AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Negosiasi pemerintah Indonesia untuk membeli 36 jet tempur Rafale dari Perancis ada dalam kondisi kemajuan.
“Sangat maju,” kata Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly seperti diberitakan Reuters pada Kamis, 3 Desember 2020.
Meski demikian, orang nomor satu di Kementerian Angkatan Bersenjata Perancis itu menyatakan bahwa belum cukup waktu untuk melaksanakan penandatanganannya.
“Belum cukup ditandatangani, kami telah mengerjakannya banyak,” kata Florence Parly saat diwawancarai oleh BFM Business.
Baca juga: Timbul tenggelam jet tempur Rafale untuk Indonesia
Mengutip berbagai sumber, sebelumnya koran La Tribune dari Perancis memberitakan bahwa Indonesia ingin menyelesaikan kesepakatan untuk pembelian 48 jet tempur Rafale.
Dituliskan, Indonesia ingin segera melanjutkan dan bahkan menginginkan kesepakatan dapat tecapai sebelum akhir tahun ini.
Sementara pihak negosiator dari Perancis masih membutuhkan waktu yang luang untuk menyelesaikan kesepakatan dengan hati-hati.
Ketertarikan Indonesia untuk membeli pesawat Rafale dari Perancis, tulis La Tribune, muncul saat Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto berkunjung ke Paris pada akhir Oktober lalu.
Bagaimana dengan Typhoon dari Austria?
Sementara itu, Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner secara resmi pada 6 September lalu telah memberikan jawaban atas surat tertanggal 10 Juli 2020 yang dilayangkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk membeli 15 pesawat tempur Eurofighter Typhoon bekas pakai Angkatan Udara Austria.
“Kami dengan senang hati menerima minat Anda untuk membeli lima belas Eurofighter Austria untuk memodernisasi armada udara Anda,” kata Tanner seperti diberitakan Kronen Zeitung.
Menteri Tanner pun telah meminta bagian Staf Umum untuk mempersiapkan segala sesuatunya bagi penjualan yang direkomendasikan tersebut.
Baca Juga: Plus-Minus membeli jet tempur Eurofighter Typhoon bekas Austria
“Setelah pemeriksaan intensif, Staf Umum mengonfirmasi keaslian surat tersebut dan merekomendasikan agar kami memanfaatkan opsi penjualan apa pun,” kata Tanner.
Belum lagi kelanjutan berita Typhoon mencuat, kini pemberiaan mengenai pembelian 36 Rafale dari Perancis telah lebih mendominasi.
Kontrak pembelian 11 Su-35 dari Rusia belum dibatalkan
Sementara itu, nasib kontrak pembelian 11 Su-35 dari Rusia yang telah ditandatangani oleh Kementerian Pertahanan Indonesia pada 14 Februari 2018, hingga saat ini pun masih menggantung.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menjawab pertanyaan wartawan pada 8 Juli 2020, memastikan bahwa kontrak pembelian 11 jet tempur Su-35 oleh Indonesia belum dibatalkan.
Baca Juga: Dubes Rusia: Indonesia belum membatalkan kontrak pembelian 11 Su-35
Rusia berharap, implementasi dari kontrak yang telah ditandatangani dapat segera dilaksanakan.
“Rencana (pembelian 11 Su-35) ini belum dibatalkan. Sejauh yang kami tahu kontraknya sudah ditandatangani dan diharapkan dapat diimplementasikan. Amerika Serikat memang mencoba memberikan tekanan dan ancaman kepada seluruh negara yang akan membeli persenjataan dari Rusia. Tapi faktanya hal itu tidak mencegah kehadiran kami dan teman-teman kami untuk membeli persenjataan dari Rusia yang berbiaya sangat efisien dan berkualitas bagus,” kata Vorobieva saat itu.
Vorobieva juga menyatakan bahwa Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto dalam kunjungan ke Rusia beberapa waktu lalu membicarakan masalah pembelian Su-35.
Baca Juga: KSAU Benarkan Kontrak Pengadaan Su-35 Sudah Ditandatangani Kemhan
Ia mengapresiasi kunjungan Menhan Prabowo yang datang ke Rusia memenuhi undangan Rusia untuk menghadiri perayaan Hari Kemenangan Rusia pada 24 Juli lalu.
Pertanyaannya sekarang, manakah pesawat tempur yang sebenarnya jadi pilihan Kementerian Pertahanan Indonesia untuk TNI Angkatan Udara ini? Su-35, Typhoon, ataukah Rafale? Ataukah ketiga-tiganya, ataukah tidak semuanya.
Selain Rafale, apa kabar IF-X dan F-16 Viper?
Sementara itu, kerja sama Kementerian Pertahanan Indonesia dengan Korea Selatan dalam pengembangan pesawat KF-X/IF-X juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Berbagai pemberitaan menyiratkan, kerja sama ini diliputi nuansa antara diteruskan atau tidak. Mungkinkan Indonesia secara perlahan akan menarik diri? Atau kembali fokus ke program ini sepenuhnya.
Pasalnya, pihak Korea Selatan kerap mengingatkan Indonesia untuk melunasi tunggakan yang menjadi tanggungan dalam proyek bersama ini.
Baca juga: Tim Renegosiasi: Pembelian IF-X untuk TNI AU Cukup 16 Unit, Sesuai Ketersediaan Anggaran
Korea sendiri tampaknya telah memantapkan diri untuk mengembangkan KF-X. Hal ini dibuktikan dengan telah selesainya perakitan komponen-komponen utama KF-X sebelum diluncurkan dari pabriknya tahun depan.
Lalu mengenai F-16 Viper, ini pun belum ada kejelasan lebih lanjut apakah Indonesia sebenarnya berminat untuk menambah armada F-16 Fighting Falcon dengan varian terbaru F-16V yang telah dilengkapi radar AESA ini atau tidak.
F-16 sebenarnya memiliki peluang yang paling besar untuk diakuisisi dari sisi kelanjutan program dan mengingat Indonesia telah berpengalaman selama 31 tahun mengoperasikan pesawat tempur ini.
Akan tetapi, saat ini semuanya tergantung kepada faktor negosiasi dan kemudahan bertransaksi.
Kalau seperti diberitakan oleh La Tribune dan Reuters bahwa negosiasi pembelian 36 Rafale oleh Indonesia “sangat maju”, mungkinkah pesawat-pesawat omnirole ini yang akhirnya akan dipinang dan diboyong ke Tanah Air?
Roni Sontani
36 atau 48 mas yg betul?
Berita terakhir 36. Awalnya diberitakan 48
36 pesawat baru plus 12 pesawat bekas.mungkin maksudnya begitu.
36++ gitu kali ya
36 Rafale F3 di tambah 15 thypoon bekas, plus 11 Su-35.. Bisa bikin gentar tetangga sebelah. Thypoon di upgrade rasanya pk captor-e..
36 Rafale….??
terus juga Scorpene….
he… he… he….
Rafale utk penganti hawk mk 200
15 Typhoon utk Kohanudnas
Su-35/F-16v utk pengati F-5
Showroom Air Force kyk UEA, SA & Qatar 😀
48-36 = 12