Faktor-faktor Ini Sebabkan Masih Tingginya Angka Black Flight di Indonesia

SukhoiTNI AU

ANGKASAREVIEW.COM – Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) memiliki data otentik mengenai masih tingginya angka pelanggaran wilayah udara di Indonesia saat ini. Sejumlah penerbangan pesawat tak berizin (black flight) yang masuk dan melintasi wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berhasil dicegat untuk kemudian diusir atau dipaksa mendarat (force down).

Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan seolah pesawat-pesawat asing tersebut tak jera masuk ke wilayah udara NKRI tanpa mengurus terlebih dahulu persyaratan yang ditetapkan?

“Pertama, ada anggapan bahwa kalau masuk ke wilayah udara Indonesia ini maka mereka tak akan mendapatkan tindakan. Mereka mengurus perizinan melintas ke negara lain, tapi untuk ke Indonesia ini mengabaikan,” ujar Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Marsekal Muda TNI Imran Baidirus pada acara Komunikasi Sosial (Komsos) Kohanudnas, di Markas Kohanudnas, Jakarta, Rabu (27/2/2019).

Faktor kedua, lanjutnya, kendali ruang udara Flight Information Region (FIR) di sebagian wilayah Indonesia Barat yang masih dipegang Singapura hingga saat ini, juga memberikan andil terhadap tingginya kejadian ini.

“Karena, Aeronautical Information Publication (AIP) Singapura tidak mengharuskan meminta perizinan kepada Indonesia meskipun melintasi wilayah teritorial Indonesia. Padahal, dari sisi pertahanan udara hal itu merupakan pelanggaran kedaulatan karena pesawat asing memasuki wilayah Indonesia tanpa izian (aerial instrussion),” jelas Baidirus.

Tahun 2018, dari 163 pelanggaran wilayah udara nasional, sebanyak 79 kali dilakukan oleh pesawat sipil, 78 kali oleh pesawat miiter, dan 6 kali oleh objek tak dikenal.

SukhoiRoni Sontani

Imran Baidirus menyatakan, menghadapi persoalan ini ada sejumlah faktor yang kiranya perlu segera dilaksanakan baik dari sisi kebutuhan sistem kesenjataan maupun perangkat pendukung lain seperti undang-undang.

Di antaranya adalah pemenuhan kebutuhan alutsista sesuai requirement Kohanudnas. Sehingga tugas penegakan hukum dapat dilaksanakan secara optimal.

Kemudian, percepatan realignment FIR Jakarta dan penetapan Air Defense Identification Zone (ADIZ) untuk meningkatkan pengendalian wilayah udara nasiona.

Selanjutnya, prioritas penyusunan undang-undang pengelolaan ruang udara yang menentukan sanksi pidana bagi aerial instrussion dan kewenangan penyidikan bagi TNI Angkatan Udara.

Keempat, adalah penyusunan standard operating procedure (SOP) bersama antara instansi terkait yang mengatur penanganan pesawat setelah pemaksaan mendarat oleh Kohanudnas (TNI AU).

HerculesDok. TNI AU

Bagi Kohanudnas, TNI AU, maupun komunitas maskapai sipil Indonesia, pengendalian wilayah udara (FIR) oleh Singapura seringkali dirasakan memang menyulitkan dan ini bukan rahasia lagi.

Pesawat TNI AU, misalnya, dalam melaksanakan misi maupun operasi di wilayah barat khususnya di sekitar Kepulauan Riau hingga Natuna, harus patuh pada kendali Singapura. Padahal, mereka terbang di wilayah udara Indonesia. Jadi, semua penerbangan harus menunggu instruksi dari Singapura.

Hal yang sama diakui oleh para pilot pesawat komersial yang terbang membawa penumpang. “Saya terbang sejak tahun 1977, kalau masuk wilayah FIR Singapura ya harus tunduk pada perintah mereka. Padahal saya pikir, ini wilayah Indonesia, mengapa yang atur Singapura? Maka kami mendorong upaya pengambilalihan FIR secepatnya kepada Indonesia,” ujar Capt. Hasfrinsyah, Ketua Federasi Pilot Indonesia.

Roni Sontani (Raider)

One Reply to “Faktor-faktor Ini Sebabkan Masih Tingginya Angka Black Flight di Indonesia”

  1. Heran nya….kenapa puluhan tahun negara kita abai terhadap hal ini, padahal kita pernah 2 kali dipimpin oleh presiden yg berlatar belakang militer 🙆🙆🙆

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *