AIRSPACE REVIEW (airspacer-review.com) – Indonesia menyiapkan rencana darurat untuk mengantisipasi perkembangan di Taiwan. Mengevakuasi 350.000 Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Taiwan bukanlah perkara mudah.
Sementara Taiwan merupakan daerah kepulauan dan pilihan transportasinya hanya laut atau udara.
Padahal, dalam berbagai skenario latihan, China selalu mengepung total Taiwan. Pengepungan itu praktis memutuskan penerbangan dan pelayaran dari dan ke Taiwan.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha dikutip Kompas.id (14/4) mengatakan, pemerintah terus memantau perkembangan di Taiwan, termasuk bila kemungkinan terburuk perang terjadi di wilayah itu.
Dikatakan, kondisi geopolitik di sekitar Taiwan tidak kunjung mereda.
Sementara AS, di sisi yang lain, semakin gencar melakukan latihan militer dengan negara-negara mitra di Laut China Selatan yang dipersengketakan.
Jembatan udara dan laut
Upaya mengevakuasi WNI di Taiwan jelas hanya bisa dilakukan melalui laut dan udara, seperti yang telah disebutkan. Artinya, Pemerintah Indonesia harus siap dengan skenario ini dan melakukan antisipasi lebih awal.
Dalam pandangan Airspace Review, belajar dari kasus Perang Rusia-Ukraina, informasi intelijen akan sangat penting untuk dicermati.
Ketika Rusia akan menyerbu Ukraina, Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan, perang tinggal menunggu hitungan hari saja.
Presiden AS memperoleh informasi kuat bahwa ribuan kendaraan militer Rusia saat itu telah ditempatkan oleh Moskow di perbatasan negara dengan Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin sempat mengecoh perhatian dunia internasional dengan mengatakan tidak akan menyerbu Ukraina dan lebih mementingkan jalur diplomasi. Putin kemudian memerintahkan penarikan pasukannya.
Namun beberapa hari kemudian, seperti yang diduga AS, perintah Operasi Militer Khusus kemudian dinyatakan Putin dan mulai 24 Februari 2022 terjadilah perang Rusia-Ukraina yang hingga saat ini belum berhenti.
Kembali ke informasi intelijen mengenai pergerakan Militer China yang semakin agresif mendekati Taiwan dengan cara melakukan latihan-latihan militer skala besarnya, patut diwaspadai bila Beijing akan benar-benar melakukan serangan terhadap Taipei.
Keterlambatan dalam mengantisipasi dan mengolah informasi intelijen, akan semakin menyulitkan proses evakuasi bila perang benar-benar terjadi dan tidak terduga.
Airspace Review pada 28 Januari 2023 memberitakan, Kepala Komando Mobilitas Udara Angkatan Udara AS (AMC) Jenderal Mike Minihan secara mengejutkan telah menulis di memo internalnya. Ia mengatakan bahwa berdasarkan nalurinya, Amerika Serikat dan China akan berperang di tahun 2025.
“Saya harap saya salah. Naluri saya mengatakan bahwa kami akan berperang pada tahun 2025,” ujarnya.
Untuk itu, dia memerintahkan para komandan di bawah komandonya guna memastikan satuan-satuan tempur dipersiapkan sebaik mungkin.
Bagaimana pun, kita Indonesia tidak terlibat atau ikut campur dalam perang tersebut, bila terjadi. Namun demikian, 350.000 WNI di Taiwan tentu harus diselamatkan. Jembatan udara dan laut adalah solusinya.
Semoga perang tidak terjadi di Taiwan, seperti perang yang terjadi di Ukraina.
-RNS-