AIRSPACE REVIEW – Para produsen pesawat tanpa awak (drone) Ukraina meminta pemerintahan Presiden Volodymyr Zelensky untuk mencabut larangan ekspor drone ke negara lain, meskipun langkah ini sudah terlambat.
Salah satu produsen drone lokal mengatakan, sejak invasi Rusia ke Ukraina pada awal 2022, pendapatan perusahaan meningkat karena adanya kebutuhan yang besar di dalam negeri.
Bersamaan dengan itu, Kyiv mengeluarkan larangan untuk mengekspor barang-barang militer ke negara lain, termasuk drone guna menjamin kebutuhan Angkatan Bersenjata Ukraina terpenuhi.
Dengan kebutuhan yang besar tersebut, perusahaan pertahanan lokal yang memproduksi drone turut berkembang dengan cepat dan memperoleh pendapatan.
Namun sekarang, kebijakan itu merugikan bisnis mereka, kata Anatolii Khrapchynskyi, Wakil Direktur Jenderal Piranha Tech kepada Defense News.
“Pada saat yang sama, ketika perusahaan telah meningkatkan kemampuan mereka, mereka telah melaju ke tingkat yang tidak dapat sepenuhnya diperoleh negara,” kata dia.
Piranha Tech telah mengkhususkan diri dalam pengembangan dan produksi sistem peperangan elektronik, pengacau radio, serta sistem drone maupun antidrone sejak 2014.
Khrapchynskyi mencatat bahwa sebagian besar investasi dalam penelitian dan pengembangan berasal dari dana perusahaan sendiri atau hibah kecil yang diberikan oleh platform seperti Brave1, badan pemerintah Ukraina yang bertanggung jawab untuk mempercepat pengiriman sampel senjata ke garis depan.
Dengan laju perkembangan sistem pertahanan di medan perang, penelitian dan pengembangan menjadi lebih mahal. Hal ini sekaligus menjadikan negara sebagai satu-satunya pelanggan drone lokal tidak lagi sanggup membeli produk mereka. Oleh karenanya, perusahaan meminta agar larangan ekspor segera dicabut.
Khrapchynskyi mengatakan, ia mendukung inisiatif tersebut dan menyatakan bahwa drone pengintai juga berfungsi baik untuk kebutuhan militer maupun sipil.
“Keamanan dan pengguna akhir merupakan hal yang paling penting – kami juga dapat mempertimbangkan untuk menjual versi sebelumnya yang tidak canggih, tetapi perusahaan harus menjamin bahwa kontrak negara tetap menjadi prioritas dan dipenuhi tepat waktu,” tandasnya.
Persyaratan untuk menginvestasikan sebagian laba ke dalam penelitian dan pengembangan perusahaan juga harus dipertimbangkan, imbuhnya.
Sementara itu, salah satu kekhawatiran terbesar terkait dengan pencabutan larangan ekspor senjata ini di masa perang, adalah kemungkinan bagi pasukan Rusia untuk mendapatkan informasi dan teknologi, termasuk senjatanya itu sendiri. (RNS)