Peran Pesawat Angkut TNI AU Dalam Melaksanakan Misi Mulia Bantuan Kemanusiaan Serta Evakuasi WNI dari Luar Negeri

TNI AU melaksanakan misi kemanusiaan di Turkiye dan menjemput WNI dari SudanDispenau, AR

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – The Air Force Can Deliver Anything, judul buku yang ditulis Daniel F. Harrington (2008) menggambarkan A History of Berlin Airlift, operasi pengangkutan logistik via udara terbesar dan paling monumental dalam sejarah penerbangan dunia.

Harrington, sebagaimana penulis-penulis sejarah militer lainnya yang mengupas operasi ini, mengingatkan kembali peran besar pesawat angkut dalam operasi udara militer yang dilaksanakan oleh Amerika Serikat bersama dua sekutu baratnya yakni Inggris dan Prancis dalam menembus Blokade Kota Berlin oleh Uni Soviet di awal era Perang Dingin.

Berlin Airlift sukses dilaksanakan selama 15 bulan mulai 24 Juni 1948 hingga 30 September 1949. Dalam operasi pengangkutan logistik ini, Amerika Serikat dan negara sekutu mampu melaksanakan 1.300 – 2.500 sorti penerbangan per hari dengan mengirimkan 3.500 – 13.000 ton logistik ke Berlin. Jumlah yang sangat besar. Secara akumulatif, Berlin Airlift membukukan pengiriman lebih dari 2,3 juta ton logistik (termasuk batu bara sebagai sumber energi di Berlin) menggunakan lebih dari 278 ribu sorti penerbangan.

Satu yang juga patut diapresiasi, saat pelaksanaan operasi tersebut Angkatan Udara AS (USAF) bahkan masih berusia sangat muda, yakni kurang dari setahun usai secara mandiri lepas dari Penerbangan Angkatan Darat AS (USAAF) dan resmi menjadi USAF pada 18 September 1947. Dalam Berlin Airlift ini USAF antara lain mengerahkan pesawat-pesawat angkut militernya seperti C-47 Skytrain, DC-3 Dakota, C-121A Constellation, C-54 Skymaster, C-74 Globemaster, dan lainnya.

Panglima Angkatan Udara AS di Eropa (USAFE) periode 2008-2010 yang juga pilot pesawat angkut militer Boeing C-5 Galaxy Jenderal Roger A. Brady turut menuliskan komentarnya, “Berlin Airlift telah menginspirasi generasi tua dan muda sebagai salah satu peristiwa hebat dalam sejarah penerbangan, lebih dari sekadar prestasi operasional yang mengesankan.”

Apa yang ingin disampaikan di sini, adalah bahwa operasi pengangkutan udara militer telah diakui dan telah terbukti peran vitalnya. Berlin Airlift tidak mungkin terlaksana secara masif tanpa dukungan pesawat angkut militer. Operasi ini pun tentu hanyalah satu dari mungkin sekian puluh ribu operasi pengangkutan udara yang telah dilaksanakan di seluruh dunia, melibatkan pesawat-pesawat angkut angkatan udara.

Tak terkecuali yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) sejak didirikan pada 9 April 1946 dengan nama Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) kala itu. Sebab, pada hakikatnya memang Angkatan Udara di seluruh dunia, selain dibangun sebagai kekuatan tempur perang dengan pesawat-pesawat bersenjatanya, juga adalah matra udara yang dapat melaksanakan misi jembatan udara, pengangkutan personel maupun logistik, serta tugas-tugas lainnya yang dimandatkan, termasuk yang utama menjaga kedaulatan negara di udara.

Sangat beralasan bila Presiden RI pertama Ir. Sukarno di awal tahun 1960-an pun melobi Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy agar Indonesia bisa mendapatkan 10 pesawat angkut militer C-130 Hercules buatan AS. Bung Karno kala itu menyatakan bahwa Republik Indonesia yang sedang membangun, membutuhkan armada pesawat angkut militer baru untuk mendukung program nasional.

Dimulailah sejak saat itu armada C-130 Hercules melengkapi pesawat-pesawat angkut yang telah dimiliki AURI sebelumnya seperti DC-3 dan C-47 guna melayani apa yang kita sebut saat ini sebagai Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti misi penanggulangan bencana alam, misi evakuasi warga, termasuk juga misi Penerbangan Angkutan Udara Militer (PAUM) yang dulu bernama DAUM (Dinas Angkutan Udara Militer). Patut kita apresiasi di sini, pesawat-pesawat Hercules dari AS tersebut hingga saat ini masih ada yang dioperasikan oleh TNI AU, menunjukkan ketangguhan pesawat dan pemeliharaannya yang terjaga dengan baik.

PAUM merupakan penerbangan reguler yang dilaksanakan oleh pesawat angkut TNI AU setiap bulannya ke wilayah Indonesia Barat, Tengah, dan Timur, berkeliling dari Sabang hingga Merauke. Penerbangan ini dilaksanakan untuk membantu para personel TNI/TNI AU dan juga keluarganya yang melaksanakan dinas jauh di luar Pulau Jawa hingga ke pulau-pulau terluar di seluruh wilayah Indonesia. Mereka naik pesawat PAUM secara gratis agar tidak terbebani biaya bila menggunakan pesawat komersial.

Dalam keadaan darurat atau genting, yang memaksa kesiapsiagaan dengan segera, pesawat-pesawat angkut TNI AU dikerahkan untuk mendukung kebutuhan tersebut. Bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi, longsor, banjir bandang, dan sebagainya yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, kerap kali membutuhkan bantuan armada pesawat angkut, termasuk juga helikopter tentunya, untuk bergerak pertama memberikan bantuan maupun pertolongan secara cepat. Misi-misi mulia ini terus dilaksanakan oleh TNI AU beserta seluruh jajaran terkait sejak TNI AU didirikan hingga saat ini.

Deru mesin pesawat Hercules atau pesawat angkut lainnya di malam hari maupun di pagi buta, bukan merupakan hal aneh yang didengar oleh warga-warga sekitar kompleks Pangkalan TNI AU (lanud) yang disinggahi pesawat. Mereka hilir mudik melaksanakan misi ke seluruh pelosok negeri sebagai Sayap Tanah Air (Swa Bhuwana Paksa), semboyan TNI AU.

Bakti TNI AU untuk negeri

Tidak hanya di dalam negeri, TNI AU melaksanakan misi-misi mulia tersebut hingga ke luar negeri. Pesawat-pesawat angkut TNI AU dikerahkan untuk mengirimkan logistik dan personel bantuan ke berbagai negara.

Dalam tiga tahun terakhir misalnya, dapat kita soroti bagaimana pesawat-pesawat angkut TNI AU diandalkan Pemerintah RI untuk melaksanakan beragam misi kemanusiaan ke luar negeri. Mulai dari misi pengambilan alat-alat kesehatan ke Shanghai, Tiongkok di saat pandemi COVID-19 sedang menyapu nyawa orang-orang di seluruh dunia, misi evakuasi WNI dari Afganistan yang dilanda perang saudara, pengiriman bantuan logistik dan personel SAR/Tim Kesehatan ke Turkiye dan Suriah yang dilanda gempa bumi dahsyat, hingga misi evakuasi WNI dari Sudan di tengah konflik bersenjata di negara yang terletak di Afrika Utara itu. Seperti halnya angkatan udara di sejumlah negara, TNI AU yang menjadi salah satu komponen kekuatan bangsa ini, berhasil menunjukkan baktinya dalam beragam operasi kemanusiaan tersebut.

Dalam misi penjemputan alat-alat kesehatan dari Tiongkok, TNI AU mengerahkan pesawat C-130 Hercules dari Skadron Udara 32. Pun demikian ketika mengirimkan bantuan logistik dan tim SAR/Kesehatan ke Turkiye menggunakan jenis pesawat yang sama. Pemerintah Republik Indonesia bahkan menugaskan pesawat C-130 ini selama hampir satu bulan di Turkiye untuk membantu pengiriman logistik dan evakuasi warga di sana.

Dalam misi evakuasi WNI dari Afganistan, Juni 2022, TNI AU mengerahkan pesawat Boeing 737 dari Skadron Udara 17 Lanud Halim Perdanakusuma. Operasi senyap yang dipimpin oleh Mabes TNI ini berhasil membawa pulang 26 WNI dan beberapa Warga Negara Asing (WNA) dari keluarga dari WNI yang dievakuasi.

TNI AU menyatakan, dalam misi tersebut, kru pesawat dihadapkan dengan beragam tantangan yang tidak mudah untuk melaksanakan operasi hingga mission accomplished. Dikatakan sulit sebab operasi ini menghadapi sejumlah kendala, mulai dari jarak yang cukup jauh antara Jakarta dan Afganistan, sekitar 4.100 mil laut yang harus ditempuh dengan waktu lebih dari 12 jam di luar transit untuk pengisian bahan bakar di sejumlah tempat.

Belum lagi situasi di Afganistan sendiri yang tidak menentu kala itu, termasuk izin melintas dan akses ke tempat penjemputan di mana pesawat harus mendarat serta hal-hal lainnya terkait koordinasi dengan negara-negara lain. TNI AU saat itu juga harus berkoordinasi dengan NATO yang mengatur ruang udara Afganistan hingga izin pendaratan di Bandara Kabul. Belum lagi alat pemandu pendaratan di bandara yang tidak dapat beroperasi dengan baik, termasuk lampu pendaratan yang tidak berfungsi.

Namun demikian, seluruh tantangan itu pada akhirnya dapat dilalui dengan baik. Pesawat Boeing 737 Skadron Udara 17 dapat kembali ke Indonesia dengan membawa seluruh WNI yang dievakuasi. Kedatangan pesawat disambut langsung oleh Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Fadjar Prasetyo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta yang memberikan apresiasi langsung kepada seluruh awak pesawat dan tim evakuator yang telah menjalankan tugas dengan baik.

Diakui Kasau, misi evakuasi WNI dari Afganistan berjalan dengan sukses berkat koordinasi dan sinergitas yang baik dengan seluruh kementerian/lembaga terkati. Proses evakuasi yang memakan total waktu selama lima hari itu diakui banyak pihak sebagai salah satu prestasi TNI AU di tahun 2022.

Demikian juga halnya dengan misi evakuasi WNI dari Sudan yang baru-baru ini dilaksanakan. Sudan yang sedang dilanda amuk perang saudara antara Angkatan Bersenjata Sudan dengan Kelompok Paramiliter negara itu, menimbulkan situasi yang tidak menentu bagi semua warga negara yang ada di sana. Bahkan dalam kejadian tersebut, puluhan pesawat yang berada di Bandara Khartoum mengalami kerusakan akibat penembakan dari udara termasuk ada sejumlah pesawat yang terbakar.

TNI AU dalam misi ini kembali mengerahkan pesawat Boeing 737 dari Skadron Udara 17 untuk melaksanakan evakuasi sekaligus menjadi jembatan udara bagi WNI dari Port Sudan ke Bandara Internasional King Abdul Aziz di Jeddah, Arab Saudi.

Evakuasi WNI dari Port Sudan ke Jeddah, Arab Saudi dilaksanakan dalam beberapa sorti penerbangan oleh pesawat Boeing 737 TNI AU terhadap lebih dari 800 WNI dari Sudan. Usai melaksanakan penerbangan angkutan WNI ke Jeddah, pesawat Boeing 737 TNI AU pun kembali ke Indonesia dengan membawa 110 WNI yang ikut bersama pulang dengan pesawat tersebut.

Dinamika evakuasi WNI dari negara yang sedang berperang, membutuhkan profesionalitas awak pesawat dan tim yang dikirim dan itu kembali dibuktikan oleh TNI AU. Tidak hanya Indonesia, angkatan udara dari berbagai negara pun mengirimkan pesawat-pesawat angkutnya ke Sudan untuk membawa pulang dengan selamat warga negara mereka masing-masing sebagai bentuk kehadiran pemerintah untuk menyelamatkan warganya di negara lain. Peran mulia yang dilakukan oleh pesawat-pesawat angkut TNI AU beserta para awak dan tim evakuatornya, telah memberikan nilai yang luhur di mata masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Memiliki TNI AU yang kuat, profesional, tangguh dan disegani, merupakan harapan kita bersama. TNI Angkatan Udara yang kuat menjadi dambaan masyarakat dan bangsa. Dengan pesawat-pesawat yang ada, walaupun sebagian besarnya adalah pesawat-pesawat yang telah berusia pakai lama, tidak mengecilkan hati TNI AU untuk terus memberikan darma bakti terbaiknya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kementerian Pertahanan RI memberikan perhatian dan dukungan penuh bagi peningkatan kekuatan TNI AU, melalui pengadaan pesawat-pesawat angkut terbaru seperti C-130J Super Hercules dari Amerika Serikat serta A400M Atlas dari konsorsium Eropa.

Terima kasih kita sampaikan kepada TNI AU dan seluruh jajaran yang telah mengemban amanah dengan baik, menjadikan TNI AU sebagai kekuatan dan kebanggaan bangsa. Terima kasih kepada Pemerintah RI serta terima kasih kepada seluruh awak pesawat dan personel yang bertugas, yang secara langsung maupun tidak langsung ikut terlibat dalam misi bantuan kemanusiaan serta evakuasi WNI dari luar negeri ini.

Semua ini tentunya merupakan bagian dari sumbangsih sejati yang telah dilaksanakan oleh TNI AU dan tentu kita harapkan akan terus berkelanjutan di masa depan sebagaimana dicita-citakan para pendiri dan pendahulu TNI AU.

-Rangga Baswara Sawiyya-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *