AIRSPACE REVIEW – Dengan adanya perubahan kebijakan Amerika Serikat (AS) terhadap NATO, telah menyebabkan Kementerian Pertahanan Portugal mengevaluasi ulang pengadaan jet tempur generasi kelima F-35 Lightning II buatan Lockheed Martin.
Menteri Pertahanan Portugal Nuno Melo menyatakan keputusan itu dalam sebuah wawancara dengan harian Portugal Público baru-baru ini.
Seperti diketahui, sebelumnya Presiden AS Donald Trump melontarkan pernyataan kontroversial tentang NATO, termasuk ancaman untuk mengurangi pendanaan AS bagi aliansi tersebut dan kritik terhadap kontribusi keuangan mitra Eropa.
Trump juga telah mengisyaratkan bahwa AS mungkin tidak lagi menjamin keamanan Eropa dengan tingkat komitmen yang sama seperti di masa lalu.
Akibatnya, beberapa negara Eropa, termasuk Portugal, menilai kembali strategi pengadaan peralatan militer dari AS.
Pada awalnya, Angkatan Udara Portugal berniat untuk mengganti armada jet tempur F-16 lamanya dengan F -35, mengikuti jejak negara Eropa lainnya, termasuk Inggris, Belanda, Belgia, Denmark, Norwegia, Finlandia, Polandia, dan Jerman.
Namun, meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan potensi pembatasan AS terhadap F-35 yang dioperasikan di luar negeri telah membuat akuisisi ini kurang layak.
AS dapat memberlakukan pembatasan operasional pada pesawat yang diekspor, khususnya dengan mengendalikan akses ke pembaruan perangkat lunak dan komponen perawatan penting.
Pembatasan potensial yang disebut dengan istilah “saklar pemutus” menimbulkan kekhawatiran tentang otonomi Portugal dalam mengoperasikan jet tempur siluman ini.
Mengingat ketidakpastian tersebut, Angkatan Udara Portugal tengah menjajaki solusi alternatif, yakni dengan mencari jet tempur canggih generasi 4,5, khususnya dari Eropa.
Pesawat tempur tersebut adalah Dassault Rafale, Eurofighter Typhoon, dan Saab Gripen E.
Pada akhirnya, Portugal perlu membuat keputusan cepat, karena dalam beberapa tahun mendatang armada F-16-nya mendekati akhir masa pakai.
Diperkirakan, transisi ke pesawat baru dapat berlangsung selama satu dekade, dengan perkiraan menelan anggaran sebesar 5,5 miliar euro. (RBS)