ANGKASAREVIEW.COM – Dalam setiap penerbangan ujinya, purwarupa N219 Nurtanio selalu terlihat dikuntit pesawat berwarna kuning. Ya, dialah Kodiak 100. Memang, pesawat ringan buatan Quest Aircraft, Amerika Serikat ini ditugaskan sebagai chaser yang mengawal setiap penerbangan sejak purwarupa ke-1 N219 PK-XDT.
Sobat AR, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mulai mendatangkan Kodiak 100 Seri I tahun 2014. Pesawat diterbangkan langsung oleh pilot Quest Aircraft dari Sandpoint, Idaho, Amerika Serikat ke Indonesia seorang diri.
Penerbangan terbang feri dengan singgah dan melintasi wilayah Alaska, AS disambung menuju Jepang. Setelah itu sempat singgah di Hongkong sebelum akhirnya tiba di Tanah Air.
Penerbangan Lintas Pasifik tersebut memakan waktu delapan hari. Pesawat dibekali dua tangki bahan bakar ekstra dalam perutnya dan setibanya di Bandung tangki tersebut dilepas. Jadi, selama persinggahannya Kodiak 100 tak lagi mengisi bahan bakar di darat. Selain menghemat biaya juga mempersingkat proses dan waktu.
Kodiak 100 tergolong pesawat berkemampuan STOL dan tak bertekanan udara (unpressurized). Pesawat ini bersayap tinggi (high wing) dan sistem roda pendarat yang tak dapat ditarik masuk (non–rectractable landing gear).
Karakternya serupa dengan N219, namun hanya ditenagai sebuah mesin turboprop dan kapasitas penumpang hanya setengahnya yakni sembilan orang.
Kodiak 100 ditenagai mesin turboprop PT6A-34 buatan PWC (Pratt & Whitney Canada) berdaya 750 hp. Kecepatan maksimumnya mencapai 339 km/jam dengan ketinggian terbang hingga 3.700 m. Jangkauan operasinya sejauh 2.096 km atau endurance selama kurang lebih 9-10 jam.
Sobat AR, di kelas pesawat penumpang jenis perintis bermesin turboprop tunggal untuk kapasitas sembilan orang, Kodiak 100 harus bertarung ketat dengan pesawat P-750 XSTOL buatan Pacific Aerospace, Selandia Baru dan GA10 Airvan buatan GippsAero dari Australia.
Namun demikian, yang menjadi lawan terberat sesungguhnya justru datang dari negeri Paman Sam sendiri yakni keluarga Cessna 208.
Sejak diproduksi pertama tahun 1982, seri Cessna 208 Caravan dan 208B Grand Caravan (versi panjang) telah dibuat lebih dari 2.600 unit. Sementara Kodiak 100 Seri I dan II dari tahun 2008 hingga 2018 baru mencatatkan angka penjualan 250 unit saja.
Di Indonesia, selain dimiliki oleh PTDI, setidaknya tercatat lima Kodiak 100 lainnya yang beroperasi di wilayah Kalimantan dan Papua.
Empat unit diterbangkan oleh MAF (Mission Aviation Fellowship) dengan nomor registrasi PK-MEA, PK-MEB, PK-MEC, dan PK-MED. Satu unit lainnya digunakan oleh Adventist Aviation Indonesia (AAI) dengan registrasi PK-SDF.
Kembali ke Kodiak 100 milik PTDI, pesawat dengan nomor registrasi PK-NZK ini juga digunakan untuk mengawal penerbangan perdana purwarupa ke-2 N219 yaitu PK-XDP. Penerbangan dilaksanakan pada 18 Desember 2018 lalu.
Saat itu PK-NZK diterbangkan oleh pilot Capt. Zulda dan kopilot Captain Darmawan. Pesawat terbang menguntit N219 PK-XDP yang diterbangkan oleh Kepala Pilot Uji PTDI Capt. Esther Gayatri Saleh didampingi Capt. Ervan Gustanto.
Selama penerbangan uji, turut serta Bambang Haryanta dari Divisi Flight Test PTDI yang sekaligus mengabadikan detik demi detik penerbangan bersejarah bagi Indonesia tersebut.
Rangga Baswara Sawiyya
Ulasannya bagus…saya senang.
Single engine dengan full digital instrumen dan full layar multi fungsi ,,, canggih!
Om Admin, mirip banget ya Sama Cessna 208 Grand Caravan??? Dimana perbedaanya?