AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Kementerian Pertahanan China pada hari Minggu (5/2) secara tegas memprotes langkah Amerika Serikat menembak jatuh sebuah balon pemantauan cuaca sipil China yang masuk secara tidak sengaja ke wilayah udara AS.
Serangan terhadap balon udara yang disebut China sebagai pesawat udara tak berawak sipil itu, merupakan sebuah reaksi yang berlebihan.
Hal itu dikatakan oleh Juru Bicara Kementerian Pertahanan Nasional China Kolonel Senior Tan Kefei dalam pernyataannya.
Ia menyatakan, melintasnya balon China ke AS itu adalah sebuah force majeure.
Atas penembakan itu, China pun berhak mengambil tindakan serupa yang diperlukan dalam menghadapi situasi yang sama, kata Tan.
Pernyataan Tan seperti diberitakan oleh Global Times, bermakna bahwa jika sebuah pesawat asing secara tidak sengaja memasuki wilayah udara China, pasukan China juga dapat menembak jatuh pesawat itu dengan cara yang sama.
Pernyataan Tan muncul setelah pesawat tempur F-22 Raptor milik Angkatan Udara AS (USAF) menembakkan rudal udara ke udara AIM-9X yang menyebabkan balon China itu jatuh.
Sementara itu, pengamat militer menyebut tindakan AS akan berdampak signifikan terhadap hubungan militer-ke-militer kedua negara.
Lü Xiang, seorang pakar studi AS di Akademi Ilmu Sosial China mengatakan, pesawat milik AS secara lebih luas yang beroperasi di sekitar China, baik untuk tujuan sipil atau militer, jauh lebih sering daripada pesawat China di sekitar AS.
“Jika AS tidak membedakan antara pesawat sipil dan militer, maka itu telah menjadi preseden yang sangat buruk dalam memperlakukan hubungan China-AS,” ujar Lü.
AS sering melakukan pengintaian jarak dekat di depan pintu China di Laut China Selatan, Selat Taiwan, dan Laut China Timur, kadang-kadang dalam penyamaran sipil, menurut lembaga think tank, lapor media.
“Jika AS tidak membuat perbedaan, haruskah China membuat perbedaan? Haruskah China juga mengambil tindakan timbal balik? AS harus mempertimbangkan konsekuensinya dengan hati-hati,” tambah Lü.
Pentagon sendiri di lamannya menyatakan bahwa balon tersebut tidak menimbulkan bahaya atau ancaman militer secara fisik.
Pengamat militer China yang lain menyatakan, dari sudut pandang teknis, langkah AS seperti menembak nyamuk dengan meriam.
Penembakan itu tidak hanya bereaksi berlebihan tetapi juga tidak praktis, kata pakar militer China yang tidak mau disebutkan Namanya.
Dikatakan, metode intersepsi AS yang menampilkan jet tempur siluman canggih untuk menembak balon terlalu mahal.
Jika lebih banyak balon, kata pengamat tersebut, tidak harus dari China, Angkatan Udara AS akan kelelahan mencegatnya dengan cara seperti itu.
“Ini lebih merupakan pertunjukan politik, karena balon itu ditembak jatuh setelah melakukan perjalanan melintasi AS dan hendak pergi,” pungkasnya.
-Poetra-