AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Dikembangkan pada tahun 1960-an oleh General Dynamics, F-111 Aardvark jadi salah satu ikon Angkatan Udara AS (USAF) dan Angkatan Udara Australia (RAAF) di era dekade Perang Dingin. Pesawat serang pembom ini berkiprah dalam Perang Vietnam hingga Operasi Badai Gurun Perang Teluk 1991.
Kemunculan F-111 bermula dari Program TFX (Tactical Fighter Experimental) yang dicanangkan oleh Menteri Pertahanan Robert McNamara di masa pemerintahan Presiden John F. Kennedy hingga Presiden Lyndon B. Johnson (1961-1968).
Program TFX digelar oleh Menhan McNamara untuk kebutuhan Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS yang saat itu sama-sama mencari pesawat baru. Pesawat yang diinginkan adalah mampu membawa persenjataan berat dan muatan bahan bakar yang banyak, berkecepatan supersonik tinggi, bermesin ganda, bertempat duduk kembar, serta menggunakan sayap model geometri variabel.
Sejumlah pabrikan ikut dalam kontestasi ini seperti Boeing, General Dynamics, Lockheed Martin, dan McDonnel. Dari sekian parameter yang diharapkan, hanya rancangan dari General Dynamics yang dinilai memenuhi syarat. Program inilah yang sekaligus memlopori lahirnya model sayap sapuan variabel ke belakang.
Beragam varian
F-111 dilengkapi dengan mesin turbofan afterburning dan radar otomatis yang dapat mengikuti medan permukaan Bumi untuk penerbangan rendah dan kecepatan tinggi. Kemampuan ini dikenal dengan istilah Nap-on-the Earth (NOE)
Walau F-111 berkembang menjadi jet tempur andalan, pengembangan pesawat ini tak luput dari sejumlah masalah selama pengembangan awalnya. Urusan mesin menjadi salah satu faktor paling rumit dalam hal ini. Pesawat ditenagai oleh dua mesin turbofan Pratt & Whitney TF30 afterburning.
General Dynamic mengembangkan sejumlah varian untuk Angkatan Udara. Beberapa di antaranya adalah varian khusus, seperti pembom strategis FB-111A dan pesawat perang elektronik EF-111 yang diberi nama Raven.
Namun pengembangan F-111B untuk Angkatan Laut terpaksa dibatalkan di tengah jalan sebelum pesawat masuk ke jalur produksi. Pesawat ini awalnya akan digunakan sebagai jet tempur kapal induk untuk peran pencegat jarak jauh.
Sesuai karakteristiknya, F-111 Aardvark digunakan sebagai jet tempur supersonik multiperan jarak menengah.
Pesawat ini memiliki banyak peran termasuk peran interdiksi, pengeboman strategis yang mampu membawa senjata nuklir, pengintaian, dan peperangan elektronik.
Dari sisi kapabilitas, F-111 dirancang sebagai pesawat serang segala cuaca, yang mampu menembus pertahanan musuh tingkat rendah untuk mengirimkan persenjataan ke sasaran.
Selain bersayap geometri variabel, F-111 dilengkapi dengan ruang senjata internal dan kokpit model tempat duduk berdampingan. Kokpitnya dirancang sebagai sebagai sebuah kapsul bagi kru-nya untuk menyelamatkan diri.
Sapuan sayap bervariasi antara 16-72,5 derajat. Sayap pesawat memiliki bilah tepi depan dan sayap berlubang ganda di sepanjang sayapnya.
Sementara untuk bagian badannya, sebagian besar terdiri dari paduan aluminium, baja, titanium, dan bahan lain yang digunakan di beberapa bagian. Badan pesawat terbuat dari struktur semi-monocoque dengan panel kaku dan panel struktur sarang lebah untuk kulit.
Untuk roda, bagian ini menggunakan susunan pendarat tiga titik. Pintu roda pendarat utama ditempatkan di tengah badan pesawat, yang sekaligus berfungsi sebagai rem kecepatan dalam penerbangan.
Sebagian besar varian F-111 menyertakan sistem radar yang mengikuti medan yang terhubung ke autopilot.
Persenjataan
Dalam hal persenjataan, ruang senjata internal dapat membawa bom, meriam M61 20 mm yang dapat dilepas, dan juga tangki bahan bakar tambahan. Ruang bom dapat menampung dua bom konvensional M117 seberat 750 pon (340 kg), satu bom nuklir, atau bom latih.
Untuk versi Angkatan Laut, F-111B dapat membawa dua rudal udara ke udara jarak jauh AIM-54 Phoenix. Sementara meriamnya dilengkapi tangki amunisi besar berkapasitas 2.084 butir. Namun seperti yang telah disebutkan, varian ini batal dibuat.
Varian F-111C dan F-111F dilengkapi dengan sistem penargetan AN/AVQ-26 Pave Tack. Pave Tack mencakup sensor Forward Looking Infrared (FLIR), kamera optik, dan laser rangefinder/designator. Dengan pod Pave Tack, F-111 dapat menandai target dan menjatuhkan bom berpemandu laser pada.
Pada varian RF-111C RAAF, pesawat juga dilengkapi dengan palet sensor dan kamera untuk digunakan saat melaksanakan pengintaian udara.
FB-111 dapat membawa dua rudal nuklir udara ke permukaan AGM-69 SRAM di ruang senjatanya.
General Dynamics juga pernah menguji coba dua rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder yang dibawa di atas rel dalam susunan trapeze dalam ruang senjata. Namun rancangan ini tidak diterapkan.
Model awal F-111 juga dilengkapi radar untuk memandu rudal udara ke udara jarak menengah AIM-7 Sparrow. Namun rancangan ini juga tidak diterapkan.
Untuk persenjataan eksternal, F-111 dapat membawa bom silinder serta persenjataan lainnya yang dibawa di bawah sayap pesawat, seperti bom penetrasi beton Matra Durandal.
Setiap sayap F-111 dilengkapi dengan empat tiang gantungan. Setiap tiang memiliki kapasitas 5.000 pon (2.300 kg). Tangki bahan bakar tambahan juga dapat dibawa pada gantungan ini yang masing-masing berkapasitas 600 galon (2.300 liter).
Badan pesawat F-111 tidak memiliki gantungan untuk senjata eksternal. Namun dapat membawa pod penanggulangan elektronik (ECM) dan/atau pod datalink. Satu gantungan di ruang senjata dan yang lainnya di badan pesawat bagian belakang di antara mesin.
F-111 taktis dilengkapi dengan rel bahu pada empat tiang putar bagian dalam untuk memasang rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder. Rudal ini dibawa untuk pertahanan diri. Pada F-111C RAAF, juga mampu meluncurkan rudal antikapal Harpoon, dan rudal stand-off Popeye.
FB-111A dapat membawa persenjataan konvensional yang sama dengan varian taktis, tangki bahan bakar, atau bom gravitasi nuklir strategis. Pesawat dapat membawa hingga empat rudal nuklir AGM-69 SRAM di tiangnya.
Babi terbang
Soal nama, perlu diketahui bila Aardvark berasal dari bahasa Afrika. Nama ini dipilih untuk menggambarkan hewan dengan hidung panjang dan rendah. Hal ini menggambarkan kemampuan terbang rendah F-111 tadi.
Aardvark juga berarti babi, nama yang melekat untuk julukan F-111.
Di Angkatan Udara AS (USAF) F-111 beroperasi mulai tahun 1967, sementara di RAAF mulai digunakan tahun 1973 yaitu untuk varian F-111C.
USAF mengerahkan F-111 dalam Perang Vietnam untuk melakukan misi serangan darat tingkat rendah. Tercatat, sebanyak 4.000 misi tempur dijalani oleh pesawat ini dan hanya enam unit yang hilang dalam pertempuran di teater Vietnam.
F-111 juga dikerahkan AS dalam Operasi Badai Gurun dalam Perang Teluk tahun 1991.
Sementara di RAAF, F-111C tidak pernah dikerahkan untuk melakukan penyerangan. Pesawat ini lebih ke peran pencegah dan daya gentar seperti untuk mendukung Pasukan Internasional pimpinan Australia di Timor Timur.
Setelah selesai Perang Teluk, USAF mulai memensiunkan F-111. Pesawat terakhir mengudara pada tahun 1998 dan perannya digantikan oleh F-15E Strike Eagle untuk misi serangan presisi jarak menengah. Sementara peran pembom supersonik dipercayakan kepada pembom B-1B Lancer.
Lain dengan RAAF, F-111C dioperasikan hingga Desember 2010 dan perannya digantikan sementara oleh Boeing F/A-18E/F Super Hornet dan kemudian diteruskan oleh Lockheed Martin F-35 Lightning II.
Kurang lebih 612 F-111 berbagai varian berhasil dibuat oleh General Dynamics. Pesawat ini hanya digunakan oleh USAF dan RAAF.
-Poetra-