AIRSPACE REVIEW – Penyerbuan dan serangan yang dilakukan oleh pemberontak di Suriah pimpinan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan faksi-faksi Islam lainnya yang mengakibatkan direbutnya Aleppo pada 30 November 2024, telah mencapai dimensi internasional dengan keterlibatan langsung beberapa kekuatan regional.
Para pemberontak, yang dikabarkan didukung oleh Turkiye, berupaya menggulingkan rezim Bashar al-Assad.
Sementara rezim tersebut telah menerima dukungan militer penting dari Rusia, Iran, dan juga Irak, yang menjadi perisai mereka menghadapi pemberontakan yang tak kunjung usai.
Pada awal pertama Desember, pasukan Rusia menyerang posisi pemberontak HTS dengan pengeboman dari udara menggunakan jet tempur yang diterbangkan dari pangkalan di Suriah.
Iran juga segera merespons dengan mengirimkan bantuan persenjataan untuk militer Suriah.
Khusus Rusia, sejak 2015 telah memainkan peran utama dalam mendukung rezim Assad. Pasukan Rusia membantu pasukan Suriah melalui serangan udara yang menargetkan posisi pemberontak dan para jihadis.
Serangan tersebut telah membantu menyetabilkan pemerintah Suriah, memungkinkannya untuk mendapatkan kembali kendali atas wilayah-wilayah strategis.
Selanjutnya, pada bulan November 2024 militer Rusia kembali mengintensifkan pembomannya di Suriah utara. Rusia membantu pasukan Suriah dalam pertempuran mereka melawan pemberontak yang maju di Aleppo.
Rusia memiliki kepentingan strategis yang signifikan dalam mempertahankan pengaruhnya di Suriah.
Rusia memiliki pangkalan militer di Suriah, yakni di Tartus dan Hmeimim, guna memproyeksikan kekuatannya di Timur Tengah.
Pangkalan-pangkalan ini memungkinkan Rusia untuk bersaing dengan pengaruh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya sekaligus memperkuat perannya sebagai pemain regional utama.
Selain kepentingan militernya, Rusia juga menjaga kepentingan ekonominya dengan memanfaatkan kontrak senjata dengan Suriah dan peluang komersial yang terkait dengan rekonstruksi negara tersebut.
Keterlibatan Rusia di Suriah terkait erat dengan dukungannya terhadap Iran, yang juga memainkan peran geopolitik yang signifikan.
Dengan mendukung Assad, Iran mengamankan koridor darat penting yang menghubungkan Teheran ke Mediterania, melewati Suriah dan Lebanon.
Koridor ini sangat penting untuk mendukung Hizbullah dan melawan pengaruh Arab Saudi dan Israel.
Iran mempertahankan porosnya dengan aliansi strategis dengan Suriah, pejuang Hizbullah, dan kelompok-kelompok Irak tertentu.
Sementara bagi Irak, Suriah dipandang sebagai sekutu strategis dalam perang melawan ekstremisme, khususnya terkait dengan kelompok Sunni dan Kurdi.
Dengan mendukung rezim Suriah, Irak mengamankan perbatasannya, mencegah penyebaran pengaruh dari pemberontak Sunni atau kelompok Kurdi, yang dipandang sebagai ancaman terhadap stabilitas internal Irak. (RBS)