AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Hingar bingar rencana pembelian jet tempur F-15EX dari Amerika Serikat dan Rafale dari Perancis telah mengemuka kencang dalam seminggu terakhir. Pemberitaan-pemberitaan mengenai rencana pengadaan sistem persenjataan untuk TNI Angkatan Udara ini cukup menyedot perhatian publik pecinta kemiliteran dan juga disinggung oleh sejumlah media asing.
Selain Rafale yang telah dijajaki langsung pengadaannya oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang bertemu dengan Menteri Angkatan Bersenjata Perancis Florence Parly di Paris tahun lalu (pertama kali hal ini diberitakan oleh La Tribune), hal yang menyedot perhatian para pecinta kedirgantaraan, adalah mengenai F-15EX buatan Boeing.
F-15EX merupakan terobosan terbaru yang digagas oleh Angkatan Udara AS (USAF) sebagai pesawat tempur untuk menggantikan peran F-15C/D Eagle yang sudah menua.
Tugas pesawat tempur dominasi udara F-15C/D awalnya akan digantikan “penuh” oleh F-22 Raptor yang berkarakteristik siluman. Akan tetapi, mengoperasikan F-22 “Si Raja Udara” ini memang butuh anggaran yang besar. USAF sendiri akhirnya hanya diizinkan memiliki 187 unit F-22 saja oleh Kongres AS.
Merasa masih membutuhkan jet dominasi udara bermesin ganda, USAF kemudian “menghidupkan” lagi F-15 Eagle melalui F-15EX ini.
F-15EX merupakan varian yang dikembangkan Boeing dari basis F-15QA, varian F-15E Strike Eagle untuk Qatar. Kelebihan yang dimiliki pesawat ini dibanding semua keluarga Strike Eagle, adalah kapasitas angkut persenjataannya yang lebih banyak, dan sistem elektronika yang dinamakan EPAWSS (Eagle Passive Active Warning Survivability System).
Ini adalah sistem elektronik canggih yang dikembangkan oleh BAE Systems yang akan melindungi F-15EX dari serangan musuh yang sangat berbahaya. EPAWSS menggantikan sistem Perang Elektronik Taktis (TEWS) AN / ALQ-135 pada Strike Eagle yang sudah usang.
Dibandingkan dengan konfigurasi F-15E standar, jet dengan EPAWSS, memiliki fitur tiang penyangga ekor pesawat yang diperkuat, yang masing-masing memiliki sepasang fairing antena bundar di ujungnya. Untuk saat ini, hanya F-15EX yang akan dilengkapi perangkat ini.
USAF telah mengajukan rencana akuisisi 144 F-15EX ke dalam jajaran kekuatannya dengan nilai taksiran kontrak mencapai 22,89 miliar dolar AS. Sebanyak delapan jet F-15EX akan dibuat oleh Boeing untuk USAF berdasarkan kontrak pada Juli 2020 senilai 1,2 miliar dolar AS. Unit pertama F-15EX untuk USAF ini telah melaksanakan penerbangan pada 2 Februari 2021.
Kontrak pertama pembelian 8 F-15EX oleh USAF rencananya akan diikuti dengan kontrak 12 unit F-15EX di tahun ini. Selanjutnya akan menyusul lagi pemesanan 64 unit F-15EX untu lima tahun ke depan.
Selain untuk USAF, AS menyebut pesawat ini dapat dijual kepada negara-negara yang dikehendakinya. Israel adalah negara pertama yang menyatakan berminat pada F-15EX di luar AS. Akan tetapi, tawaran pertama yang diberikan oleh Washington justru kepada India.
Prat Kumar, Wakil Presiden Boeing dan Manajer Program untuk F-15, seperti diberitakan AR pada 17 Juli 2020 mengatakan, Boeing sedang dalam proses menanggapi permintaan informasi dari Israel untuk 25 F-15 baru (F-15EX) dan meng-upgrade 25 F-15I Ra’am yang sudah dimiliki. Selain itu Israel akan berkonstrasi menambah F-35 dan membeli pesawat tanker KC-46A Pegasus dari AS.
Sementara mengenai India, Boeing menyebut New Delhi sebagai salah satu calon pembeli potensial untuk F-15EX. Namun demikian, pihak perusahaan belum melakukan pembicaraan lebih lanjut karena hal ini harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemerintah Amerika Serikat saat itu.
Dari pihak India sendiri, yang sedang mencari tambahan 114 pesawat tempur baru, belum ada pernyataan resmi yang disampaikan kepada media. Belum diketahui apakah India berminat pada pesawat ini atau tidak. Sementara tawaran sebelumnya dari Lokcheed Martin yang telah mengajukan penjualan F-21 (F-16V khusus untuk India) juga belum mendapatkan respons yang signifikan.
Indonesia akan membeli Rafale dan F-15EX
Yang menarik tentu Indonesia, terlebih bagi kita sebagai warga negara Indonesia. Banyak yang berharap F-15EX dapat diakuisisi setelah upaya pembelian 11 pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia menemui banyak hambatan. Padahal, kontrak pertamanya telah ditandatangani pada 14 Februari 2018 di Jakarta. Artinya, tahun ini sudah menginjak tahun ketiga, namun juga tidak jelas kelanjutannya.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo adalah yang secara gamblang menyatakan bahwa Indonesia akan membeli jet tempur Rafale dari Perancis dan juga F-15EX dari AS.
Seperti telah diberitakan AR sebelumnya, hal itu dikatakan oleh KSAU pada saat menyampaikan pidato dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU yang digelar di Markas Besar Angkatan Udara, Cilangkap, Jakarta Timur pada Kamis, 18 Februari 2021.
Berikut kutipan pidatonya:
Mulai tahun ini hingga tahun 2024, kita akan segera merealisasikan akuisisi berbagai alutsista modern secara bertahap. Beberapa di antara alutsista tersebut adalah:
▪ Pesawat multi-role combat aircraft, F-15 EX dan Dassault Rafale,
▪ Radar GCI
,▪ Pesawat berkemampuan Airborne Early Warning,
▪ Pesawat tanker, yakni Multi Role Tanker Transport,
▪ Pesawat angkut C-130 J,
▪ UCAV berkemampuan MALE,
▪ Dan berbagai alutsista lainnya.
Apa yang disampaikan oleh KSAU dan diberitakan oleh media massa, mendapatkan pembahasan lebih lanjut dari publik yang tertarik. Sejumlah pertanyaan mengemuka, misalnya soal penganggaran pembelian alutsista-alutsista tersebut oleh Kementerian Pertahanan, kapan kontrak akan ditandatangani, dan kapan pesawat-pesawat yang telah disebut itu akan tiba di Tanah Air.
Dari pihak AS sendiri, bila kita telusuri melalui pemberitaan-pemberitaan di dunia maya, sebenarnya belum ditemukan berita yang menyebut bahwa Washington telah merestui penjualan F-15EX kepada Indonesia. Proses untuk mendapatkan persetujuan dari Departemen Luar Negeri AS sendiri biasanya lama kecuali untuk kasus-kasus tertentu.
Setelah disetujui oleh Departemen Luar Negeri maka akan diumumkan oleh Defense Security Cooperation Agency (DSCA) di lamannya dan ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat pengesahan kepada Kongres. Pengumuman dari DSCA tersebut merupakan penyataan sah mengenai persetujuan Washington dalam hal penjualan sistem persenjataan untuk dikethui publik.
Menjadi pertanyaan pula apakah Presiden Joe Biden akan mendukung penjualan pesawat ini kepada Indonesia?
Sementara itu majalah Air Force Magazine memberitakan, perangkat EPAWSS merupakan perangkat penting pada F-15EX yang tentu saja tidak akan diekspor kepada negara lain. Sementara BAE Systems di lamannya menyebut, perangkat EPAWSS akan melengkapi pesawat-pesawat F-15 modern milik AS dan sekutu.
Peluang Indonsia untuk F-15EX kecil
Portal militer The Drive menyebutkan bahwa peluang ekspor F-15EX adalah kepada Israel dan India. Di luar itu ada Indonesia yang disebut-sebut sebagai salah satu calon kandidat pembeli F-15EX.
Portal tersebut menulis:
Di luar Amerika Serikat, juga terdapat potensi penjualan ekspor. Boeing sedang menawarkan jet ke India dan Israel meskipun, untuk saat ini, Angkatan Udara Israel telah memilih tambahan F-35I. Dalam beberapa minggu terakhir, Indonesia juga mungkin saja telah diusulkan sebagai kandidat, meskipun kemungkinannya kecil, untuk F-15EX.
Catatan Redaksi AR: Publik tentunya akan menunggu bagaimana perkembangan lebih lanjut dari rencana pembelian Rafale dan khususnya F-15EX ini.
Apabila F-15EX diizinkan untuk dibeli oleh Indonesia, maka di ASEAN akan ada dua negara pengoperasi Strike Eagle. Pertama adalah Singapura, dan kedua adalah Indonesia yang memiliki F-15 tercanggih dari varian-varian sebelumnya.
Roni Sont
biden×senat musti dikasih deadline mencegah ending nya di’php’in.
kalopun F-15EX batal diakuisisi masih tersedia opsi Su-35/57 × S-400.biden bakalan repot kalo sampe kejadian dikucilkan ama UEA,EGY,TUR,IDN.
bahkan dengan sekutunya di eropa sering tidak sepaham aka. tidak mesra.
Ya udah ambil su57 aja, caatsa tak pantas lg ditakuti’ yg harus ditakuti itu adalah indonesia babak belur karena tak siap akan pecahnya perang lcs, bisul udah mau pecah tinggal senggol dikit saja, negara2 barat udah ramai ikut keroyok china, china gk bakal mundur karena meraka tau mereka kuat.
Ngapain beli su 57 nanti kena embargo seperti Turki baru tahu, sebab saat ini alutsista dan aset militer milik TNI mayoritas berasal dari USA dan barat dan membeli sparepart dan suku cadangnya harus dari USA dan barat jadi nanti kalau Indonesia kena embargo, USA dan sekutunya tidak akan memberikan suku cadang dan sparepartnya ke Indonesia
Yah sama aja kalo gitu harus diijinkan dong dapet F-15EX kan dpt ancaman caatsa penggantinya harus sepadan, kalo gk mau kita lari ke alutsista timur. Kita harus dinamis masa kita ngalah di kasih F-16V gada deterennya sm skali sm negara tetangga. Adanya malah dipandang remeh. Meskipun itu varian paling “canggih” tp tetep aja itu F-16 beda sm F-15. Ya ini ibarat catur klo biden ampe salah langkah sm kita trust deh,kita bakal perlahan” kehilangan kepercayaan sm barat + mulai kurangin alutsista barat. Ibaratnya skrng indonesia lg nekan AS “lu udh ngasih gw caatsa skrng lo harus kasih gw alutsista yg sepadan,oke deh F-35 gk lo ijinin tp gw harus dpt F-15EX dari lo”.
Yang nego tingkat pejabat tinggi bukan pengamat dari luar arena,,amerika pasti berhitung klo dia melarang beli pesawat rusia dia juga harus berani nawarin penggantinya dan sdh dilakukan,,jd tetap semangat dan positif thinking 😎
Tapi beli SU 57 kalo lagi rewel diangkut ke rusia
Negeri ini bebas menentukan pilihan alat tempurnya dan jangan takut didikte negara manapun ,andai amerika ga mengijinkan dan rawan embargo lebih baik berpaling kepada negara2 yang tidak ada kepentingan politik apapun,kalo perlu beli GRIPEN NG banyak banyak,selain murah tapi canggih swedia tidak ada kepentingan apapun di kawasan ASEAN ,bebas embargo plus banjir TOT dan ofset dari SAAB demi kemandirian bangsa,juga kompatibel dengan teknologi AEW ERIEYE SAAB sebagai mata dan telinga di udara ,aku yakin secanggih2 pesawat siluman tapi bila dikeroyok gabungan jumlah banyak rafale dan gripen aku yakin rontok juga si siluman,pakai taktik sarang tawon
Indonesia gak pernah mau belajar dari pengalaman. liat UEA, seandainya boleh membeli F35 tp tdk boleh secanggih F35 milik Israel. biarpun UEA memiliki F35, kalaupun terjadi perang dngn Israel. pesawat F35 milik UEA akan dengan mudah dirontokan oleh F35 milik Israel
Saya rasa sebagai pemikiran orang awam usa pasti kasih tu f15ex ….saya yakin pak prabowo tau strategi usa dilaut china selatan …itu yg dimainkan pak mentri so dia orang militer apa yang dibutuhkan usa …usa udah pasti butuh indonesia disini saya yakin ada nego nego tersebuyi kenapa nantinya usa pasti kasih tu F15ex karna indonesia puya posisi tawar tinggi dilaut china selatan alasan yg sangat kecil aja bisa udah masuk berkesan dukung usa …bilang aja itu pesawat mau ditempatin di natuna buat hajar pesawat dan kapal china yg masuk ke natuna ..lihat pesawatnya jumlahnya cukup buat bercokol di natuna ..dan saya yakin pak prabowo gak bakal asal jeplak ngomong secara meyangkut nama baik dia…dan diyakini teman teman militernya di usa lebih bayak dibanding di rusia …yg tentunya bisa cepat memuluskan jalannya…jumlah pesawat f15ex segitu saya yakin bukan permintaan indonesia tapi dikasih jatah segitu oleh usa hanya untuk ditempatkan di natuna buat hadang china sebenarnya maunya pasti lebih dari itu..ini sih pemikiran saya sebagai orang awam..
gini saja…anggaran tuk F15 ini alihkan tuk beli P8 Poseidon…lebih bermanfaat, trus kalo jumlah transaksi alutsista ke wak Biden dah cukup besar, ajukan Waiver CAATSA…lanjut lagi deal Su 35, kalo perlu genapkan se skadron, gabungan Su 35 dan Rafale (kalo jadi) cukup memperbesar otot Swa Bhuwana Paksa, Su 35 pasang utk hadapi ancaman dari selatan, Rafale pasang utk hadapi konflik di utara…
Semua juga maunya gitu ada made rusia utk menghadapi aussie di selatan, ada made barat utk menghadapi china di utara… tapi gak semudah itu, ada aturan CAATSA , kalau menurut gw dri pada pusing, musuh paling berbahaaya ya yg dri utara lebih aggresive…..jadi opsi ambil F15 satu skuadron (opsi yg terbaik)
Kalo menutut pandangan Militer saya, Indonesia harus memiliki transfer teknologi di Bidang Pesawat Tempur.. Seperti TNI AL yang memiliki Transfer Teknologi Kapal selam dari Korsel..
Indonesia khususnya TNI harus memiliki PUSAT TEKNOLOGI TNI yang didalamnya untuk membuat Alutsista – Alutsista Moderm Bagaimanapun Beli dari luar tidak akan bisa memajukan Alutsista TNI kita..
Kita Harus bisa membangun sebuah Trobosan untuk kedepan…
Pembelian Alat Tempur dari luar tidak akan maksimal bila kita pakai tempur.. soalnya sudah terdetek dari negara pembuat..
Kita harus memikirkan kedepan…
Forza Pindad dan PT. PAL