AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Perkembangan kecerdasan buatan (AI) semakin pesat. Para peneliti di AS kini telah menciptakan “otak” buatan untuk menjadi operator radar di pesawat mata-mata U-2 Dragon Lady.
Para pejabat memuji algoritma ARTUµ yang dibuat oleh U-2 Federal Laboratory sebagai sebuah era baru peperangan yang akan diimplementasikan di jet hitam buatan Lockheed itu.
U-2 sendiri sudah menjadi sebuah produk fenomenal dalam satu abad terakhir. Pesawat ini telah dioperasikan selama 65 tahun dan masih akan digunakan hingga tahun 2050.
Seolah hendak dikatakan, tidak ada yang bisa mengggantikan peran si “Wanita Naga” yang mampu terbang menjalankan misi hingga ketinggian 70.000 kaki ini.
Untuk menjadi penerbang U-2 pun jelas tidak sembarangan, harus lulus melewati berbagai tes yang berat.
Berbeda dengan pilot pesawat lainnya, pilot U-2 mengenakan pakaian seperti astronot yang hendak pergi ke Bulan.
Terkait ARTUµ, USAF pada 15 Desember 2020 mengumumkan telah melakukan pengujian AI ini pada pesawat U-2. Pengujian dilaksanakan dalam sebuah penerbangan di Pangkalan Angkatan Udara Beale, California oleh pilot bernama Mayor “Vudu”.
ARTUµ jadi “kopilot” di pesawat U-2
Dengan penggunaan “robot” buatan itu, pilot tunggal U-2 kini akan memiliki “Kopilot” yang tentu saja akan mengurangi beban pilot dan memberikan hasil maksimal saat menjalankan misi di pesawat rancangan Clarence Leonard “Kelly” Johnson ini.
Sistem algoritma ARTUµ mampu menangani penggunaan radar dan navigasi taktis yang biasanya dilakukan oleh pilot. Sebuah skenario dibuat di mana penerbangan U-2 mendapat ancaman serangan rudal di udara.
“Tanggung jawab utama ARTUµ adalah menemukan peluncur (rudal) musuh saat pilot sedang mencari pesawat yang mengancam. Pilot dan AI sukses bekerja sama saling membagi tugas saat melaksanakan misi,” jelas USAF dalam sebuah pernyataannya.
Apakah ini ada kaitannya dengan insiden 1 Mei 1960 di mana sebuah pesawat U-2 milik AS ditembak jatuh oleh rudal pertahanan udara Soviet saat pesawat itu melakukan aksi pengintaian udara di wilayah Soviet? Tentu saja orang hanya bisa berasumsi.
Disebutkan, sebelum digunakan di pesawat, ARTUµ telah dilatih untuk melakukan reaksi terhadap 500.000 simulasi.
Sebagai “otak” ciptaan manusia, tentu saja ARTUµ memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal itu pun tidak disanggah oleh USAF.
Meski demikian, semua pengembangan memang terus mengalami proses penyempurnaanya. Menyiapkan manusia untuk bekerja bersama dengan AI merupakan era baru dalam peperangan algoritmik.
“Ini adalah langkah penting untuk langkah berikutnya. Kita akan menjadi bagian dari fiksi ilmiah dan menjadi sejarah,” kata Will Roper, Asisten Menteri Angkatan Udara AS.
Roni Sontani