AIRSPACE REVIEW – Otoritas pertahanan Korea Selatan pada Jumat menyetujui rencana untuk mengurangi kontribusi Indonesia dalam proyek pengembangan jet tempur gabungan KF-21 Boramae menjadi 600 miliar won (440 juta USD) dari jumlah awal 1,6 triliun won.
Komite Promosi Proyek Pertahanan Korea mendukung rencana tersebut di tengah kekhawatiran atas komitmen Jakarta untuk mengembangkan jet tempur supersonik canggih pada tahun 2026 akibat penundaan kewajiban pembayaran yang berulang, seperti dilaporkan Yonhap.
Indonesia awalnya setuju untuk membayar sekitar 20% dari program senilai 8,1 triliun won yang diluncurkan pada tahun 2015. Berdasarkan perjanjian saat itu Indonesia akan mendapatkan imbalan transfer teknologi dan satu model prototipe di antara persyaratan lainnya.
Pemerintah Korea Selatan dan Korea Aerospace Industries Ltd. (KAI), produsen KF-21, sepakat untuk menanggung sisa biaya masing-masing sebesar 60 persen dan 20 persen.
Namun, Indonesia sejauh ini hanya menyumbang sekitar 380 miliar won, dan baru-baru ini meminta penyesuaian terhadap total kontribusi keuangannya menjadi 600 miliar won.
Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea mengatakan komite menyetujui rencana tersebut dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk hubungan bilateral dan kemungkinan mengamankan jumlah defisit.
DAPA akan menyelesaikan pembicaraan pembagian biaya dengan Indonesia untuk menyelesaikan proyek dengan sukses, dengan mencatat rencana yang disetujui mencakup langkah-langkah untuk menutupi kekurangan tersebut.
“Kekurangan tersebut akan ditanggung bersama oleh pemerintah (Korea Selatan) dan perusahaan, dengan pemerintah menanggung beban yang lebih besar,” kata seorang pejabat DAPA kepada media.
“Transfer teknologi (ke Jakarta) juga diputuskan akan dilakukan dalam kisaran 600 miliar won,” lanjutnya.
Mengenai prototipe KF-21, pejabat tersebut mengatakan hal itu akan dibahas dalam negosiasi dengan Indonesia jika diminta, tetapi mencatat Jakarta harus berkontribusi lebih banyak jika nilai transfer teknologi dan prototipe tersebut melebihi jumlah kontribusi baru.
Keputusan itu muncul karena DAPA memperkirakan pengembangan KF-21 akan menelan biaya sekitar 7,6 triliun won, 500 miliar won lebih rendah dari anggaran awal.
DAPA memastikan, meskipun terjadi penundaan pembayaran, proyek KF-21 akan tetap sesuai jadwal dengan pengiriman ke Angkatan Udara Korea pada tahun 2026. Pesawat ini akan menggantikan jet F-4 dan F-5 era Perang Dingin Korea Selatan.
Pada bulan Juni, KAI menandatangani kesepakatan senilai 1,96 triliun won dengan DAPA untuk memulai produksi 20 unit KF-21. (RNS)