AIRSPACE REVIEW – Foto jet tempur siluman J-20 China yang terlihat jelas menggunakan mesin baru WS-15 beredar luas di platform media sosial.
Meskipun memiliki kendala dalam pembuatan mesin lokal ini, tampaknya hal tersebut kini mulai teratasi. Mesin WS-15 dibuat untuk menggantikan mesin lama WS-10.
WS-15 memberikan daya dorong yang lebih tinggi dan kemampuan supercruise, memungkinkan J-20 mempertahankan kecepatan supersonik tanpa menggunakan afterburner, sehingga meningkatkan efisiensi bahan bakar secara signifikan.
Kehadiran mesin canggih ini akan meningkatkan kecepatan, jangkauan, dan kemampuan manuver J-20.
Kemampuan supercruise mesin WS-15 merupakan salah satu fitur menonjolnya, yang memungkinkan J-20 mempertahankan kecepatan supersonik tanpa menggunakan afterburner.
Kemampuan ini mengurangi tanda inframerah pesawat, membuatnya lebih siluman serta memperluas jangkauan operasional dan ketahanannya selama skenario pertempuran.
Proyek WS-15, yang dipelopori oleh Aviation Industry Corporation of China (AVIC) dan anak perusahaannya, Chengdu Aircraft Industry Group, bertujuan untuk menciptakan mesin berdaya dorong tinggi dengan visibilitas rendah.
Sasaran ambisius ini adalah untuk menyaingi mesin asing seperti AL-31F milik Rusia dan F119 milik Amerika Serikat.
Pada tahun 2005, cetak biru untuk WS-15 mulai terwujud, dengan fokus pada pengembangan mesin turbofan yang dilengkapi dengan kemampuan thrust vector control (TVC).
Fitur-fitur ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan manuver dalam pertempuran udara.
Pada tahun 2010, prototipe WS-15 pertama memasuki tahap pengujian darat untuk mengevaluasi kinerja mesin, efisiensi bahan bakar, dan keandalan dalam berbagai kondisi.
Maju cepat ke tahun 2013, program pengembangan WS-15 telah mencapai tonggak penting, sukses atas kemampuan vektor daya dorongnya.
Mesin WS-15 kemudian diintegrasikan ke dalam prototipe jet tempur Chengdu J-20 untuk pertama kalinya pada tahun 2016.
Selanjutnya, pada 2019 mesin WS-15 menjalani uji terbang tingkat lanjut. Uji coba ini menunjukkan peningkatan daya dorong dan kinerja dalam berbagai profil penerbangan.
Laporan menunjukkan bahwa pengembangan mesin berjalan dengan baik, dengan uji terbang yang berhasil dan umpan balik positif dari pilot.
Namun, program ini menghadapi tantangan, khususnya dalam ilmu material dan teknologi turbin.
Tim pengembangan berfokus pada upaya mengatasi rintangan ini dengan menggabungkan keramik canggih dan material komposit.
Material ini meningkatkan ketahanan panas dan efisiensi mesin secara keseluruhan, sehingga memungkinkan pendinginan lebih baik dan mengurangi keausan, yang sangat penting untuk operasi daya dorong tinggi berkelanjutan.
Pada tahun 2021, WS-15 hampir siap dioperasikan, dengan pengujian dan penyempurnaan ekstensif. Tahun 2023 mesin WS-15 mencapai kemampuan operasional penuh.
Laporan menunjukkan bahwa mesin tersebut telah diproduksi dalam jumlah yang lebih besar dan diintegrasikan ke dalam pesawat J-20A operasional milik Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China (PLAAF). (RBS)
Ilmu material a.k.a metalurgi…di universitas terkemuka disini ada jurusannya. Tapi alhasil blok mesin kita masih impor, stainless steel spek kapal selam kita masih impor.
Resiko negara yang lebih memanjakan distributor daripada researcher. Bandingkan dengan AS yang sangat memanjakan researcher. Walaupun F 35 ngerepotin sekutu, NGAD kembang kempis, tapi hasil litbang gak ada yang sia sia. Kalau baca sejarah aviasi AS semua pesawat yang dicap gagal tetap bisa dimanfaatkan hasil pengembangannya termasuk F 7 cutlass si widow maker.