AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – DSME diperkirakan akan menghadapi kerugian finansial senilai 90 miliar KRW atau setara 67 juta dolar AS, seperti diwartakan Naval News (23/8).
Perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan tersebut tengah memesan komponen untuk tiga kapal selam Indonesia yang dimenangkan DSME pada 2019 sementara kontraknya belum berlaku.
Menurut dokumen dari pemangku kepentingan terbesar DSME, Korea Industrial Bank, dan Anggota Majelis Nasional, Minkuk Kang dari Partai Kekuatan Rakyat pada 18 Agustus, DSME menandatangani kontrak senilai 1,3 triliun KRW (967 juta dolar AS) untuk membangun tiga kapal selam.
Setelah tiga bulan, DSME menandatangani kontrak dengan perusahaan Jerman Siemens untuk memasok tiga set motor penggerak senilai 58,5 juta Euro (58 juta dolar AS).
Kemudian membayar di muka 10 persen dari harga produk yang sekitar 6 juta Euro (5,9 juta dolar AS). Motor penggerak akan diakuisisi pada Oktober.
Anggota Majelis Kang menunjukkan bahwa masalahnya adalah kontrak kapal selam yang ditandatangani tiga tahun lalu tidak berlaku karena pemerintah Indonesia belum membayar 10 persen dari total nilai kontrak, yaitu hingga 100 miliar KRW (74 juta dolar AS).
Dia berkata, “Motor yang dipesan sebelumnya bisa jadi hanya baja yang tidak berguna. Setelah DSME membayar sisa harga yang tersisa untuk membeli tiga set motor, biaya tambahan akan menyusul untuk membangun fasilitas penyimpanan untuk menyimpannya dan menjalani prosedur perawatan hingga barang tersebut digunakan untuk tujuan lain.”
Dia bahkan menyebutkan bahwa presiden DSME saat ini Dooseon Park adalah personel yang memimpin kesepakatan kapal selam dan menyetujui pre-order ketika dia menjadi direktur divisi pembuatan kapal khusus DSME.
Setelah kontroversi ini, DSME merilis pernyataan penjelasan untuk berbagi pandangan mereka tentang situasi tersebut.
“Kami menandatangani kontrak pembuatan kapal untuk tiga kapal selam pada April 2019, dan memang benar kami telah memesan beberapa bahan sebelumnya dan kontrak itu belum berlaku,” ujarnya.
Namun, pra-pemesanan terjadi untuk memenuhi tenggat waktu pasokan ketika perusahaan pasokan ketika perusahaan memilih untuk menerima peralatan tepat waktu.
Ditambahkan, dengan demikian, tidak dapat dihindari bahwa kami harus memesan di muka untuk memenuhi batas waktu pengiriman yang telah ditandatangani.
Pemerintah Indonesia belum menginformasikan atau mempertimbangkan pembatalan kontrak pembuatan kapal, artinya tidak benar DSME tidak mempersiapkan kemungkinan pembatalan kontrak.
Karena DSME terus melakukan pembicaraan dengan Indonesia untuk melihat kontrak mulai berlaku dan melakukan yang terbaik untuk memenangkan kontrak baru, media harus berhati-hati dalam melaporkan berdasarkan asumsi.
DSME juga mengusulkan cara untuk meminimalkan kerugian finansial. Sementara pembuat kapal melanjutkan negosiasinya dengan Indonesia untuk melihat kontrak berlaku, beberapa kontinjensi (atau “rencana B”) sedang dipertimbangkan jika kontrak dibatalkan.
Salah satu alternatifnya adalah penjualan sistem propulsi buatan Jerman ke Angkatan Laut Korea Selatan untuk digunakan pada kapal selamnya sendiri.
Opsi lain yang disebutkan adalah menggunakan peralatan untuk program kapal selam Angkatan Laut Filipina. Namun proses pengadaan untuk program ini belum secara resmi dimulai dan DSME menghadapi persaingan dari Naval Group pembuat kapal Perancis.
Terkait kerjasama dengan Indonesia, DSME telah berhasil memenangkan dan menyelesaikan proyek perawatan kapal selam Indonesia pada tahun 2003 dan 2009.
Kemudian Korea Selatan menjadi negara kelima di dunia yang mengekspor kapal selam ke Indonesia pada tahun 2011 dengan menjual tiga kapal selam, diikuti dengan pencapaian proyek perawatan ketiga pada tahun 2018.
-RBS-