AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Delapan bulan perang Rusia-Ukraina di negara Ukraina sejak 24 Februari 2022, telah memasuki babak baru di mana peran drone kamikaze kini lebih banyak dimainkan oleh pihak Rusia.
Sebelum terjadi serangan 83 rudal jelajah di Senin pagi tanggal 10 Oktober dilancarkan Rusia, Ukraina sungguh tak menduga bila Moskow akan menyerang Kyiv secara brutal dari jarak jauh.
Sebelumnya, Kyiv dengan susah payah ingin diterobos oleh pasukan darat Moskow dengan armada lapis bajanya.
Namun upaya tersebut tak pernah berhasil karena pasukan Ukraina yang sangat gigih lebih menguasai medan dan memiliki banyak senjata penghancur tank yang dibawa prajurit, seperti Javelin atau NLAW.
Rusia yang mengandalkan strategi kuno dalam berperang, menderita banyak kehilangan alutsista karena kolom-kolom kendaraan lapis baja mereka hancur oleh serangan pasukan Ukraina dan kemudian ditinggal prajuritnya.
Masih mending kalau ditinggal, lebih menderita bila prajuritnya ditahan atau bahkan tewas menjadi tumbal serangan pasukan Ukraina yang lebih menguasai medan pertempuran di negaranya sendiri.
Ukraina unggul karena salah satunya menggunakan drone Bayraktar TB2 buatan Turki yang dibeli Ukraina dan sebagian disumbangkan secara gratis oleh perusahaan Baykar Technologies pembuat drone tersebut.
Nama Bayraktar TB2 melambung tinggi berkat efektivitasnya di sejumlah peperangan, termasuk di perang Suriah, perang Armenia-Azerbaijan, dan kini perang Rusia-Ukraina.
Beranjak dari kekalahan di lapangan, termasuk kehilangan jet tempur dan helikopter dalam jumlah yang banyak, membuat Rusia akhirnya putar otak untuk meniru cara Ukraina.
Moskow pun pergi ke Teheran, menemui sohibnya yang sama-sama diembargo oleh Amerika Serikat untuk meminta bantuan drone.
Pejabat tinggi militer dan pertahanan kedua negara bertemu dan bersepakat untuk melakukan barter atau perniagaan resiprokal di bidang persenjataan.
Iran yang membutuhkan jet tempur, dikabarkan akan membeli jet tempur dari Rusia. Sementara Rusia akan memborong ribuan drone, khususnya drone kamikaze seperti Shahed-136.
Penggunaan drone oleh Moskow, terbukti membuahkan hasil. Satu per satu serangan Rusia melalui udara ini membuat Ukraina kalang kabut.
Ukraina bahkan sampai menggunakan segala cara untuk melawan drone Rusia, termasuk mengerahkan jet tempur MiG-29-nya guna memburu drone Rusia.
Berita pun muncul di mana salah satu pilot tempur MiG-29 Ukraina berhasil menjatuhkan drone Shahed-136 buatan Iran yang digunakan oleh Rusia dan berganti nama menjadi Geran-2.
Namun sayang, pilot MiG-29 itu harus eject dari pesawatnya setelah pemberitaan menyebut pesawatnya mengalami masalah teknis.
Atas masifnya serangan drone Rusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pun kembali meminta bantuan kepada AS dan negara-negara sekutu untuk membantunya mengirimkan sistem pertahanan udara canggih.
AS setuju untuk mengirimkan NASAMS. Inggris mendukungnya dengan mengirimkan rudal AIM-120 AMRAAM untuk menambah stok rudal NASAMS.
Jerman tak lupa mengirimkan sistem pertahanan udara IRIS-T SLM kepada Ukraina.
Sementara Spanyol, juga mengirimkan bantuan sistem pertahanan udara MIM-23 Hawk. Walau terbilang lawas, sistem ini masih efektif untuk membantu menghancurkan target-target udara.
Negara-negara sekutu lainnya juga memberikan bantuan kepada Ukraina dengan sistem pertahanan udara jenis panggul maupun yang lebih kompleks secara gabungan dengan negara lainnya.
Di bawah kepemimpinan panglima perang baru Jenderal Sergei Surovikin yang telah berpengalaman dalam perang di Suriah, tampaknya banyak kejutan yang dilakukan oleh Rusia.
Namun, tentu ini belum menjamin seterusnya karena strategi yang digunakan Rusia masih harus terbukti hasilnya dalam beberapa hari, pekan, atau bulan ke depan.
Yang jelas, saat ini Rusia mendapat rada kepercayaan diri lebih tinggi setelah mengoperasikan drone-drone buatan Iran, maupun drone buatan dalam negeri mereka seperti ZALA Lancet yang baru saja diberitakan berhasil menghajar sistem pertahanan udara S-300 milik Ukraina.
Ukraina saat ini menghadapi tantangan lebih besar ketika Iran dikabarkan sedang mengirimkan drone kamikaze Arash-2 yang berkemampuan lebih tinggi daripada Shahed-136.
Menyaksikan negaranya dibombardir oleh drone kamikaze Rusia, warga Ukraina pun secara spontan berpatungan untuk membelikan drone kamikaze yang banyak bagi pasukan negaranya.
Dapat dikatakan, peran drone memang semakin meningkat dan semakin nyata dibutuhkan dalam perang modern.
Itulah kurang lebih catatan dalam seminggu terakhir dari perang antara Rusia dan Ukraina.
Mari kita lihat, senjata apa yang paling efektif untuk menangkal serangan drone bagi kedua negara, Ukraina maupun Rusia.
Lebih menentukan lagi, siapa yang bisa berhasil menerapkan strategi perang yang lebih jitu. Baik itu melalui serangan balasan, maupun serangan tak terduga ke tempat-tempat yang juga tidak diduga.
Harapannya tentu, perang segera disudahi oleh kedua belah pihak.
-RNS-
Semoga Indonesia jg belajar dr petang Rusia Ukraina tsb.. sehingga anak2 bangsa yg berprestasi dn lini pertahanan dikembangkan semacam elang hitam dll nya
Indonesia harus segera membentuk batalion drone untuk tiap komando wilayah pertahanan. PAL,Pindad, Dirgantara harus produksi drone, baik drone air, drone udara dan amunisi nya. Sdh bukan era nya rudal dan pesawat tempur serta tank
Ilmuwan kita jg sdh harus belajar meng-counter drone. Klau sdh bisa ilmunya tinggal produksi alatnya
Indonesia sudah mengembangkan drone buatan dalam negeri bernama “Rajata” dan konon drone tsb tidak kalah hebat dgn drone2 buatan negara lain. Drone Rajata memiliki keunggulan dr segi harga yg lebih murah sehingga mampu bersaing dgn drone2 buatan luar negeri.