40% mesin jet tempur PLAAF masih dipasok oleh Rusia

J-11B

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Sebanyak 40% mesin jet tempur yang digunakan oleh Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF), China masih dipasok oleh Rusia.

Kekhawatiran penyediaan suku cadang muncul terkait perang antara Rusia dan Ukraina yang hingga saat ini belum berkesudahan.

Jika Rusia tidak dapat melayani atau memasok mesin atau suku cadang hingga 40% dari jet tempur China, kata para ahli dalam Konferensi Institut Studi Aerospace China pada 17 Mei, maka hal itu akan menyebabkan penurunan kesiapan tempur PLAAF.

Saat ini China memang telah mengembangkan sejumlah mesin produksi dalam negeri, termasuk WS-10C dan WS-15 untuk pesawat tempur J-20 maupun J-31.

Namun demikian, hal itu belum menjamin ketersediaan mesin bagi pesawat tempur lainnya.

Sementara bagi China sendiri, terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina telah memacu industri dalam negeri untuk semakin berkembang dan meningkatkan keahlian domestic, seperti dilansir Air Force Magazine.

Menurut data, Rusia telah mengirimkan sekitar 4.000 mesin untuk helikopter China dan pesawat militer lainnya antara tahun 1992 dan 2019.

“Saya pikir mereka akan terus membeli mesin dari Rusia, meskipun akan menarik untuk melihat apakah Rusia sekarang dapat memasok mesin ini sehubungan dengan sanksi internasional,” kata David R. Markov dari Institute for Defense Analysis.

Situasi ini memberi China insentif yang jauh lebih besar untuk menerapkan sumber daya domestik guna memperbaiki masalah mesin yang mereka miliki.

Markov membahas kerja sama kedirgantaraan China-Rusia, menelusuri sejarah militer Rusia dan penjualan penggunaan ganda ke China, termasuk transfer teknologinya selama beberapa dekade sejak jatuhnya Uni Soviet.

Sementara China telah membuat keuntungan yang signifikan dalam memperoleh teknologi militer utama yang membantu mengembangkan jet tempur siluman J-20 dan J-31.

Markov berpendapat, di bidang produksi mesin tempur, China masih tertinggal karena Rusia telah kembali ke rahasia mesin tingkat lanjut.

Perjuangan China di bidang ini bukan karena kurangnya sumber daya yang didedikasikan untuk upaya tersebut. “Melainkan kurangnya pengalaman domestik,” ujarnya.

Banyak ilmuwan, insinyur, perancang, dan manajer produksi China berusia 20-an dan awal 30-an dan tidak memiliki pengetahuan yang berasal dari program magang dan pengalaman khusus selama puluhan tahun.

Untuk mengimbangi hal ini, China mempekerjakan para ahli Rusia untuk bekerja di pabrik-pabrik milik China.

-Jaden-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *