AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – RQ-23 TigerShark, bukanlah drone baru. Meski namanya tidak terlalu mengemuka, drone buatan Navmar Applied Sciences Corporation (NASC) ini telah digunakan dalam Perang Irak dan Perang Afganistan antara tahun 2004 hingga 2016.
Catatan misi yang telah dijalaninya pun sudah tebal. TigerShark telah melaksanakan misi perang lebih dari 10.000 kali dan membukukan lebih dari 75.000 jam terbang.
Belum lama ini diberitakan, drone TigerShark kembali menjalani pengujian di fasilitas Pusat Pengujian Utama Angkatan Darat AS (US Army), Yuma Proving Ground (YPG).
TigerShark memiliki bodi yang kokoh dan biaya operasi yang rendah. Selain digunakan dalam misi peperangan, drone ini juga cocok digunakan untuk pelatihan UAV.
Koordinator Uji YPG Tony Rodriguez menyebut, sistem autopilot pada drone ini luar biasa.
TigerShark mampu terbang bermil-mil jauhnya dari pengontrol di darat dan mengirimkan video berkualitas tinggi selama lebih dari delapan jam penerbangannya, baik siang maupun malam hari.
Radar laser yang digunakannya dapat membedakan dedaunan dan kamuflase yang digunakan musuh melalui gambar tiga dimensi dari suatu objek.
David Reed, insinyur elektronika NASC mengatakan, TigerShark yang diuji saat ini memiliki kemampuan lebih dari versi awal yang digunakan.
Roni Sont