ANGKASAREVIEW.COM – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan hal yang sangat mengejutkan dunia. Pasalnya, seperti dilansir dari CNN (20/10), AS secara sepihak telah mencabut perjanjian untuk memproduksi rudal nuklir jarak menengah dengan Rusia.
Keputusan Presiden Trump yang mencerminkan rasa frustasi itu sebenarnya berisiko sangat tinggi karena lomba untuk memproduksi senjata nuklir yang sempat berhenti sejak Desember 1987 bisa kambuh lagi.
Pada Desember 1987, AS di era Presiden Ronald Reagan dan Rusia di bawah pimpinan Mikhael Gorbachev telah sepakat untuk menghentikan program nuklir demi perdamaian dunia. Namun belakangan, Rusia secara diam-diam diklaim AS telah mengembangkan program senjata nuklirnya dan beberapa kali melakukan uji peluncuran rudal balistik.
Tidak hanya itu, Rusia juga diklaim telah menganeksasi wilayah Krimea yang merupakan teritori Ukraina. Ulah ini telah memicu negara-negara NATO dan juga AS untuk mengerahkan pasukannya ke Ukraina. Hingga saat ini puluhan ribu pasukan NATO dan AS serta persenjataan canggihnya bahkan telah saling berhadapan dengan pasukan Rusia di wilayah perbatasan Rusia-Ukraina.
Di tengah suasana yang makin memanas itu, seperti ramai diberitakan berbagai media internasional, Rusia disebutkan memang secara terang-terangan telah mengembangkan sejumlah senjata nuklir melalui program khusus bertajuk 9M729. Sejumlah senjata nuklir yang berhasil diproduksi bahkan diekspos ke media massa untuk diberitakan.
AS tampak jelas sangat kesal dengan Rusia, dan ini tidak hanya terkait program senjata nuklirnya saja. Tapi juga, karena sikap Rusia yang sangat membela Suriah dan sekaligus pendukung China serta Korea Utara.
Baca: Pamer Rudal Nuklir Dahsyat Terbaru, China Mampu Hantam Semua Sasaran di Dunia
Atas dasar itu, Presiden Trump akhirnya memutuskan untuk mencabut kesepakatan penghentian produksi nuklir. Pencabutan penghentian nuklir tampaknya juga akan diikuti oleh AS untuk mengaktifkan kembali rudal-rudal nuklirnya, sekaligus memproduksi rudal nuklir baru.
Presiden Trump sebenarnya sudah cukup lama memerintahkan ke militer AS (Pentagon) untuk kembali mengaktifkan persenjataan nuklir yang selama ini tersimpan di silo-silo agar siap digunakan. Trump bahkan memerintahkan agar militer AS kembali memproduksi rudal nuklir. Pasalnya, ketika senjata nuklir sedang dibutuhkan untuk kepentingan peperangan, barang itu ‘tidak dapat dibeli secara cepat di supermarket’.
Yang pasti, atas keputusan Presiden Trump membatalkan perjanjanjian penghentian produksi nuklir dengan Rusia, maka bisa disimpulkan Perang Dingin telah bangkit lagi. AS bahkan menyalahkan China atas ulah Rusia yang kembali memproduksi rudal nuklir, karena China selama ini dengan seenaknya juga telah memproduksi rudal nuklir demi memamerkan kekuatan militer terhadap AS.
Jika harus berperang melawan Rusia dan China, tampaknya militer AS saat ini memang sudah tidak menakutkan lagi. Kecuali AS kembali memamerkan persenjataan nuklirnya demi tujuan menggertak dan bukan untuk berperang.
Namun, jika gertakan itu tidak mempan dan sampai terjadi perang nuklir, akibatnya akan sangat menghancurkan. Seperti sering ditegaskan Presiden Putin, jika terjadi perang nuklir, “Tak ada satu pun negara yang akan selamat’’.
A Winardi