AIRSPACE REVIEW – Myanmar meningkatkan kerja sama militer bilateral bidang teknis militer dan pertahanan dengan Rusia. Hal ini ditegaskan dalam kunjungan Panglima Angkatan Udara Myanmar Htun Aung ke Rusia pada 29 Mei.
Dalam kunjungan tersebut Aung diterima oleh Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin. Kedua pejabat membahas tren positif dari pengembangan kerja sama militer kedua negara.
“Selama perundingan, mereka menekankan dinamika positif perkembangan kerja sama militer bilateral dan teknis militer, serta menguraikan bidang-bidang kerja sama yang menjanjikan dan cara-cara untuk mewujudkannya,” ujar Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataannya.
Ditambahkan bahwa Myanmar dan Rusia bersepakat untuk memperkuat dialog antara badan-badan militer dan memperkuat hubungan yang saling menguntungkan, khususnya hubungan angkatan udara kedua negara.
Kantor berita Rusia, TASS, memberitakan pertemuan kedua pejabat berjalan dalam suasana penuh persahabatan.
Sebelumnya pada Maret lalu, Fomin dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mengatakan bahwa Angkatan Bersenjata Rusia dan Myanmar akan melaksanakan lebih dari 50 kegiatan militer bersama pada tahun ini.
“Kami memiliki dasar yang kuat untuk pengembangan lebih lanjut hubungan antara Angkatan Bersenjata Rusia dan Myanmar. Tahun ini, kami telah merencanakan lebih dari 50 acara kerja sama militer bilateral, termasuk kunjungan timbal balik dari panglima cabang angkatan bersenjata, serta proyek operasional dan pelatihan tempur bersama,” ujar Fomin saat itu.
Myanmar merupakan salah satu negara pengguna sistem persenjataan dari Rusia. Pada tahun 2018 misalnya, Rusia dan Myanmar menandatangani kontrak pengadaan enam jet tempur Su-30SME. Myanmar juga membeli jet latih Yak-130 dari Rusia.
Penjualan jet tempur dan jet latih tersebut merupakan bagian dari peningkatan kerjasama militer antara Myanmar dan Rusia yang sudah terjalin lama. Su-30SME merupakan jet tempur tercanggih di Angkatan Udara Myanmar yang sebagian besar mengoperasikan pesawat tempur buatan Rusia dan China. (RNS)
Karena Russia lebih “pure” dan praktis. Pure bisnis dan praktis tanpa embel embel ikut campur urusan “dapur” orang. Kalo barat pasti dah ngeributin isu dalam negeri Myanmar