AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Berbeda dengan kapal induk nuklir Amerika Serikat, Rusia masih memegang pakem lama dengan menggunakan sistem peluncuran pesawat menggunakan ski-jump ditambah ketapel elektromagnetik.
Dua sistem tersebut digunakan untuk mengakomodir pesawat tempur lama dan baru.
Direktur Jenderal United Shipbuilding Corporation (USC) Alexei Rakhmanov mengatakan, pengerjaan kapal induk nuklir Rusia menghadirkan terobosan teknologi selama lebih dari 10 tahun, tetapi juga masih mengakomodir teknologi lama.
“Saya yakin pelaksanaan proyek pembuatan kapal induk (dan grup udaranya) dapat membawa pada terobosan teknologi selama lebih dari 10 tahun di banyak segmen ekonomi dan industri. Selain pembuatan kapal, juga dalam konstruksi pesawat terbang, teknik mesin, teknologi nuklir, instrumentasi, TI, produksi senjata, serta metalurgi dan pengerjaan logam,” ujar Rakhmanov kepada Televisi Bintang Merah, Zvezda, milik Kementerian Pertahanan Rusia.
Project 2300E
Seperti diketahui, Rusia tengah menggodok proposal Proyek 23000E atau Shtorm yang merupakan kapal induk nuklir rancangan Pusat Penelitian Negara Bagian Krylov (KRSC) untuk Angkatan Laut Rusia.
Pada 2017 proyek ini ditaksir menelan biaya 5,5 miliar dolar AS. Pengerjaan akan dilaksanakan selama sepuluh tahun.
Kapal induk ini dipertimbangkan untuk mengisi Armada Utara Angkatan Laut Rusia sebagai pengganti kapal induk Laksamana Kuznetsov yang telah digunakan sejak 1991.
Shtorm berukuran 50% lebih besar dari Admiral Kuznetsov dengan berat mencapai 90.000 ton. Panjangnya 1.128 kaki (344 m), hampir sama dengan kelas USS Nimitz Angkatan Laut AS.
Proyek 23000E dapat menampung 70-90 pesawat, termasuk pesawat tempur, pesawat peringatan dini udara, pesawat peperangan elektronik, pesawat pengintai, dan helikopter. Kapal induk ini dilengkapi dua menara anjungan.
Rencananya Shtrom akan dilengkapi sistem pertahanan udara S-500 Prometey.
Roni Sont