AIRSPACE REVIEW – Di tengah ketidakpastian seputar program Next Generation Air Dominance (NGAD) Angkatan Udara AS, seorang pejabat tinggi Amerika memperkenalkan sebuah konsep untuk pesawat tempur siluman ringan generasi ke-6.
Adalah Kepala Staf Angkatan Udara AS Jenderal David W. Allvin yang mempresentasikan konsep “pesawat tempur ringan” dalam pidatonya di Global Air and Space Chiefs Conference yang diadakan di London bulan Juli lalu.
Konferensi tersebut mempertemukan banyak pemimpin industri pertahanan.
Meskipun Allvin tidak secara langsung merujuk pada NGAD, konsepnya tentang pesawat tempur ringan disertai dengan seruan untuk mengubah pengembangan pesawat dari filosofi “dibuat untuk bertahan lama” menjadi filosofi “dibuat untuk beradaptasi”.
Dilansir Army Recognition, program NGAD telah menghadapi banyak kritik, termasuk biayanya, relevansinya, tumpang tindih dengan konsep pesawat tanpa awak, kesulitan dalam integrasi, dan kurangnya kemampuan beradaptasi.
Perkiraan biaya beberapa ratus juta dolar per pesawat membuatnya tidak realistis untuk mengharapkan program NGAD untuk maju seperti yang awalnya dibayangkan oleh Angkatan Udara AS.
Dengan biaya 300 juta dolar AS per pesawat, tujuan program tersebut tampaknya tidak dapat dicapai. Pemerintah AS tidak mampu membiayai sistem seperti yang diusulkan saat ini.
Namun, sistem tanpa awak mungkin layak dilakukan. Sistem seperti itu akan mengintegrasikan elemen paling canggih dari pesawat dominasi udara generasi berikutnya ke dalam platform tanpa awak.
Platform ini dapat dihubungkan dengan pesawat F-35, F-22, atau bahkan F-15 atau F-16 berawak, menyediakan jenis kemampuan terdistribusi dan jaringan yang dibutuhkan Angkatan Udara AS dalam lingkungan ancaman yang dinamis ini.
Angkatan Udara AS belum mengakui keberadaan program semacam itu yakni konsep yang disajikan oleh Jenderal Allvin murni teoritis.
Akan tetapi, desainnya sangat mirip dengan pesawat siluman F-35 Lightning II, dengan beberapa ahli menyatakan bahwa itu adalah versi yang diperkecil dari pesawat generasi kelima.
Pesawat tempur hipotetis ini akan menjadi pesawat bermesin tunggal yang tampaknya dirancang agar tidak mudah terlihat alias siluman.
Selain Allvin, sebelumnya beberapa pejabat telah membahas gagasan untuk mengembangkan pesawat tempur ringan yang sama sekali baru generasi kelima untuk ancaman kelas bawah.
Sementara yang lain telah mengusulkan untuk membangun varian pesawat tempur ringan dari generasi keenam.
Misalnya, Angkatan Udara AS sebelumnya menyatakan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk mengembangkan pesawat tempur ringan, F-7, yang berasal dari pesawat latih T-7 Red Hawk untuk menggantikan armada F-16 C/D Fighting Falcon.
Meskipun demikian, pesawat tempur ringan konseptual Allvin patut diperhatikan karena mengusulkan reorganisasi armada Angkatan Udara AS dengan pesawat yang mampu beradaptasi dengan teknologi modern dan yang terus berkembang.
Allvin mendukung gagasan bahwa struktur harus “dibangun untuk beradaptasi,” yang berbeda dengan paradigma Perang Dingin dan pasca-Perang Dingin yang menyatakan bahwa struktur harus “dibangun untuk bertahan lama.” .
Untuk terus mengembangkan rangka pesawat dari waktu ke waktu, Allvin membayangkan sebuah jet yang akan mengandalkan arsitektur sistem terbuka, desain modular, rekayasa digital, dan manufaktur aditif/3D printing.
Peluncuran konsep pesawat tempur ringan baru ini dilakukan hanya beberapa minggu setelah Angkatan Udara AS mengumumkan bahwa NGAD sedang ditinjau ulang karena biayanya yang tinggi.
Meskipun pejabat tinggi militer telah mengindikasikan bahwa program tersebut belum berakhir, ketidakpastian seputar pesawat generasi berikutnya telah mengguncang pengamat dan pembuat undang-undang.
Menurut rencana, NGAD akan menggantikan F-22 Raptor pada tahun 2030-an. Saat ini, mereka belum memiliki pengganti, dan kemungkinan besar Raptor akan tetap beroperasi hingga tahun 2040-an.
Untuk saat ini, Angkatan Udara AS belum secara resmi mengakui niatnya untuk mengembangkan pesawat tempur ringan modular dengan visibilitas rendah.
Namun, konsep Allvin mungkin telah membuka jalan bagi perdebatan tentang pesawat serang ringan, terutama karena ancaman konflik terus berlanjut dan USAF membutuhkan lebih banyak pesawat tempur dengan teknologi futuristik untuk menggantikan jet-jetnya yang sudah tua. (RBS)