AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Dalam perjalanan sejarahnya, Dinas Penerbangan TNI AL (Dispenerbal/sekarang Puspenerbal) mulai dipekuat dengan skuadron sayap putar alias helikopter sejak 1964.
Masa itu sebanyak 15 unit helikopter Mi-4 Hound buatan Uni Soviet mulai memperkuat Skuadron Udara 400. Terdiri dari sembilan unit tipe AKS, lima versi angkut, dan sebuah versi VIP.
Pada awal 1970-an, armada heli Mi-4 satu per satu mulai di-grounded karena tak ada lagi pasokan suku cadang dari negara asalnya. Hal ini merupakan efek dari pemberontakan PKI pada September 1965 di mana sejak itu hubungan mesra Indonesia dan Uni Soviet mulai renggang.
Skuadron Udara 400 yang sempat mati suri, kembali dibangkitkan pada dasawarsa 1980-an. Kala itu pemerintahan Indonesia mendatangkan 10 helikopter AKS jenis Wasp HAS Mk.1 buatan Westland Helicopter, Inggris.

Tahun 1984-1985, Skuadron Udara 400 kembali mendapatkan tambahan kekuatan berupa empat helikopter anyar NAS-332 Super Puma buatan IPTN (sekarang PTDI) berdasarkan lisensi dari Aerospatiale (kini Airbus Helicopters).
Dari empat unit Super Puma tersebut, dua adalah varian AS332F1 yakni versi maritim berbasis kapal untuk transportasi dengan nomor registrasi HU-440 dan HU-441.
Sementara dua lainnya varian AS332F untuk peran antikapal selam dan antikapal permukaan dengan nomor registrasi HU-442 dan HU-443.
Super Puma HU-440 dan HU-441 digunakan untuk wahana transportasi pasukan dan logistik dari markas darat ke kapal yang sedang berlayar atau sebaliknya. Heli dapat mengangkut 24 prajurit atau muatan 4,4 ton.
Sementara heli Super Puma HU-442 dan HU-443 mendapatkan perangkat canggih berupa radar pencarian Omega ditanam dalam hidung dan radar intai maritim jenis Bendix 1500B berada di bawah leher.
Pada gelaran Indonesia Air Show (IAS) pertama tahun 1986 di bandara Kemayoran, Super Puma HU-442 turut tampil memeriahkan acara. Heli tampil cukup garang dengan dipasangi sepasang dummy rudal antikapal AM-39 Exocet.

Dalam perjalanan kariernya, keempat Super Puma milik Penerbal ini tidaklah lama. Bahkan dua di antaranya mengalami musibah dalam jarak yang berdekatan seperti dimuat dalam situs helis.com.
Nasib naas menimpa Super Puma HU-442 yang jatuh di selat Madura pada Oktober 1987 dalam misi latihan pengamanan KTT Non-Blok.
Tak lama setelah itu, tepatnya pada November 1987 heli HU-443 menabrak gudang Bulog saat menjalani operasi di Timor Timur (kini Timor Leste).
Sayangnya keberadaan dua heli lainnya HU-440 dan HU-441 tak diketahui rimbanya. Heli NAS-332 ini diperkirakan dinonaktifkan bersamaan dengan armada heli Wasp HAS Mk.1 pada akhir 1990-an.

Selanjutnya Skuadron Udara 400 mengandalkan helikopter jenis NBell 412 dan NBO-105 buatan PTDI, lalu menyusul beberapa unit heli M-2 Hoplite.
Terakhir skuadron berlambang Gurita ini kembali mendapatkan tambahan heli AS565 MBe Panther dari PTDl pada 2019.
Rangga Baswara Sawiyya
@admin
Sedikit tambahan om admin…..heli MI-4 mulai “mangkrak” sebenarnya berawal sejak digunakan dalam menangani pemberontakan di/tii pimpinan kahar muzakar sebab usia airframe nya sudah terlampaui….sehingga ditinggalkan di makasar dan ada juga yg kecemplung dilaut ketika sedang approach jelang lanud kendari