AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Perusahaan kedirgantaraan Korea Aerospace Industries (KAI) dari Korea Selatan memenangkan tender proyek pengadaan jet tempur ringan untuk Angkatan Udara Malaysia (TUDM/RMAF).
Kontrak senilai 919 juta dolar AS telah ditandatangani oleh KAI dan Kementerian Pertahanan Malaysia untuk penyediaan18 jet FA-50. Menurut kontrak, pengiriman pesawat akan dimulai pada 2026.
Malaysia mengumumkan, setidaknya setengah dari pembayaran akan dilakukan dengan minyak kelapa sawit, seperti diberitakan Bulgarian Military (24/2).
Pada tahun 2021, enam perusahaan mengajukan penawaran untuk tender Pesawat Serang Ringan (LCA) Angkatan Udara Malaysia.
Pesawat yang turut bersaing dalam ternder tersebut adalah KAI FA-50 dari Korea Selatan, TUSAS Hurjet dari Turkiye, Hongdu L-15 dari China, Leonardo M-346 dari Italia, HAL Tejas India, dan MiG-35 dari Rusia.
Persyaratan Angkatan Udara Malaysia untuk tender tersebut adalah pengiriman bertahap 36 pesawat antara penandatanganan kontrak, lalu kemampuan untuk pengisian bahan bakar di udara, serta dilengkapi dengan rudal di luar jangkauan visual.
Dua persyaratan lainnya adalah memiliki kecepatan supersonik dan kemungkinan kerja sama industri dengan perusahaan Malaysia dengan 30 persen suku cadang pesawat diproduksi secara lokal.
Mengenai FA-50, jet tempur/serang ringan ini dikembangkan oleh KAI berdasarkan jet latih T-50 Golden Eagle.
Pesawat ini ditenagai oleh satu mesin turbofan afterburning General Electric F404 yang dibuat berdasarkan lisensi oleh Samsung Techwin. Mesin ini memiliki kekuatan dorong kering 53,07 kN dan 78,7 kN menggunakan afterburner.
Kecepatan maksimumnya adalah 1,5 Mach, ketinggian terbang hingga 14.630 m, dan jangkaun operasi 1.851 km.
Sebagai persenjataan untuk pertempuran udara jarak dekat tersedia satu kanon putar 3 laras General Dynamics A-50 20 mm dengan 205 butir peluru.
FA-50 dibekali juga rudal anti pesawat AIM-120 AMRAAM dan rudal udara ke permukaan Naval Strike Missile, serta dapat menggotong bom konvensional atau bom pintar.
-RBS-
Alhamdulillah. 18 + 18 jumlah yang minimum untuk tugas LIFT dan LCA Malaysia apalagi dengan keperluan mendesak untuk membaiki tahap QRA yang ada.
Indonesia sebenarnya butuh ini untik menggantikan keluarga Hawk, alternatifnya M 346, tapi FA 50 punya kelebihan di supersonik.
Sementara KF 21 bisa jadi workhorse pengganti F 16. Hanya bingung posisi Rafale apakah sebagai pemukul utama ganti keluarga Sukhoi? Bergandemgan dengan F 15EX?
Sudah waktunya negara sekelas Indonesia membangun pesawat jet militer sendiri walaupun bukan generasi ke-5. Contoh L-39 albatros. Seiring berjalan waktu dapat di upgrade teknologi nya. Alih teknologi sangat penting untuk kelangsungan hidup sebuah bangsa. Tingkatkan anggaran pendidikan, riset dan pemgembangan untuk janka panjangnya.