AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Batas waktu ketersediaan oksigen di kapal selam KRI Nanggala-402 (NGL-402) selama 72 jam telah terlewati pada pukul 03.00 WITA. Hal itu mengacu pada pernyataan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono sejak kapal selam buatan Jerman 1977 dan digunakan oleh TNI AL mulai 1981 ini hilang kontak pada Rabu dini hari, 21 April 2021.
Banyak yang berharap, mukjizat atau keajaiban terjadi di mana seluruh 53 orang yang berada di dalam kapal selamat dan bisa dievakuasi. Ini menjadi harapan kita bersama.
Saat ini, setelah 73 jam sejak NGL-402 hilang kontak, belum ada yang tahu di mana posisi kapal tersebut berada.
TNI Angkatan Laut telah mengerahkan 21 Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) termasuk kapal selam KRI Alugoro-405 dan lima helikopter untuk menyisir posisi yang diduga titik awal hilang kontak NGL-402.
Bantuan pun datang dari sejumlah negara lain seperti Singapura, Malaysia, India, Australia, dan Amerika Serikat yang mengirimkan kapal-kapal khusus dan juga pesawat.
AS mengirimkan pesawat P-8 Poseidon yang memang didesain untuk mencari kapal selam dari udara.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad pada hari Jumat (23/4) mengatakan, KRI Rigel-933 akan segera merapat ke perairan utara Bali untuk membantu proses pencarian NGL-402.
Kapal ini memiliki kemampuan khusus dapat mendeteksi pergerakan yang ada di bawah laut secara maksimal.
Berawal dari putusnya komunikasi
KSAL mengatakan, hilang kontak NGL-402 dimulai ketika kapal ini akan melaksanakan penembakan Torpedo SUT.
Putusnya komunikasi terjadi saat NGL-402 menyelam ke kedalaman 15 m di bawah permukaan laut.
Dugaan kemudian muncul bila kapal sudah berada di dasar laut perairan di utara Pulau Bali.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksma Julius Widjojono memperkirakan, NGL-402 berada di kedalaman 600-700 m di bawah permukaan laut.
Yang menjadi pertanyaan, apa yang menyebabkan NGL-402 turun hingga kedalaman di luar batas kemampuannya?
Kemungkinan awal, kata Julius, karena terjadi black out (mati sumber daya listrik) di dalam kapal.
Telah terjadi sesuatu yang menyulitkan awak kapal
Mantan Kepala Kamar Mesin (KKM) NGL-402 Laksamana Muda (Purn) Frans Wuwung menjawab pertanyaan media menjelaskan, di kapal selam terdapat baterai yang menjadi sumber listrik.
Bila terjadi black out, kata Wuwung, berarti terjadi power loss dan peralatan tidak bisa digerakkan. Sementara kemudi dalam posisi menyelam (menuju kedalaman).
“Motor sudah berhenti, tetapi kapal sudah menuju turun,” ujarnya.
Ia memperkirakan, terjadi sesuatu sehingga awak kapal mengalami kesulitan untuk mencari penyebab black out itu.
Frans Wuwung menjelaskan, di NGL-402 ada konverter untuk mengubah arus DC ke AC, karena power yang dihasilkan baterai di kapal selam tersebut merupakan arus DC yang harus diubah ke arus AC.
Namun demikian, awak kapal kesulitan untuk mencapai konverter tersebut sementara kapal meluncur ke kedalaman dengan cepat.
Melebihi batas kekuatan struktur
Pakar kapal dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Wisnu Wardhana dalam wawancara langsung di televisi mengatakan, NGL-402 yang merupakan buatan akhir tahun 1970-an memiliki batas kemampuan menyelam maksimal hingga 300 m.
Mengingat kapal ini sudah berusia pakai 40 tahun (digunakan TNI AL sejak 1981), ia menduga kemampuan menyelam NGL-402 sudah menurun hingga maksimal 200 m di bawah permukaan laut.
Ia meyakini, walau kapal ini sudah beberapa kali menjalani overhaul, batas maksimal 300 m di bawah permukaan laut tidak akan dilampaui oleh para awak kapal mengingat risiko yang fatal.
Yang dikhawatirkan adalah, ujarnya, saat NGL-402 terus meluncur hingga kedalaman 500 m atau lebih, maka kekuatan struktur NGL tidak akan mampu menahan tekanan air di kedalaman.
“Ibaratnya kapal itu sudah diremas oleh tekanan air,” ujarnya.
Dijelaskan, setiap kedalaman 10 m di bawah permukaan laut, kapal selam akan mendapatkan tekanan 1 bar. Sehingga, pada kedalaman 500 m, kapal akan mendapatkan tekanan sebesar 50 bar.
Pada posisi seperti itu, lanjutnya, struktur kapal akan pecah.
Ia menerangkan, di dalam desain kapal selam itu memang ada pressure hull yang akan melindungi seluruh peratalan termasuk para awaknya. Akan tetapi, semua itu ada batas kekuatannya.
Ditemukannya limpahan minyak di permukaan laut, kata dia, terdapat dua kemungkinan bila cairan itu sengaja dikeluarkan oleh awak kapal selam sebagai tanda darurat atau memang karena struktur kapal pecah sehingga cairan minyak keluar.
Terombang-ambil gelombang bawah laut
Sementara itu, ahli oseanografi dari Universitas Maryland, Amerika Serikat Dwi Susanto dalam penjelasan di televisi mengatakan, pada saat NGL-402 melakukan penyelaman untuk melaksanakan penembakan torpedo, pada saat bersamaan terjadi gelombang internal di bawah permukaan laut di wilayah perairan utara Pulau Bali.
Di wilayah tersebut, setiap 14 hari memang muncul gelombang internal di bawah laut yang cukup besar bahkan hingga ketinggian 150 meter atau melebihi ketinggian tugu Monumen Nasional (Monas) di Jakarta.
“Gelombang arus ini terjadi di bawah laut, bukan di atas permukaan,” ujarnya kepada MetroTV.
Ia mengibaratkan gelombang yang kuat itu seperti aliran udara turbulens yang dapat mengombang-ambing pesawat dalam penerbangan.
Gelombang internal ini, lanjutnya, berputar ke arah utara dan barat. Ia memperkirakan, NGL-402 saat itu terdorong sangat kuat di kedalaman hingga ke perairan Situbondo, Jawa Timur yang memiliki kedalaman 100 m.
Pada kedalaman itu, gelombang internal mulai pecah, dan di sanalah diperkirakan posisi NGL berada.
Panglima TNI dan KSAL pimpin langsung pencarian
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan KSAL memimpin langsung pencarian NGL-402 di lapangan.
Hadi menyerukan kepada seluruh personel TNI yang terlibat dalam pencarian NGL-402 untuk bekerja maksimal dengan segala upaya.
Ia berharap kapal selam bisa segera ditemukan dan seluruh awak kapal bisa dibawa pulang ke keluarganya.
“TNI akan terus melaksanakan pencarian dan pertolongan serta mengerahkan seluruh kemampuan untuk membawa pulang kembali saudara-saudara kita prajurit KRI Nanggala-402 kepada keluarga mereka,” ujar Panglima TNI.
Seperti diketahui prajurit TNI dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari memang menghadapi beragam risiko, terutama mereka yang mengoperasikan langsung alutsista.
Hal itu dikatakan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam konferensi pers mengenai upaya pencarian NGL-402 di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai, Bali pada 22 April bersama dengan Panglima TNI dan KSAL.
“Setiap kegiatan pertahanan negara di darat, laut, dan udara menghadapi unsur bahaya yang sangat besar,” ujar Menhan.
TNI dan semua pihak bersinergi mencari KRI Nanggala-402 yang hilang kontak di perairan utara Bali.
Kita semua tentu berharap, NGL-402 segera bisa ditemukan dan seluruh 53 orang termasuk awaknya selamat.
Mari kita panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberikan kemudahan dalam proses pencarian dan evakuasi NGL-402.
Roni Sont