ANGKASAREVIEW.COM – Kementerian Pertahanan Jerman minggu lalu telah menghempaskan peluang jet tempur siluman F-35 Lightning II dari kompetisi calon pengganti pembom tempur Panavia Tornado di jajaran angkatan udara negeri itu.
Jerman saat ini masih mengoperasikan 90 pesawat Tornado yang sudah menua dan harus segera mendapatkan pengganti.
Sebelumnya, tiga kandidat dipertimbangkan dan telah masuk dalam kompetisi final pengganti Tornado. Ketiganya adalah Lockheed Martin F-35, Eurofighter Typhoon, dan Boeing F/A-18E/F Super Hornet.
Dikutip dari Defense News, keputusan Berlin cukup mengejutkan mengingat F-35 merupakan jet tempur termutakhir dari tiga kandidat yang masuk sebagai finalis.
Meski demikian dipahami, sejumlah tekanan tampaknya diterima Jerman dari beberapa pihak terkait keikutsertaan F-35 dalam kompetisi ini.
Harian Die Welt menulis, salah satu “peringatan” datang dari Kepala Eksekutif Airbus Defence and Space Dirk Hook yang menyebut akan memberhentikan segala bentuk kerja sama pesawat tempur dengan Jerman jika Jerman membeli F-35.
“Segera apabila Jerman menjadi negara anggota F-35, kerja sama semua bidang terkait pesawat tempur dengan Prancis akan berakhir,” kata Hoke.
Untuk diketahui, pada 6 Februari 2019 Jerman dan Perancis telah menandatangani kesepakatan bersama pengembangan jet tempur masa depan Future Combat Air Systems (FCAS).
Setelah F-35 terhempas, pilihan kini otomatis tertuju pada Typhoon dan Super Hornet. Meski demikian, Jerman masih menemui beberapa hambatan terkait kedua pilihan ini.
Pertama, Typhoon yang merupakan produksi bersama Airbus, Leonardo, dan BAE Systems (yang juga dipertimbangkan menjadi kandidat utama) ternyata belum mendapat sertifikasi untuk bisa membawa persenjataan nuklir buatan Amerika Serikat.
Padahal, Jerman membutuhkan jet tempur seperti Tornado yang dapat membawa persenjataan tersebut untuk melaksanakan misi NATO.
Apabila pilihannya adalah membeli kedua pesawat tersebut (Typhoon dan Super Hornet), tulis Defense News, maka tugas dalam misi NATO otomatis akan tertangani.
Hanya saja, membeli dua penempur sejenis sekaligus akan menimbulkan persoalan baru terkait berlipatnya biaya operasi dan pemeliharaan.
Kalaupun pilihan tersebut akhirnya mencapai deadlock, maka kemungkinan besar armada Tornado akan diperpanjang penggunaannya.
“Sehingga, akhirnya malah akan diputuskan tidak perlu ada pengganti pembom nuklir Tornado,” kata Karl-Heinz Kamp, Presiden Lembaga Think Tank Federal.
Untuk diketahui, AU Jerman mulai menggunakan armada Panavia Torando sejak tahun 1979 atau sudah berjalan 40 tahun.
Hingga saat ini belum ada keputusan final terkait pengganti Tornado.
Roni “Raider” Sontani