetap melanjutkan pembelian S-400.
Turki menjadi negara anggota NATO pertama yang (nekat) membeli S-400 dari Rusia. AS khawatir Turki akan mengintegrasikan sishanud ini dengan F-35A milik AU Turki yang hal itu justru akan memungkinkan para insinyur Rusia mengetahui rahasia-rahasia jet siluman F-35.
Di sisi yang lain AS juga mengkhawatirkan kehadiran S-400 di tangan Turki justru akan mengancam keselamatan pesawat AS dan NATO karena sistem pertahanan udara ini mengenali pesawat-pesawat militer Barat sebagai pesawat musuh.
Roni Sontani