Didukung oleh Alutsista Modern yang Memadai, TNI AU AMPUH Siap Melaksanakan Tugas Mulia Melindungi NKRI

Rafale_ ARRangga Baswara Sawiyya/AR

AIRSPACE REVIEW – Di Asia Tenggara, Republik Indonesia memiliki wilayah darat, laut, dan udara terluas dibandingkan 10 negara lainnya. Indonesia juga tercatat menjadi negara dengan wilayah terluas ke-15 di dunia.

Badan Informasi Geospasial (BIG) menyebut, luas wilayah Indonesia mencapai 8,3 juta km persegi. Luas wilayah perairannya sebesar 6,4 juta km persegi dan luas daratannya mencapai 1,9 juta km persegi. Sedangkan luas ruang udara Indonesia mencapai 7,5 juta km persegi.

Dianugerahi wilayah darat, laut, dan udara yang sangat luas, memberikan keuntungan positif bagi Indonesia yang masyhur ke mancanegara dengan julukan Zamrud Khatulistiwa ini. Mulai dari melimpahnya sumber daya bumi dan sumber daya kelautan, serta keuntungan dari pengaturan lalu lintas udara untuk penerbangan sipil internasional. Semua anugerah yang besar ini, tidak dimiliki oleh banyak negara lain di dunia.

Akan tetapi, ibarat menjaga rumah berikut halamannya, dengan wilayah yang sangat luas tersebut, menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan negaranya. Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya TNI Angkatan Udara (TNI AU), dihadapkan pada tantangan untuk “Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi” sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 huruf b, Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.

Secara gamblang, undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa TNI berfungsi sebagai penangkal ancaman terhadap bangsa dan negara. Pasal 6 ayat 1, menyebutkan bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai, “Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.”

Memedomani amanat Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tersebut, artinya TNI AU harus memiliki kekuatan yang dapat menangkal berbagai ancaman terhadap kedaulatan negara. Hal ini untuk mengantisipasi dinamika regional maupun global yang terus berkembang dengan berbagai konstelasinya. Perang di berbagai kawasan saat ini, membuktikan bahwa konflik kepentingan antarnegara itu nyata dan tak bisa dihindarkan.

Pada akhirnya, menjadi kebutuhan setiap negara untuk meningkatkan kekuatan dan kapabilitas militernya demi mempertahankan diri dari potensi ancaman/serangan dari negara lain. Lalu pertanyaan dasarnya apakah TNI sudah kuat, apakah TNI AU telah dilengkapi alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang unggul, memadai, dan modern?

Kekuatan Alutsista TNI AU

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita tinjau terlebih dahulu kekuatan alutsista TNI AU yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini. Sejatinya bukan rahasia lagi, data-data mengenai kekuatan militer setiap negara, setiap tahun terus diperbarui dan dipublikasikan secara terbuka oleh lembaga-lembaga independen internasional seperti Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), International Institute for Strategic Studies (IISS), Jane’s, dan sebagainya.

Saat ini TNI AU memiliki delapan Wing Udara yang diperkuat dengan 22 Skadron Udara tersebar dari Pulau Sumatra hingga Pulau Papua. Satuan dalam skadron udara dilengkapi dengan 12 hingga 16 pesawat, tergantung pada jenisnya.

Su-27SKM-TNI-Angkatan-Udara
Jet tempur mesin ganda Su-27SKM Skadron Udara 11 merupakan salah satu kekuatan tempur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Udara saat ini. Foto: Rangga Baswara Sawiyya/AR

Untuk tipe pesawat kombatan, pesawat tempur aktif TNI AU saat ini mencakup jet multiperan Su-27/30 Flanker dari Rusia, lalu keluarga jet F-16 Fighting Falcon asal Amerika Serikat, Hawk 100/200 dari Inggris, serta pesawat serang darat ringan EMB-314 Super Tucano dari Brasil.

Sedangkan pesawat angkut yang digunakan untuk pergeseran pasukan dan logistik, TNI AU dilengkapi dengan pesawat angkut ringan/medium yakni NC212i, CN235, dan CN295 yang dan tipe pesawat angkut berat keluarga C-130 Hercules dari Amerika Serikat. NC212i dan CN235 telah berhasil dibuat sendiri di dalam negeri oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI), sementara CN295 merupakan pesawat buatan Airbus Defence and Space di Spanyol dengan sejumlah komponen besar dibuat oleh PTDI. Sedangkan pesawat Hercules, adalah buatan Lockheed (kini Lockheed Martin), Amerika Serikat di mana Indonesia telah menggunakan pesawat ini secara berkesinambungan sejak awal tahun 1960-an.

Untuk pesawat pendukung lainnya, TNI AU memiliki Skadron Angkut VIP/VVIP, lalu skadron helikopter serbaguna dari kelas ringan hingga medium, serta skadron pesawat intai. TNI AU juga dilengkapi dengan sejumlah skadron Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) atau drone yang semakin terlihat peranan pentingnya dalam berbagai konflik bersenjata di dunia saat ini.

Terkait pesawat tempur sebagai kekuatan garda terdepan untuk menjaga wilayah udara Tanah Air, dapat dikatakan beberapa tipe yang dimiliki TNI AU sudah uzur dan harus segera mendapatkan pengganti atau paling tidak menjalani modernisasi.

Hawk 200
Rangga Baswara Sawiyya/AR

Seperti Hawk 100/200 contohnya, jet tempur/serang ringan yang bermarkas di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru dan Lanud Supadio, Pontianak ini, berusia hampir tiga dasawarsa sejak kedatangannya pada tahun 1996. Demikian juga dengan jet pemukul utama keluarga Su-27/30 Flanker yang bermarkas di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar yang telah digunakan sejak 2003, layak untuk menjalani modernisasi dan penambahan usia pakai.

TS-1602
TNI AU T-16BM TS-1602 hasil modernisasi Falcon STAR – eMLU oleh para teknisi TNI AU dengan supervisi dari Lockheed Martin.

Sementara sejumlah F-16 Fighting Falcon seri A/B generasi awal yang diperoleh pada tahun 1989 telah menjalani peningkatan perangkat avionik, penguatan struktur, dan persenjataannya melalui program Falcon STAR-enhanced Mid-Life Update (eMLU), sehingga masih dapat diandalkan untuk dua dekade ke depan. Sangat membanggakan, karena program ini dilaksanakan sepenuhnya di dalam negeri, yakni di Lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur oleh putra-putri terbaik TNI AU dari jajaran skadron teknik dengan supervisi dari Lockheed Martin.

Kombatan Canggih Generasi 4,5

Menghadapi dinamika kawasan dan perkembangan teknologi yang sangat pesat, jauh-jauh hari TNI AU telah menyusun perencanaan kebutuhan alutsista untuk disampaikan kepada Kementerian Pertahanan RI melalui Mabes TNI. Terkait pesawat tempur, pada periode 2015-2019 atau Rencana Strategis (Renstra) Tahap III, telah diajukan pengganti jet tempur F-5E/F Tiger II dengan jet tempur Generasi 4,5. Pengadaan jet tempur modern ini dinilai penting karena Indonesia harus bisa mencapai kesetimbangan kekuatan dengan negara-negara lain sehingga tercipta kestabilan di kawasan. Perencanaan lain juga telah diajukan untuk mencari pengganti Hawk 100/200.

Penandatanganan-kontrak-pembelian-42-Rafale-di-Jakarta-pada-10-Februari-2022
Kemhan RI Penandatanganan kontrak pembelian 42 Rafale dari Prancis pada 10 Februari 2022 di Jakarta.

Melalui kajian komprehensif dan langkah strategis yang diambil oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto, Indonesia pada 10 Februari 2022 menandatangani kontrak untuk pembelian total 42 unit jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation dari Prancis. Kontrak tersebut seluruhnya kini telah berjalan efektif, masing-masing enam unit pada September 2022, 18 unit pada Agustus 2023, dan 18 unit sisanya pada Januari 2024. Dijadwalkan, pesawat gelombang pertama akan mendarat di Tanah Air pada tahun 2026. Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI M. Tonny Harjono menyatakan, pesawat tempur Rafale akan ditempatkan di Skadron Udara 12, Skadron Udara 1, dan Skadron Udara 16.

Dengan penempatan Rafale di Pekanbaru dan Pontianak, seluruh pesawat tempur F-16 Fighting Falcon akan digeser ke Lanud Iswahjudi. Sebagian dari pesawat ini akan memperkuat Skadron Udara 14 yang dulu mengoperasikan jet tempur F-5E/F dan sebagian lainnya akan memperkuat Skadron Udara 3 yang juga mengoperasikan F-16.

Perlu diketahui, Rafale yang menjadi pilihan TNI AU, adalah jet tempur modern yang mampu melacak keberadaan pesawat tempur siluman. Hal ini terbukti saat sebuah latihan tempur ATLC 2009 yang diselanggarakan di Uni Emirat Arab, di mana saat itu Rafale berhasil mengunci F-22 Raptor milik AS.

Perangkat canggih yang digunakan untuk melacak keberadaan F-22 tersebut adalah Optronique Secteur Frontal (OSF) yang merupakan sensor pasif dan perannya mampu melengkapi radar Rafale yakni RBE2 Active Electronically Scanned Array (AESA). Salah satu kelebihan OSF adalah dapat mendeteksi sasaran tanpa memancarkan radiasi.

Selain dilengkapi radar canggih dan OSF, Rafale juga dapat mengusung beragam persenjataan mutakhir, mulai dari rudal udara ke udara, rudal udara ke permukaan, rudal antikapal, serta bom berpemandu yang biasa disebut sebagai bom pintar.

Pesawat Misi Khusus dan Tanker Udara

Selain pesawat kombatan, dalam dalam Renstra III, TNI AU juga mengusulkan pengadaan pesawat angkut baru kelas berat dan lima pesawat baru C-130J-30 Super Hercules yang dibeli dari Lockheed Martin, Amerika Serikat. Pesawat yang disebut terakhir ini telah lengkap tiba di Indonesia dan dioperasikan oleh Skadron Udara 31 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Satu pesawat baru Super Hercules bahkan telah digunakan untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Palestina di Gaza, yakni pesawat dengan registrasi nomor A-1340. Lebih membanggakan bagi Indonesia dan khususnya TNI AU, penerjunan langsung logistik bantuan kemanusiaan dari Pemerintah Indonesia itu sukses dilaksanakan oleh A-1340 tepat di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 TNI AU pada 9 April 2024.

A-1340-menerjunkan-bantuan-logistik-kemanusiaan-di-Gaza-_-Airspace-Review
TNI AU Tepat pada 9 April 2024 pesawat C-130J-30 A-1340 Super Hercules TNI AU menerjunkan logistik bantuan kemanusiaan dari Pemerintah Indonesia untuk rakyat Palestina di Gaza.

Penerjunan bantuan dari udara tersebut menumbuhkan rasa haru dan bangga, bahkan tetesan air mata, karena bangsa Indonesia dapat berkontribusi menolong rakyat Palestina yang tidak berdaya menghadapi gempuran senjata-senjata yang masif dan mematikan dari udara dalam konflik Hamas-Israel yang telah berlangsung lebih dari delapan bulan tersebut. Hal ini juga mengingatkan kepada kita bahwa menentang penjajahan dan mewujudkan perdamaian dunia merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Dibandingkan Hercules seri B/H milik TNI AU sebelumnya, pesawat varian J atau Super Hercules ini memiliki berbagai keunggulan. Mulai dari mesin baru yang lebih kuat namun efisien bahan bakar, kecanggihan sistem avionik dan navigasi digital, serta mampu mengangkut muatan yang lebih besar. Pesawat juga dapat dilengkapi dengan sistem pertahanan yang terintegrasi penuh.

Kehadiran pesawat angkut Super Hercules dan berikutnya 42 jet tempur Rafale akan semakin membuat TNI AU kuat dan memiliki kapabilitas yang meningkat dalam menjalankan tugas. Namun perlu juga diingat bahwa kehadiran Rafale ini akan lebih sempurna bila didukung oleh pesawat misi khusus, yakni pesawat yang dapat mengendalikan pertempuran di udara yang lazim disebut sebagai pesawat Airborne Early Warning and Control (AEW&C).

TNI AU telah mengkaji sejumlah pesawat jenis AEW&C yang tersedia di pasaran, seperti Saab 2000 Erieye dari Swedia dan Boeing B737 AEW&C (E-7A Wedgetail) dari Amerika Serikat. Ini adalah dua dari tiga jenis pesawat AEW&C yang memang sudah diincar sejak Renstra III TNI AU digulirkan.

Pesawat AEW&C digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan pergerakan pesawat, kapal, bahkan kendaraan darat lawan dalam jarak yang sangat jauh, hingga ratusan kilometer. Kemudian pesawat melakukan komando dan kontrol ruang pertempuran dalam operasi udara dengan mengarahkan pesawat tempur kawan ke sasaran yang menjadi targetnya.

AI-7302
Istimewa Pesawat Boeing 737-200 Intai Strategis TNI AU yang dioperasikan oleh Skadron Udara 5.

Sementara ini, TNI AU hanya memiliki pesawat intai strategis untuk peran pengawasan udara dan maritim, yakni tiga unit Boeing B737-200  2X9 Surveiller berusia lebih dari empat dasawarsa. Ketiga pesawat yang dioperasikan oleh Skadron Udara 5 di Lanud Sultan Hasanuddin, Makkassar ini dibeli oleh Pemerintah Indonesia dari Amerika Serikat pada akhir tahun 1970-an dan tiba di Tanah Air pada kurun 1981 hingga 1983.

Mengingat pertempuran udara semakin canggih dan berkembang, keberadaan pesawat AEW&C bersifat mutlak harus dimiliki oleh TNI AU. Mengibaratkan sebuah kelompok orkestra, dibutuhkan seorang dirigen atau konduktor yang akan berperan sebagai pemberi aba-aba dan pengatur pertempuran udara. Patut diketahui bahwa di kawasan sekitar Indonesia, Angkatan Udara Singapura (RSAF), Angkatan Udara Thailand (RTAF), dan Angkatan Udara Australia (RAAF) telah lama memiliki dan mengoperasikan pesawat tipe ini.

Selanjutnya, kebutuhan yang mutlak dimiliki TNI AU adalah pesawat pengisian bahan bakar di udara atau pesawat tanker udara. Meskipun sebenarnya TNI Angkatan Udara telah memilki pesawat jenis pesawat ini sejak tahun 1961, yakni dua unit KC-130B dari Asal Amerika Serikat, saat ini TNI AU hanya tinggal memiliki satu pesawat yang dioperasikan oleh Skadron Udara 32 Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur.

Dengan dukungan pesawat tanker, armada jet tempur TNI AU dapat diperluas jangkauan tempurnya tanpa harus balik ke pangkalan induk untuk mengisi ulang bahan bakar ulang darat. Perlu dicatat pula bahwa KC-130B yang dimiliki TNI AU hanya memiliki sistem pengisian model Probe & Drogue. Sistem ini hanya bisa digunakan untuk mengisi bahan bakar terhadap pesawat tempur Hawk 100/200 dan Su-27/30 saja. Sedangkan terhadap pesawat tempur F-16 tidak bisa dilakukan karena sistem pengisian udaranya harus menggunakan sistem Boom.

Sebagai calon pengganti pesawat tanker KC-130B yang telah berusia lebih dari 60 tahun ini, Kementerian Pertahanan RI telah menandatangani pembelian dua unit pesawat Airbus 400M Atlas di pameran kedirgantaraan Dubai Airshow 2021 di Dubai, Uni Emirat Arab. Penandatanganan kontrak pembelian pesawat disaksikan langsung oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dengan perwakilan dari pihak Airbus Defence and Space. Kontrak yang telah berlaku efektif sejak tahun 2022 ini, mencakup pengadaan dua pesawat dengan opsi pembelian dua unit tambahan, serta paket dukungan pemeliharaan dan pelatihannya.

Rafale - A330 MRTT - A400M di Lanud Halim_ Airspace Review
Rangga Baswara Sawiyya/AR Rafale, A400M, dan A330 MRTT milik Angkatan Udara Prancis di Lanud Halim Perdanakusuma.

Pesawat A400M yang berukuran lebih besar dari pesawat Super Hercules ini dapat diubah perannya dengan cepat dari pesawat tanker menjadi pesawat angkut, atau sebaliknya. Pesawat ini dilengkapi dengan sistem pengisian bahan bakar model Probe & Drogue, yang cocok dengan jet tempur baru Rafale, serta Hawk 100/200, dan Su-27/30.

A400M di Lanud Halim Perdanakusuma
Rangga Baswara Sawiyya/AR A400M Atlas milik Angkatan Udara Prancis di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Selain A400M, Kementerian Pertahanan RI saat ini juga sedang mengkaji pembelian pesawat MRTT (Multi-Role Tanker & Transport) dari jenis yang memiliki sistem Probe & Drouge serta Boom sekaligus, yakni A330 MRTT dari Airbus Defence and Space atau KC-46A Pegasus dari Boeing, Amerika Serikat. Pesawat ini nantinya akan mendukung pengisian bahan bakar di udara bagi pesawat-pesawat tempur seperti F-16 dan juga F-15EX yang sedang dalam proses pembelian oleh Kementerian Pertahanan.

Pesawat Intai Serang Tanpa Awak

Pesawat lainnya yang sepatutnya juga dimiliki oleh TNI AU untuk menjadi angkatan udara modern, adalah pesawat intai serang tanpa awak atau populer dengan sebutan Unmanned Combat Aerial Vehicle (UCAV). Berkaca pada peperangan modern seperti perang antara Azerbaijan dan Armenia, peran UCAV memberikan kontribusi kemenangan yang besar.

Dengan dukungan UCAV, Angkatan Bersenjata Azerbaijan dalam berperang melawan tetangganya Armenia berhasil menekuk militer Armenia hanya dalam 44 hari pertempuran dalam perebutan wilayah Nagorno-Karabakh pada 27 September hingga 10 November 2020.

Begitu pula Perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022 hingga saat ini, peran pesawat tanpa awak sangat menentukan kemenangan bagi kedua belah. Drone dapat digunakan sebagai wahana intelijen, pengawasan, akuisisi target, dan pengintaian (ISTAR) maupun penggunakan sekali jalan sebagai senjata bunuh diri yang mematikan bagi lawan.

Penggunaan drone kamikaze ini bahkan semakin masif karena berbiaya lebih murah namum memberikan dampak yang sangat besar. Tidak jarang, serangan drone berhasil menghancurkan aset-aset berharga bernilai ratusan juta dolar AS. Beragam drone quadcopter jenis First-Person View (FPV) yang awalnya digunakan untuk keperluan sipil seperti fotografi, video, dan pemetaan, kini dimodifikasi menjadi drone bunuh diri dengan membawa senjata artileri.

Skadron-Udara-51
TNI AU Skadron Udara 51.

Patut kita berbangga bahwa TNI AU tidak ketinggalan zaman untuk kemudian melihat pentingnya peran drone dan telah membuat perencanaan untuk menambah kekuatan armada PTTA. Saat ini TNI AU telah memiliki dua skadron PTTA. Pertama adalah Skadron Udara 51 yang dibentuk tahun 2015 di Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. Skadron ini diperkuat dengan drone intai tak bersenjata Aeostrar. Kedua adalah Skadron Udara 52 yang dibentuk tahun 2021 di Lanud Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau. Skadron ini diperkuat dengan pesawat intai bersenjata CH-4B Rainbow asal China.

Dalam waktu dekat, TNI AU juga akan kedatangan UCAV baru Anka-B dari Turkiye. Dengan hadirnya drone Anka-B tersebut TNI AU berencana membangun dua skadron baru yakni Skadron Udara 53 di Lanud Anang Busra, Tarakan, Kalimantan Utara dan Skadron Udara 54 di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur.

Radar Baru dan Rudal Pertahanan Udara Jarak Jauh

Untuk terus memoderinsasi alutsista secara berkesinambungan, dalam Renstra IV Tahun 2020-2024, TNI AU berencana membangun satuan radar baru dan satuan peluru kendali (rudal) jarak sedang/jauh baru. Khusus mengenai satuan radar, TNI AU akan memiliki total 25 radar baru. Tahap pertama sebanyak 13 radar dan selanjutnya 12 radar. Radar-radar baru ini dibeli dari Prancis dan Republik Ceko. Radar-radar ini akan menggantikan radar lama dan juga ditempatkan di titik-titik baru agar tak ada lagi ruang udara kosong yang tak terjaga.

Kasau Marsekal TNI M. Tonny Harjono menyatakan bahwa radar-radar yang dioperasikan oleh TNI AU bekerja selama 24 jam penuh. Satuan-satuan radar ini bertugas sebagai mata dan telinga untuk mengawasi dan memantau segala pergerakan dalam wilayah udara Indonesia.

Satrad-221-Ngliyep-di-Pacitan-Jawa-Timur
TNI AU

Salah satu satuan radar terbaru yang diresmikan oleh TNI AU adalah Satuan Radar (Satrad) 221 di Ngliyep, Pacitan, Jawa Timur. Satrad ini mengoperasikan radar canggih RAT-31 DL/M buatan Italia yang diproduksi bersama dengan BUMN Industri Pertahanan dari Indonesia yakni PT LEN Industri. Radar ini termasuk kategori Medium Long Range (MLR) berteknologi 3D mencakup jarak, azimuth, dan ketinggian. Radar RAT-31 DL/M mampu mengawasi ruang udara hingga jarak 400 km dan ketinggian deteksi 30.500 m.

Menoleh jauh ke belakang di tahun 1960-an, TNI AU pernah diperkuat dengan sistem rudal pertahanan udara canggih pada masanya, yaitu SA-75 Dvina (NATO: SA-2 Guidline) yang didatangkan dari Uni Soviet, termasuk sistem radar pemandunya.

Saat itu dibentuk tiga skadron peluncur rudal dan satu skadron teknik yang tergabung dalam Wing 100 Hanud (Pertahanan Udara) serta operator radar yang benaung di bawah Wing 200 Hanud Radar. TNI AU menempatkan Skdaron 101 di Cilodong, Skadron 102 di Cilincing, dan Skuadron 103 di Teluk Naga. Sementara Skadron Teknik 104 ditempatkan di Pondok Gede. Setiap skadron peluncur mendapatkan enam rudal yang siap pakai dan enam rudal cadangan.

AMRAAM-ER pada NASAMS
Raytheon Sistem pertahanan udara NASAMS.

Pasca runtuhnya pemerintahan Orde Lama dan berganti ke Orde Baru, Satuan Rudal TNI AU hanya memiki sistem rudal pertahanan udara jarak dekat saja. Penantian panjang memiliki rudal pertahanan udara canggih jarak menengah baru, akhirnya kembali terwujud pada tahun 2018 saat sistem NASAMS (Norwegian Advanced Surface to Air Missile Systems) dari Norwegia tiba di Indonesia, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Satuan Rudal (Satrudal) 111 Teluk Naga, Tangerang, Banten pada November 2020. Seperti halnya SA-75 Dvina, penempatan strategis NASAMS di Teluk Naga, Tangerang ini guna melindungi wilayah Ibu Kota Jakarta dari ancaman serangan udara bila terjadi perang.

Dalam Renstra IV Tahun 2020-2024, TNI AU pun telah mengagendakan untuk penambahan atau pembentukan satuan rudal pertahanan jarak menengah/jauh, khususnya untuk ditempatkan di sekitar wilayah ibu kota baru Indonesia, yakni IKN (Ibu Kota Nusantara), di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Kasau menjelaskan, ini adalah rencana berikutnya yang sudah dipersiapkan oleh TNI AU dengan dukungan dari pemerintah.

Menjadi Angkatan Udara yang AMPUH

Dengan menindaklanjuti Renstra III dan Renstra IV yang telah dicanangkan oleh TNI AU secara berkesinambungan, tekad TNI AU untuk menjadi angkatan udara yang dapat menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) optimistis dapat terwujud dalam beberapa tahun mendatang.

Kehadiran seluruh alutsista baru dalam jumlah memadai dan modern yang dinantikan, sangat mendukung terlaksananya pelaksanaan tugas-tugas TNI AU sesuai amanat undang-undang.

Dilantiknya Marsekal TNI M. Tonny Harjono sebagai Kasau ke-24 oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara pada 5 April 2024 menandai estafet kepemimpinan di TNI AU sebagai kekuatan matra udara yang didirikan oleh para pendahulu pada 9 April 1946. Dalam kepemimpinannya ini Marsekal Tonny menghadirkan visi baru TNI AU yakni AMPUH, bermakna TNI Angkatan Udara yang Adaptif, Modern, Profesional, Unggul, dan Humanis.  

Jokowi-Lantik-Tonny-jadi-KSAU-ke-24
BPMI Setpres RI Presiden RI Joko Widodo melantik Marsekal TNI M. Tonny Harjono sebagai Kepala Staf Angkatan Udara di Istana Negara pada 5 April 2024.

Pada sambutan saat “Entry Briefing” sebagai Kasau baru di Gedung Suharnoko Harbani, Mabesau pada 16 April 2024, Marsekal Tonny menyatakan komitmennya untuk tidak hanya melanjutkan, namun juga memperkaya warisan prestasi yang telah ditorehkan oleh para pendahulu TNI AU.

Kasau menyampaikan visi menjadikan TNI AU yang AMPUH dalam menjaga kedaulatan NKRI dan stabilitas keamanan kawasan.

Kasau menjelaskan bahwa TNI AU harus Adaptif, yang bermakna harus cepat dan efektif dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan dan tantangan yang muncul. Kemudian Modern, Kasau ingin pembaruan dan pengembangan alutsista dengan teknologi mutakhir menggunakan metode-metode pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal operasional, pelatihan, manajemen, untuk memastikan bahwa TNI AU berada di garis terdepan dalam inovasi teknologi militer.

Berikutnya adalah Profesional, yang bermakna bahwa TNI AU mempunya standar etika kerja, kedisiplinan, dan keahlian yang tinggi di antara personel-personel TNI Angkatan Udara.

Selanjutnya adalah Unggul, bermakna bahwa dedikasi TNI AU untuk mencapai standar kinerja yang tinggi dan berusaha tanpa henti untuk melakukan yang terbaik di dalam kompetensi individu sebagai bagian dari sebuah kesatuan. Lalu yang terakhir Humanis, bermakna komitmen TNI AU untuk selalu mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap tindakan dan keputusannya.

Kasau menandaskan, dalam lima tahun terakhir Pemerintah Republik Indonesia telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap bidang pertahanan, khususnya untuk memodernisasi alutsista TNI AU.

Ditekankan bahwa TNI AU harus bergerak maju dan AMPUH. Hal ini, kata Kasau, bukan untuk menakut-nakuti rakyat, bukan untuk menakut-nakuti negara tetangga, bukan untuk berperang dengan musuh, tetapi TNI AU ingin menjaga situasi keamanan yang kondusif, situasi perdamaian di kawasan yang terjaga.

Mari bersama-sama kita dukung dan cintai TNI AU yang AMPUH demi tetap tegak dan kokohnya NKRI dari segala bentuk rongrongan maupun ancaman. Swa Bhuwana Paksa!

Rangga Baswara Sawiyya

One Reply to “Didukung oleh Alutsista Modern yang Memadai, TNI AU AMPUH Siap Melaksanakan Tugas Mulia Melindungi NKRI”

  1. Amat disayangkan skadron PTTA yang baru tidak dibangun di wilayah Indonesia Timur padahal melihat “intensitas” konflik disana lebih membutuhkan wahana pengintaian bahkan serang untuk mendeteksi tiap potensi ancaman yang muncul secara real time dan membantu pergerakan pasukan darat dalam menanggulangi gangguan keamanan yang terjadi langsung ke sasaran secara presisi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *