AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Latihan tempur udara bersama “Falcon Strike” dihentikan selama satu hari karena adanya protes warga terkait suara bising yang diakibatkan oleh raungan jet-jet tempur di udara.
Latihan bersama antara Angkatan Udara China (PLAAF) dan Angkatan Udara Thailand (RTAF) itu pun pada tahun depan akan dipindahkan dari tempat sekarang yang dekat dengan pemukiman penduduk.
“Latihan bersama akan diadakan di Pangkalan Udara Nam Pong, Provinsi Khon Khaen, selama dua tahun ke depan,” kata seorang pejabat Angkatan Udara Thailand yang tidak mau disebutkan namanya karena dia tidak berwenang berbicara kepada media asing, seperti diberitakan Radio Free Asia.
Pemerintah Udon Thani menyatakan, tempat latihan yang dimulai pada hari Minggu hingga Rabu depan ini telah menerima banyak keluhan dari penduduk setempat.
Latihan pun kemudian disetop selama satu hari pada Kamis (25/8) dan akan dilanjutkan pada Juma besok.
Latihan bersama “Falcon Strike” telah diadakan secara rutin sejak tahun 2015, namun terhenti pada 2020 karena pandemi global COVID-19.
Tahun ini, China mengirim enam jet tempur J-10C/S, dua pesawat pengebom JH-7A dan sebuah pesawat peringatan dini dan kontrol (AEW&C) Shaanxi KJ-500.
JH-7A merupakan debutan dalam latihan “Falcon Strike”.
Sementara Thailand, mengerahkan lima pesawat tempur multirole Saab Gripen, tiga pesawat serang Alpha Jet, dan satu Saab 340 AEW&C.
Secara total, 18 pesawat berpartisipasi dalam latihan tersebut.
Kementerian Pertahanan China mengatakan, Latihan Falcon Strike mencakup kursus pelatihan seperti dukungan udara, serangan ke sasaran darat, dan pengerahan pasukan skala kecil dan besar.
Selama Perang Vietnam, hingga 80% dari semua serangan udara USAF di Vietnam Utara dan Laos berasal dari Pangkalan Udara di Thailand.
Sejak sekitar tahun 2001, Thailand cenderung mengejar kebijakan luar negeri untuk perlindungan atau keseimbangan antara AS dan China, kata Paul Chambers seorang analis militer di Thailand.
-Jaden-