AIRSPACE REVIEW – Masyarakat Indonesia pencinta kedirgantaraan, khususnya penerbangan militer, dalam beberapa hari ini perhatiannya tertarik pada kedatangan pesawat C-130J-30 Super Hercules yang dibeli oleh pemerintah Indonesia. Satu pesawat tersebut telah datang di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta pada 6 Maret, yaitu pesawat dengan nomor registrasi A-1339.
Bagi yang belum mengenal nomor registrasi pesawat di TNI Angkatan Udara, dapat diuraikan bahwa A-1339 bermakna pesawat ini adalah pesawat angkut (diberi kode A), kemudian angka 13 adalah dua nomor pertama yang diambil dari C-130, sedangkan 39 adalah nomor yang menandakan bahwa ini adalah pesawat yang ke-39 dari kelompok pesawat C-130 yang dimiliki oleh TNI AU.
Jadi, misalnya untuk pesawat C-130 pertama mendapatkan kode A-1301. Pesawat buatan Lockheed (Lockheed Martin) tersebut, tercatat berdinas pertama kali di TNI AU (dulu AURI) pada tanggal 1 Maret 1960. Pesawat ini pernah ditugaskan dalam operasi Trikora, Dwikora, Pepera, dan operas-operasi lainnya yang sangat banyak. A-1301 kini berada di Museum Pusat Dirgantara Mandala (Muspusdirla) Yogyakarta, setelah dipindahkan dari Lanud Sulaiman, Bandung. Pembahasan mengenai hal ini mungkin lebih baik diuraikan pada kesempatan berikutnya. Demikian juga dengan nomor kode pesawat yang pernah menggunakan huruf “T”.
Kembali ke kedatangan pesawat Super Hercules, pemberitaan mengenai pesawat ini begitu masif, bahkan sejak sebelum pesawat ini datang ke Indonesia. Pemberitaan mulai menghangat ketika Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengunjungi pabrik Lockheed Martin di Marietta, Georgia, Amerika Serikat pada 7 September 2021. Di pabrik Lockheed Martin, Kasau melihat langsung proses pembuatan pesawat Super Hercules pesanan Indonesia dan kemudian membubuhkan tanda tangannya di rangka bagian hidung (nose cone) pesawat A-1339.
Hal itu membuktikan kepada publik bahwa proses pembuatan lima pesawat Super Hercules untuk Indonesia mulai dilaksanakan menyusul kontrak efektif yang telah berjalan pada Juli 2021. Perlu juga disampaikan bahwa pembelian lima pesawat C-130J-30 oleh Kementerian Pertahanan ini menggunakan mekanisme Direct Commercial Sales (DCS) atau langsung dari pemerintah ke pihak pabrikan, dalam hal ini Lockheed Martin. Sebelum terealisasi dalam bentuk kontrak akuisisi, pihak Lockheed Martin gencar memasarkan pesawat ini, termasuk di setiap gelaran pameran pertahanan Indo Defence di Jakarta yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali.
Keputusan pemerintah Indonesia untuk menambah armada pesawat C-130 Hercules dengan pesawat yang lebih baru yaitu C-130J Super Hercules, berdasarkan usulan dari pihak TNI AU sendiri sebagai operator (pengguna pesawat) mengingat ketangguhan pesawat C-130 yang sudah terbukti sejak tahun 1960-an ini. Indonesia mengoperasikan 10 unit pertama Tipe B sejak tahun 1960 dan hingga saat ini masih ada yang dioperasikan.
Pertimbangan menambah armada C-130 dengan yang baru juga didasari bahwa beberapa pesawat yang lama harus sudah mendapat pengganti mengingat telah lebih dari 60 tahun digunakan oleh TNI AU serta populasinya yang makin sedikit. Selain itu, penggunaan pesawat dengan teknologi yang lebih modern, akan mengadaptasikan TNI AU dengan perkembangan zaman. C-130J tentu bukan satu-satunya pesawat angkut yang digunakan di dunia. Hanya saja, pertimbangan bahwa TNI AU sudah sangat familiar terhadap pemeliharaan dan pengoperasian C-130 menjadi tambahan pertimbangan untuk mengakuisisi pesawat yang telah diproduksi oleh Lockheed Martin lebih dari 2.500 unit ini.
TNI AU akan menempatkan seluruh lima unit pesawat C-130J-30 Super Hercules di Skadron Udara 31, Wing Udara I, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Setelah pesawat pertama datang pada 6 Maret lalu, empat pesawat lainnya akan datang secara bertahap masing-masing pada bulan Juni, Juli, Oktober 2023 dan Januari 2024. Sebanyak 48 personel TNI AU telah dikirim ke pabrik Lockheed Martin sejak bulan Juli 2022, terdiri dari 12 pilot, 6 load master, dan 30 teknsi. Saat ini pendidikan untuk load master dan pilot masih ada yang dilaksanakan di AS mengingat pengiriman personel dilakukan dalam beberapa batch atau kelompok.
Pada 21 Februari 2023, Kasau kembali mengunjungi pabrik Lockheed Martin untuk melihat pesawat Super Hercules A-1339 yang telah selesai pembuatannya. Kasau berangkat ke Lockheed Martin bersama dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsdya TNI Donny Ermawan dan sejumlah pejabat lainnya. Di sana rombongan didampingi oleh Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Rosan Roslani. Kasau menerima penyerahan pesawat dari General Manager for Lockheed Martin’s Air Mobility and Maritime Missions Organization Rod McLean untuk kemudian tanggal 28 Februari diterbangkan menuju Indonesia oleh pilot dan kopilot dari Lockheed Martin disertai dengan tiga kru dari TNI AU termasuk Komandan Skadron Udara 31.
Di Jakarta, sebelum penyerahan pesawat oleh Kementerian Pertahanan kepada TNI, Kasau Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menjawab pertanyaan media mengatakan, dibandingkan pesawat terdahulu, pesawat Super Hercules memiliki sejumlah keunggulan di mana pesawat ini memiliki mesin yang lebih efisien sehingga pesawat bisa menjelajah lebih jauh, terbang lebih tinggi, dan membawa muatan yang lebih banyak.
Secara dimensi, sebenarnya tidak ada perbedaan antara pesawat C-130 Tipe H dengan Tipe J. Namun pesawat baru ini berteknologi lebih modern dan efisien. Penggunaan mesin baru dan baling-baling tipe baru yang berjumlah enam bilah, memberikan performa yang lebih baik bagi Super Hercules.
Penyerahan secara resmi pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1339 dari pemerintah kepada TNI, dilaksanakan pada tanggal 8 Meret 2023 di Lanud Halim Perdanakusuma. Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto secara simbolis menyerahkan kunci kepada Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono sebagai tanda penyerahan pesawat C-130J-30 A-1339. Penyerahan pesawat tesebut disaksikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi masalah pertahanan, dan Kasau.
Presiden Jokowi selanjutnya melakukan penarikan tirai kain untuk memperlihatkan logo Skadron Udara 31 di badan pesawat. Setelah itu ia kemudian melakukan tradisi pemecahan kendi ke ban pesawat serta melakukan penyiraman air bunga di bagian hidung pesawat. Resmi sudah, penyerahan pesawat dan dimulainya pengoperasian pesawat C-130J-30 A-1339 oleh TNI AU.
Presiden Jokowi menyatakan, keberadaan pesawat angkut Super Hercules akan bermanfaat untuk mendukung operasi militer maupun non militer seperti pengangkutan logistik untuk penanggulanan bencana alam di Indonesia. Pesawat ini, kata Presiden Jokowi, memiliki kapasitas angkut muatan 19,9 ton. Pesawat dapat mengangkut 98 penerjun atau 128 personel pasukan. Pesawat dapat terbang selama 11 jam sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Mencermati penambahan pesawat angkut bagi TNI Angkatan Udara/TNI, memang merupakan salah satu kebutuhan yang mutlak untuk dipenuhi oleh pemerintah mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan membutuhkan banyak pesawat angkut, baik untuk pergeseran pasukan, logistik, maupun untuk penerbangan bantuan kemanusiaan tadi. Sebelum ini kita diingatkan dengan berbagai bencana alam yang terjadi di dalam negeri, bahkan hingga ke luar negeri seperti gempa bumi dahsyat di Turkiye di mana pengiriman bantuan dan proses evakuasi ke dan dari lokasi kejadian membutuhkan pesawat angkut yang mudah dioperasikan dan tangguh, C-130/C-130J adalah salah satunya.
Indonesia pun mengirim satu pesawat C-130H A-1326 dari Skadron Udara 32, Wing Udara 2, Lanud Abdulrachman Saleh, Malang ke Turkiye dan menyediakan pesawat ini untuk proses pengangkutan logistik serta warga di Turkiye selama beberapa pekan. Keberadaan A-1326 di Turkiye diakui sendiri oleh pemerintah Turkiye sangat berguna dan sangat membantu. Pemerintah Turkiye melalui pernyataannya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Republik Indonesia atas bantuannya dalam penyediaan pesawat angkut beserta krunya yang sangat membantu tersebut.
Dengan akan datangnya lima pesawat baru C-130J-30 Super Hercules yang akan menjadi kekuatan baru Skdron Udara 31, TNI AU berencana untuk menggeser atau memindahkan C-130 tipe H maupun Tipe L-100-30 yang ada di Skadron Udara 31 ke Skadron Udara 32 di Malang. Pemindahan pesawat ini sekaligus untuk secara bertahap akan menggantikan pesawat Hercules Tipe B yang sudah enam dekade mengabdi bagi bangsa dan negara.
Sementara itu, Skadron Udara 33 yang ada di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar akan mengoperasikan seluruh pesawat C-130H eks Angkatan Udara Australia (RAAF) yang dibeli oleh pemerintah Indonesia dalam bentuk setengah hibah, di mana pemerintah Indonesia menghidupkan ulang pesawat tersebut serta meretrofitnya terlebih dahulu.
Pergeseran pesawat C-130 dari Skadron Udara 31 ke Skadron Udara 32 merupakan hal yang lumrah dan ini pun telah terjadi sebelumnya di TNI AU untuk skadron-skadron lainnya sesuai kebutuhan. Yang terpenting bagi kita semua, adalah pesawat-pesawat tersebut dapat secara optimal dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kepentingan bangsa dan negara demi menjaga kedaulatan negara dan menyejahterakan masyarakat. Kita tahu, untuk mendukung pengangkutan ke seluruh wilayah Indonesia, dibutuhkan armada pesawat yang memadai.
TNI AU memiliki enam skadron pesawat angkut sayap tetap yang terbagi dalam skadron angkut ringan, skadron angkut sedang, dan skadron angkut berat. Skadron Udara 4 di Lanud Abdulrachman Saleh dengan armada pesawat NC-212/212i merupakan skadron angkut ringan (juga intai taktis). Skadron Udara 2 di Lanud Halim Perdanakusuma dengan pesawat angkut CN295 merupakan pesawat angkut sedang. Demikian juga Skadron Udara 27 di Lanud Manuhua, Biak dengan pesawat angkut CN235 juga masuk kategori angkut sedang (juga intai taktis). Selanjutnya Skadron Udara 31 dengan pesawat C-130H dan C-130J, Skadron Udara 32 dengan pesawat C-130B/H, serta Skadron Udara 33 di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar dengan pesawat C-130H merupakan skadron angkut berat.
Skadron angkut berat, nantinya bertambah lagi dengan akan masuknya A400M Atlas buatan Airbus Defence and Space, di mana kontrak pembeliannya telah ditandatangani oleh Kementerian Pertahanan RI sebanyak dua unit.
Super Hercules, Abdulrachman Saleh, dan Makassar seperti judul tulisan ini, menggambarkan bahwa ada harapan baru untuk peningkatan kekuatan pesawat angkut di TNI Angkatan Udara. Pesawat Hercules/Super Hercules dan juga pesawat angkut lainnya tentunya, baik pesawat sayap tetap maupun helikopter, telah menunjukkan peran besar dalam mendukung program pemerintah. TNI AU sebagai salah satu bagian integral dari TNI, tentunya dituntut untuk senantiasa profesional dalam mengoperasikan alutsistanya yang tersebut. Baik yang sudah dioperasikan sejak lama mapun pesawat-pesawat baru yang akan berdatangan. Swa Bhuwana Paksa, Sayap Tanah Air.
-RNS-