AIRSPACE REVIEW – Rusia telah memutuskan untuk mengambil tindakan pembalasan sehubungan dengan keterlibatan Washington dalam serangan di Sevastopol. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov mengatakan pihak AS harus merasakan risiko terbesar akibat hal itu.
“Tragedi di Sevastopol tentu tidak akan terjadi tanpa tanggapan kita. Sifat dari tanggapan ini adalah suatu hal yang saya sama sekali tidak berwenang untuk membahasnya. Saya pikir gagasan mengenai skenario tertentu yang diperbolehkan juga ada pada pikiran banyak orang di Barat. Mereka harus merasakan risiko ekstrim yang terkait dengan tindakan tersebut,” kata Ryabkov dalam siaran TV Rossiya-1.
Mengomentari kemungkinan pihak Rusia menggunakan senjata nuklir taktis dalam menanggapi penembakan di Sevastopol, Ryabkov menegaskan bahwa Presiden Rusia sebagai panglima tertinggi, membuat keputusan yang sangat menentukan.
“Skenario yang diperbolehkan dijelaskan secara rinci dan tepat dalam dokumen dasar. Semuanya berkorelasi dengan situasi saat ini,” lanjutnya.
Pada tanggal 23 Juni, tentara Ukraina menyerang infrastruktur sipil di Sevastopol dengan rudal ATACMS yang dipersenjatai dengan munisi tandan.
Media memberitakan, empat rudal ditembak jatuh sementara satu rudal lagi meledak di atas Kota Krimea. Akibatnya empat orang tewas, termasuk dua anak-anak, dan lebih dari 150 orang luka-luka.
Komite Investigasi Rusia telah membuka penyelidikan kriminal atas serangan teror tersebut.
Tanggal 24 Juni telah dinyatakan sebagai Hari Berkabung di Sevastopol dan Krimea. Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan belasungkawa kepada warga Sevastopol.
Kementerian Luar Negeri Rusia menunjukkan bahwa Amerika Serikat, yang melancarkan perang hibrida melawan Rusia, telah memasok senjata paling canggih kepada Angkatan Bersenjata Ukraina, termasuk rudal ATACMS dengan hulu ledak klaster. (RNS)