AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – GBU-53/B StormBreaker atau yang sebelumnya bernama Small Diameter Bomb (SDB) II kini telah disetujui oleh Komando Tempur Udara (ACC) Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) untuk menjadi salah satu senjata andalan pelengkap F-15E Strike Eagle.
Keputusan ini menandaskan bahwa armada Strike Eagle sudah dapat menggunakan bom pintar ini dalam misi operasinya.
Raytehon Missiles & Defense selaku pembuat bom ini mengatakan, StormBreaker menawarkan kemampuan yang belum pernah ada sebelumnya bagi pilot di medan tempur.
“Senjata ini memberi keuntungan yang signifikan bagi penerbang, kemampuan untuk menyerang target laut atau darat yang bergerak, dari jarak jauh dan dalam cuaca buruk,” kata Paul Ferraro, Wakil Presiden Bisnis Angkatan Udara untuk Rudal dan Pertahanan di Raytheon dalam rilis yang dibagikan pada 13 Oktober 2020.
StormBreaker dilengkapi dengan penemu multimode inovatif yang dapat memandu senjata melalui gambar inframerah (IR), gelombang milimeter (mmW) dan laser semi-aktif, selain dengan GPS dan panduan sistem navigasi inersia (INS).
Pelacak yang kuat dan terintegrasi ini memungkinkan StormBreaker dapat mencapai target tetap atau bergerak kapan saja sepanjang hari dan dalam semua kondisi cuaca. Keampuhan ini telah dibuktikan dalam banyak skenario pengujiannya.
StormBreaker dapat menjangkau jarak lebih dari 40 mil (64 km) untuk mencapai target yang bergerak. Ukuran bom ini yang kecil memungkinkannya dapat dibawa dalam jumlah banyak oleh satu pesawat, sehingga pesawat yang dikerahkan pun tidak perlu terlalu banyak.
SDB II pertama kali digunakan pada jet tempur F/A-18E/F Super Hornet Angkatan Laut AS (US Navy). Program berikutnya, senjata ini akan diintegrasikan pada jet tempur F-35 Lightning II.
Bom seberat 250 pin (113 kg) ini pengembangannya dimulai tahun 2006. Kontrak pertama produksi rendah bom ini ditandatangani pada 2015 lalu.
Roni Sontani