AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Karena kurangnya pendanaan dan pemeliharaan serta kontrak dukungan yang tidak tepat waktu, armada Saab Gripen Angkatan Udara Afrika Selatan (SAAF) untuk sementara di-grounded alias tidak diterbangkan.
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Pertahanan (DoD) Afrika Selatan mengatakan, kemampuan pertahanan udara SANDF (South African National Defence Forces) telah terkena dampak negatif dari diskusi yang berlarut-larut terkait kontrak pemeliharaan.
“Setelah diskusi panjang antara SAAF, melalui Armscor dan Saab terkait kontrak mengenai Gripen yang berlarut-larut, berdampak negatif pada kemampuan Pertahanan Udara,” ujar Kepala Komunikasi DoD Siphiwe Dlamini.
Akibatnya armada Gripen SAAF sekarang telah di-grounded selama tiga bulan dan tidak akan kembali mengudara sekurangnya hingga akhir Januari 2022.
Mengutip Scramble Magazine, hingga Agustus 2021 negosiasi mengenai penempatan kontrak dukungan baru untuk jet latih BAE Hawk dan jet tempur Saab Gripen masih berlangsung karena “biaya yang tetap tinggi”.
Dipahami bahwa kontrak pemeliharaan dan dukungan belum diperbarui tepat waktu karena persyaratan Undang-Undang Manajemen Keuangan Publik (PFMA), Armscor menerapkan peraturan Pengadaan Preferensial secara tidak benar, dan juga kendala pendanaan.
Dengan fakta tersebut, berdampak pada kurangnya jam terbang semua pilot Gripen SAAF. Hal ini diperparah lagi dengan minimnya pesawat latih Pilatus PC-7 Mk II yang tersedia.
Sayangnya pula, krisis pendanaan ini mempengaruhi SAAF dan SANDF secara keseluruhan, karena kemampuan kesiapan pesawat lainnya juga menurun drastis.
Saat ini, hanya ada sekitar selusin helikopter angkut serbaguna Oryx yang tersedia untuk tetap mengudara dari sekitar 40 armada yang dimiliki SAAF.
Dilaporkan juga, pada 2021 hanya sepertiga armada Hawk yang beroperasi.
Begitu pula dengan delapan armada C-130BZ Hercules, hanya dua yang layak terbang dan dua lagi sedang menjalani perawatan terjadwal.
-RBS-