AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Proyek jet tempur siluman generasi 4,5 antara Korea Selatan dan Indonesia menghadapi kendala keuangan. Proses pembayaran terhadap proyek senilai 18 triliun won (14 miliar dolar AS) ini tertunda akibat pandemi COVID-19.
Pejabat militer Korea Selatan seperti dikutip oleh The Korea Herald (26/5/2020) mengatakan, Indonesia telah menunda lagi kewajiban pembayarannya senilai 500,2 miliar won (Rp5,9 triliun). Tunggakan itu telah jatuh tempo pada April 2020.
Proyek KF-X (Indonesia: IF-X) diluncurkan tahun 2016 sebagai jet tempur generasi baru yang akan diproduksi sebanyak 180 unit mulai 2026.
Proyek terbesar dalam sejarah Korea ini membutuhkan masing-masing 8 triliun won untuk tahap pengembangan dan 10 triliun won untuk tahap produksi massa.
Indonesia bertanggung jawab atas 20 persen biaya pengembangan, yaitu sebesar 1,8 triliun won (Rp20,8 triliun).
Dijelaskan, berbeda dengan kontrak-kontrak pertahanan antara perusahaan militer dan pertahanan pada umumnya yang melibatkan jaminan, proyek KF-X tidak menyertakan agunan. Hal ini berdasarkan nota kesepahaman bahwa ini merupakan proyek pengembangan bersama dan bukan kontrak pertahanan.
Meski demikian, lanjutnya, kewajiban masing-masing pihak seharusnya tetap dilaksanakan.
“Indonesia seharusnya membayar bagiannya setiap tahun,” kata sumber militer tersebut.
MoU mengenai program KF-X, tulis The Korea Herald, ditandatangani tahun 2010 oleh Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea dan militer Indonesia.
Karena proyek tidak memiliki jaminan, maka tidak ada pengaruh untuk memaksa Indonesia memenuhi tenggat waktu pembayaran.
Berdasarkan kesepakatan itu, Indonesia akan mengakuisisi 50 jet tempur, sementara sisanya akan digunakan oleh Korea Selatan.
Sementara itu, Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai pemimpin program KF-X mengatakan, proyek ini tidak dihentikan walau terjadi penundaan pembayaran.
“KAI tidak dalam posisi untuk mengomentari status anggaran, tetapi jet tempur generasi berikutnya sedang dikembangkan sesuai rencana dan akan diperkenalkan pada tahun 2021,” kata seorang pejabat perusahaan tersebut.
Roni Sontani
Walaupun indonesia dalam masalah keuangan tapi apapun alasannya, maafkan, usahakan entah bagaimana caranya agar teknokogi pesawat tempur itu tetap jalan. Lagi dan lagi bukan masalah pespur semata tapi maslah sdm dan iptek yg harus dikuasai sebagai indikator terukur pencapaian teknologo tinggi di matra udara apalagi sebagai negara besar semua itu mempunyai dimensi makna yg sangat luas. Pikirkanlah
Kewajiban yang bisa dipenuhi oleh masing-masing pihak apa saja yah? Kesannya menurut pemerintah kita sekarang proyek ini kurang memiliki value for money. Jika lihat Twitter pihak Korsel, sepertinya mereka juga tidak bisa memberikan apa-apa kepada kita.
Hahaha.. Tidak punya duit.
Untuk sebuah negara besar, uang seanyak itu adalah kecil apalagi sdh ditandatangani sejak pemerintah SBY, itu komitmen dari sebuah bangsa. Pengetahuan, ilmu dan alih teknologi adalah lebih pentih dari sekedar uang. Lanjutkan..