AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – TNI Angkatan Udara meluncurkan buku berjudul “Plan Bobcat: Transformasi Menuju Angkatan Udara yang Disegani di Kawasan” di Seskoau, Lembang pada Senin (25/10/2021).
Buku yang ditulis oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo ini berisi kerangka gagasan dan harapan untuk menjadikan TNI Angkatan Udara sebagai yang disegani di kawasan.
Sejumlah pemikiran dituangkan termasuk sorotan mengenai rencana pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk memperkuat Angkatan Udara.
TNI AU menilai, sudah saatnya kekuatan militer matra udara diperkuat sehingga Indonesia dapat membangun pertahanan negaranya dari intimidasi dan serangan dari pihak asing.
Pembangunan postur TNI AU diarahkan bukan saja untuk menghadapi perang berspektrum simetris atau asimetrik positif yang mengandalkan persenjataan konvensional, namun juga perang berspektrum asimetrik negatif di mana musuh lebih kuat dan sudah berhasil masuk ke lapisan pertahanan perlawanan (atau masuk ke daratan).
KSAU juga menilai, TNI AU perlu mengembangkan sistem pertahanan dan senjata di ruang siber.
Dikatakan, ruang siber telah menjadi tulang punggung sistem komunikasi dan informasi pertempuran modern dalam wujud Network Cetric Warfare (NCW).
Namun, hal itu pula yang membuka kerentanan jika ruang siber matra udara tidak diproteksi dengan baik.
Selain memproteksi, TNI AU juga diharapkan mampu melakukan penyerangan melalui ruang siber kepada sistem informasi lawan.
Sementara itu, karakter geografi Indonesia Indonesia yang berbentuk kepulauan membutuhkan sistem tangkal wilayah udara yang mengedepankan sejumlah sensor strategis (seperti citra satelit, PTTA, AEW&C, dan radar pada aerostat) serta pesawat pencegat yang dilengkapi dengan persenjataan BVR (beyond visual range) yang bersifat multirole (untuk air superiority dan air strike sekaligus).
KSAU mengatakan, TNI AU ke depan perlu diperkuat dengan pesawat perang elektronika dan pesawat tanker.
Dengan pesawat elektronika, sistem radar dan penjejak musuh menjadi terganggu sehingga membuka peluang bagi pesawat tempur kita untuk melumpuhkan sasaran yang telah ditetapkan.
Sementara pesawat tanker akan menjadi pengganda kekuatan di udara, karena aset udara TNI AU akan lebih lama terbang dari yang seharusnya dengan diresuplai bahan bakar di udara (tanpa harus kembali ke pangkalan).
Untuk pesawat tempur multiperan, rencana pengadaan 36 Dassault Rafale dan 36 F-15EX Eagle II akan meningkatkan kemampuan TNI AU.
Namun, tulis KSAU, jumlah tersebut relatif sedikit untuk menjaga 8,3 juta kilometer persegi wilayah udara yurisdiksi Indonesia, (halaman 184).
Sehingga, lanjut KSAU dalam bukunya ini, tetap diperlukan upaya memperpanjang usia pakai pesawat tempur yang ada seperti F-16A/B/C/D Fighting Falcon, Su-27/30 Flanker, serta T-50 Golden Eagle yang di-upgrade untuk dapat menjalankan peran tempur udara.
RNS
Apakah dengan banyaknya alutsista tersebut ketika perang terjamin pasokan dan stock BBM nya? Korut memakai logika tidak kuat di udara tetapi fokus dengan rudal yang menjangkau benua lain, artinya dipertimbangkan saja kebutuhan rudal pertahanan udara jarak menengah dan jauh untuk menjaga ruang udara disetiap pesisir wilayah RI.
klo soal bahan bakar pastic cukup. kasau aja bilang 36 rafale dan 15 f15 ex masih sedikit dibanding luas wilayah Indonesia.
heran saya…kenapa Indonesia ngotot pengen f15…puluhan tahun spore udah punya,dan kalaupun beli f15 g akan kita berada d atas negara kwsn…asal tau,yg menjadikan Indonesia power di kawasan hanya keluarga Sukhoi…kenapa harus patuh sama USA…36 unit Rafale udah mantap…kalau perlu tambah su35 36 unit…
takut CAATSA,kita negara merdeka,kenapa harus patuh pada aturan USA…belajar lah dari Mesir,Turki,India….USA g akan melepaskan kita,karena kita adalah mitra strategis…tp bukan sekutunya….bangun lah negeriku…