AIRSPACE REVIEW – Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mencairkan dana 400 juta USD untuk mendukung program F-16 Angkatan Udara Pakistan agar dapat digunakan untuk menjalankan misi kontraterorisme (CT) dan kontrapemberontakan (COIN) di negeri tersebut.
Keputusan ini merupakan bagian dari pencairan lebih luas dana bantuan luar negeri AS sebesar 5,3 miliar USD yang sebelumnya dihentikan Washington.
Bantuan tersebut untuk memprioritaskan program keamanan dan antinarkotika di bawah kerangka kerja keamanan nasional pemerintahan baru.
Dana itu juga digunakan untuk mendukung Tim Keamanan Teknis (TST), yakni sebuah kontingen kontraktor AS yang ditempatkan di Pakistan dengan tujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan pemantauan penggunaan akhir yang ketat.
Dengan dana tersebut, armada jet tempur F-16C/D Block-52 Pakistan akan lebih mumpuni dalam menjalankan tugas CT dan COIN, dan bukan untuk keterlibatan militer lainnya seperti potensi konflik dengan India.
Pencairan dana ini juga sekaligus telah menghidupkan kembali hubungan militer AS-Pakistan yang kompleks yang diwarnai ketegangan sejak serangan teroris 11 September 2001.
Pakistan telah lama menjadi mitra utama dalam upaya kontraterorisme yang dipimpin AS, khususnya di wilayah kesukuan di sepanjang perbatasan Afghanistan, yang telah menjadi tempat berlindung bagi kelompok-kelompok seperti Taliban dan al-Qaeda.
Namun, hubungan tersebut telah menghadapi tantangan yang signifikan, termasuk tuduhan AS bahwa Pakistan belum berbuat banyak untuk memerangi terorisme.
AS juga menuduh Pakistan telah mengalihkan sumber daya militer ke prioritas regional lainnya, termasuk persaingannya dengan India.
Pemutusan bantuan keamanan AS pada tahun 2018 di bawah masa jabatan awal Pemerintahan Trump, menjadi latar belakang perkembangan terbaru hubungan AS-Pakistan saat ini.
Program pengadaan jet tempur F-16 dari AS sempat menimbulkan polemik. Pakistan pertama kali memperoleh F-16 Fighting Falcon pada tahun 1980-an sebagai bagian dari inisiatif Gerbang Perdamaian AS.
Tetapi hubungan tersebut menjadi tegang pada tahun 1990 ketika AS memberlakukan sanksi berdasarkan Amandemen Pressler karena program senjata nuklir Pakistan, yang menyebabkan embargo senjata.
Jet-jet tersebut disimpan di AS hingga hubungan mencair pasca-9/11. Setelah itu Pakistan melanjutkan operasi F-16 dengan persyaratan yang ketat.
Pada tahun 2019, India menuduh Pakistan menggunakan F-16 dalam pertempuran udara di Kashmir. Hal itu menimbulkan kekhawatiran di Washington tentang kepatuhan terhadap perjanjian penggunaan akhir.
Dana sebesar 400 juta USD yang dialokasikan untuk Pakistan, lebih kecil dari kesepakatan keberlanjutan F-16 sebelumnya, yakni sebesar 450 juta USD pada tahun 2022. (RNS)